Krisna | Pendidikan | 23-02-2024
PARBOABOA - Di tengah gemerlap modernitas, budaya tetap menjadi ciri khas yang melekat kuat di Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Tengah. Salah satu tradisi kuno yang masih lestari hingga kini adalah upacara tedak siten.
Upacara ini, yang diadakan saat bayi mencapai usia tujuh bulan, tidak hanya sekedar ritual adat, melainkan simbol kebersamaan dan doa.
Menurut situs resmi Kemdikbud, Tedak Siten adalah warisan tak terpisahkan dari budaya Jawa Tengah, mempersiapkan anak untuk kemandirian di masa mendatang.
Selain menjadi momen kebersamaan, upacara ini juga dinanti-nantikan sebagai kesempatan untuk memperkirakan bakat anak.
Keluarga inti berkumpul untuk mendoakan keselamatan sang anak dari gangguan, termasuk dunia gaib.
Persiapan matang menjadi kunci sukses Tedak Siten, dengan orang tua teliti menyusun segala perlengkapan, dari kurungan ayam hingga alat musik, yang dianggap penting.
Mengutip buku ‘70 Tradisi Unik Suku Bangsa di Indonesia’ karya Fitri Haryani NasuXon (2019), Tedhak siten atau tedak siten berasal dari kata 'tedhak' yang artinya menapakkan kaki, dan 'siti' yang merujuk pada bumi atau tanah.
Gabungan kata tersebut menggambarkan upacara ini sebagai momen pertama kali menapakkan kaki ke tanah.
Upacara tedak siten diadakan saat bayi mencapai usia tujuh lapan menurut kalender Jawa. Satu lapan setara dengan 35 hari, jadi 7 lapan sama dengan 245 hari atau sekitar delapan bulan dalam kalender Masehi.
Pada masa ini, bayi mulai belajar duduk dan berjalan di atas tanah. Ritual ini menjadi simbol pentingnya hubungan manusia dengan bumi dan alam sekitarnya, melambangkan koneksi antara manusia, Tuhan, sesama manusia, dan alam.
Menurut Buku Indonesia nan Indah Upacara Adat karya Maryani (2010), Tradisi tedak siten merupakan bagian penting dalam kehidupan masyarakat Jawa, yang sebagian besar mendiami wilayah Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Jawa Timur.
Data menunjukkan bahwa 41,7 persen penduduk Indonesia merupakan suku Jawa, yang masih menjaga tradisi leluhur dengan taat.
Tedak Sinten bersifat anonim yang artinya tidak diketahui dengan pasti orang yang pertama yang menciptakan tradisi tersebut. Namun, tedak siten sendiri merupakan tradisi yang sudah dilakukan secara turun temurun.
Tedak siten, sebuah upacara yang dilakukan sebagai penghormatan kepada bumi yang akan diinjak oleh sang anak, sering diadakan di ketiga wilayah ini. Pelaksanaan tradisi ini selalu disertai dengan doa-doa dari orangtua dan para sesepuh.
Lebih dari sekadar ritual, tedak siten juga menjadi wujud harapan orangtua agar anak-anaknya kelak siap menghadapi kehidupan yang penuh rintangan, dengan dukungan dan bimbingan yang kuat dari orangtua mereka.
Tradisi ini juga menjadi bentuk penghormatan kepada bumi, sebagai sumber kesucian dan penghidupan bagi manusia.
Melansir dari Channel Youtube @Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta pada Jumat (23/02/2024), sebelum memulai prosesi acara, orang tua yang mengadakan upacara tedak siten mempersiapkan perlengkapan yang diperlukan.
Perlengkapan yang dibutuhkan antara lain:
Susunan Acara Tedak Siten:
Setelah semua perlengkapan siap, keluarga beserta undangan berkumpul di lokasi upacara.
Langkah-langkah ritualnya adalah sebagai berikut:
Semua tahapan ini diharapkan menjadi panduan bagi anak dalam memilih arah hidupnya nanti, sesuai dengan simbol profesi atau kehidupan yang dipilihnya.
Mengutip dari Buku "Serba-Serbi Tumpeng Dalam Kehidupan Masyarakat Jawa" karya Murdijati Gardjito (2012), urutan upacara tedak sinten dilakukan dengan beberapa urutan dan rangkaian kegiatan. Masing-masing urutan mempunya makna sendiri.
Langkah pertama adalah membersihkan kaki anak secara simbolis. Orang tua dengan lembut mencuci kaki anak sebelum mereka menapaki tanah, sebuah tindakan yang melambangkan kesucian hati sebelum memulai perjalanan baru.
Anak kemudian dibimbing untuk melangkah di atas tujuh jadah ketan berwarna-warni.
Setiap warna mewakili rintangan hidup yang akan dihadapi anak. Tujuh, dalam bahasa Jawa, melambangkan pertolongan dari Tuhan. Harapan terpancar agar anak selalu diberi pertolongan dalam menghadapi hidup.
Selanjutnya, anak diajak menaiki tujuh tangga tebu wulung oleh orang tua. Makna menaiki tangga melambangkan perjalanan menuju puncak kehidupan.
Orang tua hadir sebagai dukungan, sementara tebu wulung menggambarkan tekad dan kepercayaan diri.
Anak kemudian dimasukkan ke dalam kurungan ayam yang berisi berbagai barang. Pilihan barang yang diambil anak mewakili profesi atau jalan hidupnya di masa depan.
Anak dimandikan oleh kedua orang tuanya dengan air yang didiamkan semalam dan diberi bunga. Hal ini melambangkan harapan bahwa anak akan menjadi kebanggaan bagi keluarga.
Setelah mandi, anak dipakaikan baju yang baru, bagus dan rapi. Baju baru dimaknai sebagai harapan anak akan hidup makmur dan sejahtera.
Setelah mengenakan baju baru, orang tua akan memberikan gendongan kepada anak yang berisi buku, alat tulis dan uang.
Makna buku, alat tulis dan uang yaitu anak menjadi orang yang berilmu. Kemudian, anak tersebut akan digendong ayah seperti umumnya.
Terakhir, uang logam dicampur dengan bunga dan disebarkan kepada para hadirin. Penyebaran udhik-udhik merupakan harapan bahwa anak akan dikaruniai rezeki yang cukup untuk dapat memberikan sedekah kepada yang membutuhkan.
Dengan merangkai doa-doa, harapan, dan kebersamaan, upacara tedak sinten memberikan penutup yang penuh makna bagi perjalanan awal sang bayi.
Semoga setiap langkah yang dijalani dalam tradisi ini menjadi bekal yang berharga untuk mengarungi kehidupan yang penuh berkah dan keberkatan.
Editor : Krisna
Tag : #tedak sinten #tradisi jawa tengah #pendidikan #proses tedak sinten