PARBOABOA Pematang Siantar - Penutupan TK dan SD Kartini Handayani di Kota Pematang Siantar, Sumatra Utara oleh Ketua Yayasan Pendidikan Kartini Handayani (YPKH), Joni Phan, memicu ketidakpuasan orang tua siswa dan guru. Apalagi keputusan tersebut dibuat tanpa komunikasi dengan orangtua dan Dinas Pendidikan Kota Pematang Siantar.
Orang tua salah seorang murid YPKH, Aruan mengaku alasan kesulitan ekonomi yang diutarakan ketua yayasan tidak mendasar, karena YPKH juga mendapat bantuan dari Pemerintah Kota Pematang Siantar berupa Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
“Alasan yang dibuat yayasan itu terlalu mengada-ada. Bagaimana mungkin sekolah yang jumlah seluruh siswa SD nya mencapai 200 orang bisa kesulitan ekonomi. Saya sebagai orang tua murid juga selalu membayar uang sekolah sebesar Rp200 ribu setiap bulan. Belum lagi biaya les yang dilakukan sekolah. Hitung saja berapa pendapatan yayasan dari uang sekolah dan uang les siswa. Jadi, alasan kesulitan ekonomi yang dialami Yayasan itu tidak masuk akal," katanya kepada Parboaboa, saat aksi demo menolak penutupan TK dan SD Kartini Handayani Pematang Siantar, Senin (12/06/2023).
Selain mengada-ada, Aruan juga menilai kepala YPKH tidak melakukan musyawarah kepada orang tua siswa terkait rencana penutupan TK dan SD. Orang tua murid, lanjut Aruan, hanya menerima surat tertanggal 26 Mei yang menyebutkan bahwa yayasan akan ditutup.
"Kami sebagai orang tua tentu terkejut kok tiba tiba Yayasan ditutup sepihak begitu tanpa adanya musyawarah dulu kepada para orang tua siswa. Yayasan juga tidak memberitahu kepada Disdik sebagai lembaga pemerintah yang berhak menutup sekolah sesuai dengan peraturan yang berlaku," ungkapnya.
Aruan khawatir, psikologis murid TK dan SD Kartini Handayani terdampak oleh rencana penutupan sekolah mereka. Terutama mereka yang akan melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi.
“Anak saya sudah kelas 6 SD. Anak saya terkejut dan takut waktu mendapatkan surat penutupan Yayasan itu. Sekolah yang telah jadi tempat dia selama 6 tahun menuntut ilmu dan mendapatkan banyak teman harus ditutup begitu saja. Belum lagi anak saya takut kalau nantinya ijazah yang dikeluarkan pihak sekolah tidak sah karena sekolahnya sudah ditutup. Nanti kalau ada yang mempertanyakan keaslian ijazah anak saya, anak saya harus melapor kepada siapa kalau sekolahnya sudah ditutup?" ungkapnya.
Tidak hanya itu, murid juga menyayangkan harus berpisah dengan gurunya imbas rencana penutupan YPKH.
"Selain itu anak saya juga menangis menceritakan kalau guru di SD Kartini Handayani sudah dianggapnya sebagai orangtua nya karena telah mendidiknya dengan sepenuh hati. Kuat ikatan yang dirasakan anak saya dengan guru gurunya. Saya juga melihat karakter anak saya terbentuk baik karena berkat guru gurunya selama ini. Pihak Yayasan tidak mempertimbangkan sama sekali kesehatan mental siswa dan guru-gurunya ketika memutuskan menutup sekolah tersebut," kesal Aruan.
Sebelumnya, Ketua Yayasan Pendidikan Kartini Handayani (YPKH), Joni Phan meminta orang tua siswa memindahkan anak-anak mereka dari YPKH ke sekolah lain yang ada di Kota Pematang Siantar. YPKH juga memberikan memberikan kompensasi sebesar Rp250.000. Padahal menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 36 Tahun 2014, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota merupakan satu-satunya pihak yang berwenang menutup sekolah swasta.
Editor: Kurnia Ismain