parboaboa

Asbabun Nuzul Surat Al Kafirun, Isi Kandungan dan Tafsirnya

Ratni Dewi Sawitri | Islam | 28-03-2023

Asbabun Nuzul Surat Al Kafirun (Foto: Parboaboa/Ratni)

PARBOABOA – Asbabun Nuzul Surat Al Kafirun merupakan keterangan tentang sebab-sebab turunnya surat tersebut. Surat ini merupakan salah satu surat dalam Al Quran yang berisi tentang penolakan orang kafir terhadap ajaran Islam, serta keyakinan kaum Muslimin yang teguh dalam agama mereka.

Surat Al Kafirun memberikan pelajaran penting tentang pentingnya memegang teguh keyakinan dalam agama Islam, meskipun berhadapan dengan penolakan atau permusuhan dari orang lain.

Dalam konteks sejarah, surat ini turun pada masa awal-awal penyebaran Islam di Makkah, ketika Nabi Muhammad SAW dan para pengikutnya sedang menghadapi penolakan dan permusuhan dari orang-orang kafir.

Dalam pembahasan ini, Parboaboa akan membahas secara lebih rinci tentang Asbabun Nuzul Surat Al Kafirun, termasuk latar belakang penurunan surat, keterangan mengenai konteks sejarah, serta pelajaran yang dapat kita ambil dari surat ini.

Isi Kandungan Surat Al Kafirun

Asbabun Nuzul Surat Al Kafirun (Foto:Parboaboa/Ratni)

Surat Al Kafirun memiliki beberapa nama lain, antara lain Surat Al-'Ibadah karena memproklamirkan bahwa ibadah hanya untuk Allah dan tidak untuk berhala yang disembah oleh orang kafir. Selain itu, disebut juga Surat Ad-Din karena ayat terakhirnya menyatakan bahwa agama yang diterima oleh Allah hanya Islam. Nama lainnya adalah Surat Al-Munabadzah dan Surat Al-Muqasyqasyah karena kandungannya dapat menyembuhkan dan menghilangkan penyakit kemusyrikan.

Dalam buku "Intoleransi dalam Pendidikan Islam" karya Didin Syafruddin dan Hamid Nasuhi, dijelaskan bahwa asbabun nuzul Surat Al Kafirun menceritakan tentang Nabi Muhammad SAW yang menolak mengikuti tata cara ibadah yang dipraktikkan oleh kaum kafir Quraisy pada masa itu."

Namun demikian, Nabi Muhammad SAW tidak pernah menghina ajaran yang dianut oleh kaum Kafir Quraisy. Sebaliknya, beliau mempersilahkan mereka untuk tetap beribadah sesuai tata cara mereka sendiri.

Pada masa itu, kaum kafir Quraisy selalu berusaha untuk menghentikan dakwah Nabi Muhammad SAW dalam menyebarkan agama Islam. Mereka juga mencoba untuk meminta Nabi Muhammad SAW untuk melakukan kompromi. Salah satu tawaran yang pernah diajukan adalah apabila Nabi Muhammad SAW mengikuti ajaran mereka, maka mereka akan bersedia menyembah Tuhan sebagaimana konsep dalam agama Islam."

Kaum kafir Quraisy pernah mengajak Nabi Muhammad SAW untuk mengikuti agama mereka, dengan janji mereka akan mengikuti agama Islam. Mereka mengusulkan agar selama satu tahun, Nabi Muhammad SAW menyembah Tuhan mereka dan mereka akan menyembah Tuhan Nabi Muhammad selama satu tahun pula. Namun, Nabi Muhammad SAW menolak tawaran tersebut dan berdoa memohon perlindungan Allah agar tidak mempersekutukan-Nya dengan yang lain. Sebagai respons dari peristiwa tersebut, Allah SWT menurunkan Surat Al Kafirun kepada Nabi Muhammad SAW sebagai penegasan bahwa agama dan keyakinan tidak boleh dicampuradukkan."

Dalam buku "Manajemen Kerukunan Umat Beragama: Solusi Menuju Harmoni" oleh Erina Dwi Parawati, dkk, kesimpulan dari isi surat Al Kafirun berdasarkan kisah di atas adalah sebagai berikut:

  1. Menolak dengan tegas ajakan kaum kafir Quraisy untuk menyembah berhala walau sesaat dan dengan tujuan apapun.
  2. Menunjukkan perbedaan sesembahan dan ibadah yang dilakukan kaum Muslimin dengan orang-orang selain mereka.
  3. Menegaskan bahwa tidak ada kompromi dalam perkara agama dan aqidah. Selain itu, tidak diperbolehkan pula memadukan dua aqidah yang berbeda.
  4. Menegaskan bahwa Nabi Muhammad SAW tidak akan menyembah apapun selain Allah SWT.
  5. Mengajarkan toleransi untuk tidak memaksa orang lain dalam beribadah.
  6. Memberitahukan bahwa agama adalah sebagaimana pilihannya, dan semua orang akan mendapatkan balasan sesuai pilihan yang diambil.

