parboaboa

Penyerangan Terhadap Mahasiswa yang Berdoa di Pamulang Merusak Toleransi Indonesia

Norben Syukur | Nasional | 06-05-2024

Kasus Intoleransi menyasar kelompok mahasiswa Katolik yang sedang menjalankan doa Rosario (Parboaboa/Norben Syukur)

PARBOABOA, Jakarta – Kasus Intoleransi beragama untuk kesekian kalinya, terjadi terhadap kaum minoritas. 

Peristiwa ini berupa larangan menjalankan hak asasi untuk beribadah yang dilakukan oleh oknum-oknum tertentu.

Terbaru, penyerangan dan larangan menyasar kelompok mahasiswa Katolik yang sedang menjalankan doa Rosario di kos-kosan mereka di Kelurahan Babakan, Kecamatan Setu, Tangerang Selatan, Banten, Minggu (5/5/2024) malam.

Dugaan penyerangan itu jadi sorotan publik setelah sebuah video amatir yang merekam peristiwa tersebut viral di media sosial, termasuk akun media sosial X @KatolikG.

Berdasarkan keterangan dari video tersebut, sejumlah mahasiswa Katolik yang sedang melaksanakan Ibadah Rosario tiba-tiba dibubarkan secara paksa oleh sekelompok massa. 

Kejadian ini diduga diprovokasi oleh Diding, Ketua RT 007, RW 002, Kelurahan Babakan, Setu, Tangerang Selatan. 

Pada pukul 19:30 massa mulai berkumpul setelah mendengar provokasi dari Ketua RT yang berteriak "Hei, bangsat, kalau kalian tidak bubar saya panggil warga".

Rombongan warga yang terprovokasi datang membawa barang tajam berupa samurai, celurit hingga balok.

Akibatnya, dua wanita dari 12 orang yang mengikuti doa tersebut menjadi korban yang mengalami luka karena sabetan senjata tajam. 

Selain itu, seorang pria Muslim juga bahkan menjadi korban pembacokan karena mencoba membela dan melindungi para mahasiswa yang sedang berdoa.

Insiden kemudian berhenti lantaran warga sekitar datang untuk menyelamatkan para korban.

Beragam Desakan

Menanggapi kasus tersebut, Sekjen Forum Advokat Manggarai Raya (FAMARA), Edi Hardum mendesak Kapolda Metro Jaya untuk memerintahkan anak buahnya agar segera menangkap provokator dan pelaku.

Ia menegaskan bahwa ini negara beragama. Setiap orang bebas menjalankan ibadahnya, "orang-orang yang mengganggu orang yang sedang beribadah termasuk dalam hama negara, perusak negara Indonesia sebagai negara demokrasi,” jelasnya melalui rilis yang diterima PARBOABOA, Senin (6/5/2024).

Menurut Edi, tindakan yang mereka lakukan ini adalah masalah serius dan mendasar dalam negara Indonesia yang berideologi Pancasila ini. Sebagai alat negara, Edi meminta polisi untuk segera bertindak.

Edi juga menyampaikan terima kasih kepada sejumlah saudara-saudara muslim yang ikut menyelamatkan para mahasiswa itu dari serangan sejumlah orang malam itu.

Sementara tim hukum dari Persatuan Indonesia Timur (PETIR), Firdaus Oiwowo dan Largus Chen yang mendampingi para korban, melaporkan kasus tersebut ke Polres Tangsel.

Firdaus mengungkapkan, Indonesia adalah negara hukum, maka siapapun yang melanggar hukum harus dimintai pertanggungjawaban hukum.

Kebebasan beribadah jelasnya, sudah dijamin UUD 1945 dan UU lainnya di Indonesia, "siapa mengganggu orang beribadah harus dihukum,” tegasnya.

Ketua Umum Vox Point Indonesia, Yohanes Handojo Budhisedjati, turut merespon peristiwa Intoleransi tersebut

Handojo menegaskan bahwa segala bentuk diskriminasi dan intoleransi dengan alasan dan pertimbangan apapun, tentu saja tidak boleh terjadi di negara yang berlandaskan pancasila ini

Bahkan, Vox Point Indonesia jelasnya, mengecam sangat keras tindakan penyerangan dan penolakan tersebut.

"Pelaku penolakan dan penyerangan yang terlibat dalam peristiwa penolakan sebagaimana yang disebutkan di atas untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya," ungkapnya kepada PARBOABOA, Senin (6/05/2024).

Ia juga menyampaikan keprihatinan yang mendalam terkait peristiwa penyerangang yang dialami kelompok mahasiswa tersebut.

"Sangat prihatin dengan kedangkalan dan kumuhnya penghayatan terhadap kehidupan beriman dan beragama di negara kita tercinta ini," jelasnya.

