PARBOABOA, Jakarta - Komisi III DPR RI, Nasir Djamil menilai jika Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) ditolak banyak masyarakat karena lebih berpihak kepada pengusaha dibandingkan ke pekerja.
Hal itu disampaikan Nasir Djamil, saat mengikuti Peringatan Hari Buruh Internasional (May Day), di depan Masjid Raya Baiturrahman, Kota Banda Aceh, Senin (01/05/2023).
"Jadi sebenarnya kenapa ada penolakan terhadap rancangan Omnibuslaw ini, karena memang semangatnya bukan semangat untuk membela masyarakat tapi lebih kepada kalangan pengusaha," kata Nasir dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Senin.
Ia mengatakan jika penolakan UU Ciptaker ini tidak hanya datang dari buruh atau pekerja, tetapi dari kalangan mahasiswa juga turut menyuarakan hal serupa.
Nasir menuturkan, selain penghapusan UU Cipaker, para buruh yang melakukan aksi may day di Aceh ini juga turut menuntut pemerintah soal RUU Kesehatan, Reforma Agraria dan Kedaulatan Pangan.
Adapun polemik di sektor agraria itu terkait masalah bank tanah.
“Soal reformasi agraria dan kedaulatan pangan ini menjadi pekerjaan rumah yang hari ini belum dapat diselesaikan," ungkapnya.
Sementara itu, di lain kesempatan, para Pekerja Rumah Tangga (PRT) dan buruh perempuan ikut terlibat dalam aksi May Day yang digelar di Jakarta pada Senin (01/05/2023).
Para buruh ini menolak pasal yang mengatur soal No Work No Pay dalam UU Ketenagakerjaan.
Kebijakan yang digadang-gadang sebagai solusi untuk meminimalisir PHK itu, Pengurus Perempuan Mahardhika, Vivi Widyawati sangat merugikan para buruh, terlebih buruh perempuan.
"Ini seperti jadi pasal karet yang mematikan hak buruh perempuan untuk bekerja. Padahal ada pasal yang mengijinkan cuti haid, cuti melahirkan, sakit, izin, dll yang dilanggar pengusaha dan merugikan buruh perempuan," dalam keterangan tertulis yang diterima Parboaboa, Senin.
Kemudian, di hari yang sama, salah seorang peserta aksi May Day, Irnawati (52) asal Semarang juga turut menyuarakan penolakannya terhadap No Work No Pay.
Di sela-sela long march dari area Patung Kuda menuju Istana Negara, Jakarta Pusat, ia berkisah kepada Parboaboa jika sebelumnya, sebanyak 900 buruh garmen di perusahaan tempat ia mengais rezeki di liburkan selama beberapa waktu oleh perusahaan.
Namun, perusahaan tersebut tak memberikan gaji kepada para pekerja yang diliburkan karena mengacu pada kebijakan No Work No Pay.
“Seperti di perusahaan saya, kemarin saja yang diliburkan banyak, ada 900 orang ya, itu enggak digaji. Satu bulan, tiga minggu itu enggak digaji,” ucapnya.
Editor: Maesa