Apa Asbabun Nuzul Surat Al Kafirun

Asbabun Nuzul Surat Al Kafirun (Foto:Parboaboa/Ratni)

Asbabun Nuzul secara harfiah berarti "sebab-sebab turunnya". Dalam konteks studi Al-Quran, Asbabun Nuzul merujuk pada sebab atau kejadian yang menjadi latar belakang atau penyebab turunnya ayat-ayat Al-Quran.

Untuk Surat Al Kafirun, sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya, Asbabun Nuzul Surat Al Kafirun berkaitan dengan upaya kaum kafir Quraisy untuk mengajak Nabi Muhammad SAW berdamai dengan mereka dengan cara saling mengikuti agama masing-masing.

Dalam konteks ini, Surat Al Kafirun menjadi sebuah jawaban dari Allah SWT kepada kaum kafir Quraisy dan juga sebagai peringatan bagi umat Islam agar tidak terpengaruh oleh ajakan untuk berdamai dengan orang-orang yang menyembah selain Allah SWT. Surat ini juga mengajarkan pentingnya menjaga kepercayaan dan prinsip dalam mempertahankan keyakinan terhadap satu-satunya Tuhan yang patut disembah, yaitu Allah SWT.

Asbabun Nuzul Surat Al Kafirun Ayat 1-6

Asbabun Nuzul Surat Al Kafirun (Foto:Parboaboa/Ratni)

Berikut adalah asbabun nuzul Surat Al Kafirun ayat 1-6:

Surat Al Kafirun ayat 1-6 turun setelah kaum musyrik Quraisy menawarkan suatu kesepakatan kepada Nabi Muhammad SAW. Mereka mengusulkan agar Nabi dan kaum muslimin bersedia menyembah dewa-dewa mereka secara bergantian, yaitu mereka menyembah Allah pada satu tahun dan kemudian menyembah dewa-dewa Quraisy pada tahun berikutnya. Nabi Muhammad SAW menolak tawaran ini dan ayat-ayat Surat Al Kafirun ayat 1-6 turun sebagai jawaban dari Allah SWT untuk menolak tawaran tersebut dan menegaskan bahwa tidak mungkin ada kesepakatan antara tauhid dan kemusyrikan.

Secara khusus, ayat pertama dari surat ini, "Katakanlah: Hai orang-orang kafir," adalah perintah dari Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW untuk menyampaikan ayat-ayat tersebut kepada kaum musyrik Quraisy. Ayat ini menunjukkan bahwa Nabi Muhammad SAW harus tetap menyampaikan pesan Islam dan menegaskan bahwa tidak ada kesepakatan antara Islam dan kemusyrikan.

Ayat-ayat selanjutnya menegaskan bahwa orang-orang kafir tidak akan pernah menerima Islam dan bahwa Islam tidak akan mengakui kepercayaan mereka. Ayat 2-3 menyatakan bahwa kaum musyrik Quraisy tidak akan menyembah Allah SWT, sementara ayat 4-5 menyatakan bahwa umat Islam tidak akan menyembah dewa-dewa mereka. Ayat 6 kemudian menegaskan bahwa setiap orang memiliki keyakinannya sendiri-sendiri dan bahwa keyakinan orang-orang kafir tidak pernah dapat diterima oleh orang-orang yang beriman.

Dalam konteks asbabun nuzul Surat Al Kafirun ayat 1-6 merupakan jawaban Allah SWT atas tawaran kesepakatan dari kaum musyrik Quraisy untuk menghentikan konflik antara mereka dengan kaum muslimin. Ayat-ayat ini menegaskan bahwa Islam tidak akan pernah mengakui kemusyrikan dan bahwa tidak ada kesepakatan antara tauhid dan kemusyrikan.

Riwayat tentang Asbabun Nuzul Surat Al Kafirun

Asbabun Nuzul Surat Al Kafirun (Foto:Parboaboa/Ratni)

Surat Al Kafirun merupakan wahyu yang ke-18 yang diterima oleh Nabi Muhammad di Mekkah. Ada beberapa riwayat tentang asbabun nuzul Surat Al Kafirun, diantaranya adalah sebagai berikut :

Riwayat At-Thabrani

Dalam asbabun nuzul surat Al Kafirun yang bersumber dari Ibnu Abbaa. Bahwa mereka berusaha keras untuk menghentikan dakwah Nabi Muhammad dengan berbagai cara, diantaranya:

Ditawarkan sebagai orang yang paling kaya di kota Mekkah, kemudian mereka berkata pada Nabi Muhammad, “Wahai Muhammad kami menyediakan ini hanya untuk kamu, tetapi ada satu syarat kamu jangan pernah mencaci maki Tuhan kami.”