Karena itu, mewakili Vox Point Indonesia, Handojo juga mendesak aparat keamanan segera menyelesaikan kasus ini sesuai aturan hukum yang berlaku.

"Kami minta pihak kepolisian segera menyelesaikan kasus ini sesuai aturan yang berlaku sekaligus menghentikan segala bentuk teror, provokasi sehingga bisa meminimalisir terjadinya perpecahan sesama anak bangsa," katanya.

Sementara pihak Polres Tangerang Selatan berjanji bakal koordinasi dengan beberapa pihak dalam menyelidiki kasus tersebut.

“Kami bakal berkoordinasi dengan beberapa tokoh untuk mendalami dan menyelidiki kasus tersebut,” jelas Kasi Humas Polres Tangsel, AKP Agil Syahril, Senin (6/05/2024).

Polres Tangsel ungkapnya akan melakukan juga langkah dan upaya dengan cara klarifikasi atau berkoordinasi dengan FKUB atau tokoh agama.

Adapun tujuannya untuk mencegah terjadinya potensi dugaan pidana lainnya serta mempercayakan penanganan kejadian kepada pihak kepolisian.

Raport Toleransi dan Intoleransi

Menurut Laporan Indeks Kota Toleran (IKT) 2023, tingkat toleransi di Indonesia cenderung stagnan dibandingkan tahun sebelumnya. 

Direktur Eksekutif Setara Institute, Halili Hasan awal 2024 lalu kepada media mengatakan hal ini disebabkan oleh kelanjutan regulasi atau pasal yang masih mengkriminalisasi kebebasan beragama dan berkeyakinan.

Namun demikian, Halili mencatat adanya peningkatan skor toleransi di tingkat daerah.

Terdapat 63 inisiatif hukum baru yang terdiri dari 11 peraturan daerah, 16 peraturan dari walikota, dan 34 peraturan serta keputusan teknis turunan yang secara positif mendukung ekosistem toleransi di kota-kota.

Oleh karena itu, Setara mendorong pemerintah untuk menerapkan sistem insentif dan sanksi kepada daerah-daerah yang memiliki tingkat toleransi rendah, guna mendorong perkembangan toleransi.

Menurut penelitian Setara Institute tentang Indeks Kota Toleran (IKT) pada tahun 2023, 10 kota teratas telah berhasil memupuk dan mencapai skor toleransi yang tinggi.

Keberhasilan tersebut dapat diukur dari kemajuan dalam mempromosikan toleransi beragama dan berkeyakinan,yang didasarkan pada empat variabel utama: regulasi pemerintah kota, regulasi sosial, tindakan pemerintah, dan demografi sosio-keagamaan.

Regulasi pemerintah kota, yang diukur melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan peraturan hukum lainnya, berfokus pada keberadaan kebijakan yang mendukung tanpa diskriminasi.

Regulasi sosial memperhatikan insiden intoleransi dan dinamika masyarakat sipil yang berkaitan dengan isu toleransi.

Tindakan pemerintah dilihat dari pernyataan tokoh kunci tentang isu toleransi dan langkah konkret yang diambil untuk menanggapi isu tersebut.

Sementara, demografi sosio-keagamaan mencakup keragaman agama dalam populasi dan inklusi sosial bagi kelompok agama.

Berikut 10 kota dengan skor toleransi tertinggi:

Kota Singkawang, Kalimantan Barat

Kota Bekasi, Jawa Barat

Kota Salatiga, Jawa Tengah

Kota Manado, Sulawesi Utara

Kota Semarang, Jawa Tengah

Kota Magelang, Jawa Tengah.

Kota Kediri, Jawa Timur

Kota Sukabumi, Jawa Barat

Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur

Kota Solo, Jawa Tengah

Sementara menurut Halili Hasan, daerah-daerah yang masuk sepuluh besar tingkat terbawah toleransinya terjadi karena menghadapi tantangan yang sangat serius terkait kepemimpinan dalam upaya membangun ekosistem toleransi.

Para pemimpin daerahnya tidak menunjukkan kebijakan yang memadai dan tidak mengalokasikan anggaran untuk mendukung terciptanya kondisi toleransi di wilayah tersebut.

Berikut 10 kota dengan skor toleransi terendah:

Kota Depok, Jawa Barat

Kota Cilegon, Banten

Kota Banda Aceh, Aceh

Kota Padang, Sumatera Barat

Kota Lhokseumawe, Aceh

Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat

Kota Pekanbaru, Riau

Kota Palembang, Sumatera Selatan

Kota Bandar Lampung, Lampung

Kota Sabang, Aceh

Editor : Norben Syukur

Tag : #larang berdoa    #intoleransi    #nasional    #mahasiswa pamulang    #toleransi    #doa rosario    #petir    #vox point   

BACA JUGA

BERITA TERBARU