parboaboa

Esensi Idulfitri dalam Sunnah: Menggali Makna dan Amalan Rasulullah

Beby Nitani | Islam | 08-04-2024

Ilustrasi berkumpul bersama keluarga saat Idulfitri (Foto: PARBOABOA/Beby Nitani)

PARBOABOA, Jakarta - Idulfitri merupakan perayaan kemenangan bagi umat Islam, atas pencapaiannya dalam menyelesaikan puasa 30 hari penuh.

Ini adalah waktu di mana umat Islam berhasil mengatasi tantangan berat, termasuk menahan rasa lapar dan haus, serta menjaga diri dari tindakan negatif dan godaan-godaan yang harus dihindari.

Idulfitri biasanya dirayakan dengan penuh suka cita. Umat Islam berbondong-bondong mengumandangkan takbir dan melaksanakan shalat Ied.

Terlebih lagi kegiatan bersilaturahmi menjadi bagian penting dalam perayaan Idulfitri , di mana tradisi saling memaafkan dan berkumpul bersama keluarga dan teman menjadi esensi dalam merayakan hari kemenangan ini.

Dilansir dari laman Kementerian Agama (Kemenag), makna yang terkandung dalam Idulfitri sangat berkaitan erat dengan spiritual dari ibadah puasa, yakni membentuk individu yang lebih taqwa.

Nama Idulfitri sendiri terdiri dari ‘id’, yang berarti kembali, mengacu pada keberulangan perayaan ini setiap tahun pada waktu yang sama, dan ‘fitri’, yang memiliki arti kemurnian dan berbuka.

Kemurnian menggambarkan keadaan bersih dari dosa dan kesalahan, sementara berbuka diilhami oleh sunnah Nabi Muhammad SAW.

”Dari Anas bin Malik: Tak sekali pun Nabi Muhammad SAW. Pergi (untuk shalat) pada hari raya Idulfitri tanpa makan beberapa kurma sebelumnya." Dalam Riwayat lain (HR Bukhari): "Nabi SAW. Makan kurma dalam jumlah ganjil."

Berdasarkan uraian tentang Idulfitri , hari raya ini melambangkan pemurnian diri atau pembebasan dari dosa dan kesalahan, membawa seseorang kembali ke keadaan fitrahnya.

Hari raya Idulfitri juga dirayakan sebagai momen kemenangan. Artinya, umat Islam kembali ‘berbuka puasa’, sesuai dengan sunnah yang melaksanakan makan atau minum sebelum shalat Idulfitri , meskipun hanya sedikit.

Masih dilansir dari Kemenag, berdasarkan berbagai sumber, tercatat beberapa hal yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW dalam rangka menyambut dan memperingati Idulfitri .

Perbanyak Takbir

Diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW menggemakan takbir dari malam terakhir Ramadan hingga pagi hari awal Syawal, sesuai dengan petunjuk Allah SWT dalam QS.Al-Baqarah ayat 185,

 وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللهَ

Artinya, “Dan sempurnakanlah bilangan Ramadhan, dan bertakbirlah kalian kepada Allah”. 

Memakai pakaian terbaik dan berhias

Pada Idulfitri, umat Islam dianjurkan untuk tampil sebaik mungkin, menunjukkan kegembiraan mereka di hari yang penuh berkah ini.

Hal ini bisa dilakukan dengan pembersihan diri, pemotongan kuku, penggunaan parfum terbaik, dan pemilihan pakaian terindah.

Adapun tuntunan untuk berhias ini berlaku untuk siapapun, termasuk bagi mereka yang tidak bisa mengikuti shalat Idulfitri secara langsung.

Namun, bagi perempuan, ada ketentuan khusus yang menganjurkan untuk tetap berada dalam koridor syariat Islam, seperti menghindari pakaian yang memperlihatkan aurat atau yang dapat menarik perhatian pria yang bukan mahram.

Makan sebelum shalat Idulfitri

Berpuasa di hari Idulfitri termasuk dalam kategori hari yang dilarang untuk berpuasa. Menurut kitab-kitab fiqih, berniat untuk tidak berpuasa pada hari Idulfitri dianggap setara dengan pahala berpuasa pada hari-hari lain yang tidak dilarang.

Sebagai persiapan sebelum melaksanakan shalat Idulfitri , Nabi Muhammad SAW memiliki kebiasaan mengonsumsi kurma dalam jumlah ganjil, yaitu tiga, lima, atau tujuh butir.

Sebuah hadist menyampaikan bahwa, "Pada waktu Idulfitri Rasulullah saw. tidak berangkat ke tempat shalat sebelum memakan beberapa buah kurma dengan jumlah yang ganjil.” (HR. Ahmad dan Bukhari)

Shalat Idulfitri

Nabi Muhammad melakukan shalat Idulfitri bersama dengan keluarga dan para sahabat, termasuk pria, wanita, dan anak-anak.

Rasulullah memiliki kebiasaan mengambil jalur yang berbeda saat menuju dan kembali dari lokasi shalat Idulfitri .

Selain itu, biasanya menunda waktu shalat Idulfitri hingga matahari berada pada ketinggian sekitar dua meter dari cakrawala, yang kira-kira setinggi tombak.

Tindakan ini bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada umat Islam untuk membayar zakat fitrah sebelum shalat dimulai.

Mendatangi tempat keramaian

Pada suatu hari Idulfitri, Rasulullah bersama Aisyah menyaksikan sebuah pertunjukan yang menampilkan atraksi dengan tombak dan tameng.

Sebagaimana diriwayatkan dalam hadist oleh Ahmad, Bukhari, dan Muslim, Aisyah terlihat begitu tertarik hingga ia berdiri di belakang Rasulullah, meletakkan kepalanya di atas bahu Rasulullah agar dapat melihat pertunjukan tersebut dengan lebih jelas dan merasa puas.

Mengunjungi rumah sahabat

Tradisi saling berkunjung dan menjalin silaturahmi di hari raya Idulfitri telah berlangsung sejak era Nabi Muhammad SAW.

Selama perayaan Idulfitri, Rasulullah bersama para sahabat saling berkunjung ke rumah masing-masing.

Dalam kunjungan tersebut, mereka saling memberikan doa dan harapan baik, suatu tradisi yang terus dilestarikan oleh umat Islam hingga saat ini, di mana mereka mengunjungi kerabat dan saling mendoakan keberkahan.

Tahniah (memberi ucapan selamat)

Hari raya merupakan momen yang diisi dengan sukacita. Oleh  karena itu, sangat dianjurkan untuk saling mengucapkan selamat merayakan kebahagiaan yang dirasakan.

Seperti hadits yang disampaikan Al-Imam al-Baihaqi, telah mengumpulkan berbagai hadits dan perkataan para sahabat yang mendukung tradisi memberikan ucapan selamat di hari raya, menunjukkan dasar kesunnahan dari tradisi ini.

Editor : Beby Nitani

Tag : #Idulfitri    #lebaran    #islam    #ramadan    #amalan Idulfitri    #shalat Idulfitri   

BACA JUGA

BERITA TERBARU