Nabi Muhammad menjawab,”Aku masih menunggu wahyu dari Tuhanku yaitu Allah.”

Ini adalah asbabun nuzul Surat Al Kafirun yang diriwayatkan oleh Ibnu Hatim dari Ibnu Abbas.

Riwayat Ibnu Hatim

Dalam riwayat ini diceritakan bahwa orang kafir berkata kepada Nabi Muhammad. “ Wahai Muhammad, marilah ikut bersama kami, kita akan bersekutu dalam segala urusan.” Sekarang kamu menyembah Tuhan yang kami sembah, besok kami akan menyembah Tuhan yang kamu sembah kita akan bergantian.

Peristiwa inilah yang menjadi sebab turunnya surat Al Kafirun yang diriwayatkan oleh Ibnu Hatim dari Ibnu Abbas.

Riwayat Abdurrazaq

Dalam riwayat ini diceritakan tidak jauh beda dengan riwayat sebelumnya. Orang kafir merayu Nabi Muhammad untuk menyembah Tuhan mereka dengan berbagai macam cara.

Sebagaimana dalam sebuah riwayat:

Nabi Muhammad tidka langsung memberikan jawaban kepada orang kafir setelah diberi pertanyaan di bawah ini.

Apabila kamu menyembah Tuhan kami selama satu tahun, maka kami akan menyembah Tuhan yang kamu sembah dalam kurun waktu satu tahun.

Contoh Asbabun Nuzul Surat Al Kafirun

Asbabun Nuzul Surat Al Kafirun (Foto:Parboaboa/Ratni)

Asbabun Nuzul Surat Al Kafirun adalah ketika kaum kafir Quraisy menawarkan Nabi Muhammad SAW sebuah perjanjian, yaitu mereka bersedia menyembah Allah SWT selama satu tahun dan Nabi Muhammad SAW menyembah berhala-berhala mereka selama satu tahun juga. Nabi Muhammad SAW menolak tawaran tersebut dan kemudian Allah SWT menurunkan Surat Al-Kafirun untuk menegaskan bahwa tidak ada kompromi dalam perkara agama dan aqidah, serta mengajarkan toleransi untuk tidak memaksa orang lain dalam beribadah. Surat ini juga menegaskan bahwa Nabi Muhammad SAW tidak akan menyembah apapun selain Allah SWT.

Tafsir Surat Al Kafirun

Asbabun Nuzul Surat Al Kafirun (Foto:Parboaboa/Ratni)

Tafsir surat Al Kafirun ini bukanlah tafsir baru. Kami berusaha mensarikan dari Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Fi Zhilalil Quran, Tafsir Al Azhar, Tafsir Al Munir dan Tafsir Al Misbah. Agar ringkas dan mudah dipahami.

Asbabun Nuzul Surat Al Kafirun ayat 1

قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ

Katakanlah: “Hai orang-orang kafir,

Kata qul (قل) yang berarti “katakanlah” merupakan firman Allah dan perintah-Nya agar Rasulullah menyampaikan ayat ini kepada orang-orang kafir, secara khusus kafir Quraisy. Yakni sebagai jawaban atas tawaran mereka.

Kata ini membuktikan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyampaikan segala sesuatu yang diterimanya dari ayat-ayat Al Quran yang disampaikan oleh malaikat Jibril. Seandainya ada sesuatu yang disembunyikan, yang paling wajar adalah menghilangkan kata qul ini.

Kata al kaafiruun (الكافرون) berasal dari kata kafara (كفر) yang berarti menutup. Disebut kafir karena hatinya tertutup, belum menerima hidayah Islam. Siapapun yang tidak menerima Islam, maka ia adalah kafir. Baik itu orang-orang musyrik maupun ahli kitab. Sebagaimana firman-Nya:

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا أُولَئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ

Sesungguhnya orang-orang yang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang yang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk. (QS. Al Bayyinah: 6)

Namun secara spesifik, al kaarifuun yang diajak bicara di Surat Al Kafirun ini adalah orang-orang kafir Quraisy yang mengajak kerjasama menyembah Tuhan secara bergantian. Sebagai penegasan bahwa tidak mungkin Rasulullah menyembah tuhan mereka dan tidak ada titik temu antara kemusyrikan dengan tauhid.

Asbabun Nuzul Surat Al Kafirun ayat 2

لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ

aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah.

Kata a’budu (أعبد) merupakan bentuk kata kerja masa kini dan akan datang (fi’il mudhari’). Ini merupakan penegasan bahwa Rasulullah tidak akan menyembah tuhan mereka baik di masa kini maupun masa depan.

Menurut Ibnu Katsir, makna maa ta’buduun adalah berhala-berhala dan sekutu-sekutu yang mereka ada-adakan. Rasulullah tidak akan menyembah mereka dan tidak akan memenuhi ajakan orang kafir dalam sisa usianya.

Asbabun Nuzul Surat Al Kafirun ayat 3

وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ

Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah.

Ayat ini menunjukkan bahwa orang-orang kafir itu juga tidak akan menyembah Tuhan yang disembah Rasulullah di masa kini dan masa datang. Meskipun nantinya penduduk Makkah berbondong-bondong masuk Islam, namun orang-orang yang mendatangi Rasulullah untuk mengajak menyembah tuhan mereka, semuanya tidak masuk Islam bahkan mati terbunuh dalam kondisi kafir.

Ibnu Katsir menjelaskan, maa a’bud (ما أعبد) adalah Allah semata. Lafazh maa bermakna man.

Asbabun Nuzul Surat Al Kafirun ayat 4

وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَا عَبَدْتُمْ

Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah

Ada sebagian mufassir yang menyamakan makna ayat 4 ini dengan ayat 2. Dan menyamakan makna ayat 5 dengan ayat 3. Padahal jika diperhatikan kata yang digunakan, akan didapati makna yang terkandung di dalamnya.

Kata ‘abadtum (عبدتم) merupakan bentuk kata kerja masa lampau (fi’il madhi). Berbeda dengan kata ta’budun (تعبدون) pada ayat 2 yang merupakan fi’il mudhari’.

Perbedaan maa ta’buduun dan maa ‘abadtum ini menunjukkan bahwa apa yang mereka sembah di masa kini dan esok bisa berbeda dengan apa yang mereka sembah di masa kemarin. Sedangkan untuk Allah yang diibadahi Rasulullah, digunakan kata yang sama yakni maa a’bud. Menunjukkan konsistensi ibadah dan ketaatan hanya kepada Allah. Tidak akan berubah.

Asbabun Nuzul Surat Al Kafirun ayat 5

وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ

dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah.

Perhatikan redaksi ayat 3 dan ayat 5 ini. Sama-sama digunakan kata maa a’bud (ما أعبد) yang merupakan bentuk kata kerja masa kini dan masa datang (fi’il mudhari’). Menegaskan bahwa apa yang beliau sembah tidak berubah.

Sayyid Qutb mengatakan bahwa ayat ini merupakan penegasan terhadap ayat sebelumnya agar tidak ada lagi salah sangka dan kesamaran. Supaya tidak ada lagi prasangka dan syubhat.

Syaikh Muhammad Abduh mengatakan, ayat 2 dan ayat 3 menjelaskan perbedaan yang disembah. Sedangkan ayat 4 dan 5 menjelaskan perbedaan cara beribadah. Tegasnya, yang disembah lain, cara menyembah juga lain.

Asbabun Nuzul Surat Al Kafirun ayat 6

لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ

Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku”.

Kata diin (دين) artinya adalah agama, balasan, kepatuhan dan ketaatan. Sebagian ulama memilih makna balasan karena menurut mereka orang kafir Quraisy tidak memiliki agama.

Sedangkan yang mengartikan din sebagai agama, bukan berarti Rasulullah mengakui kebenaran agama mereka namun mempersilakan menganut apa yang mereka yakini.

Didahulukannya kata lakum (لكم) dan liya (لي) menggambarkan kekhususan karena masing-masing agama berdiri sendiri dan tidak perlu dicampurbaurkan.

Ibnu Katsir mengutip Imam Bukhari bahwa lakum diinukum yakni kekafiran, sedangkan waliya diin yakni Islam.

Sayyid Qutb menegaskan, “Aku di sini dan kamu di sana! Tidak ada penyeberangan, tidak ada jembatan dan tidak ada jalan kompromi antara aku dan kamu!”

“Sesungguhnya jahiliyah adalah jahiliyah dan Islam adalah Islam. Perbedaan antara keduanya sangat jauh.”

Sedangkan Buya Hamka menegaskan dalam Tafsir Al Azhar, “Soal aqidah, di antara tauhid mengesakan Allah, sekali-kali tidaklah dapat dikompromikan atau dicampuradukkan dengan syirik. Tauhid kalau telah didamaikan dengan syirik, artinya adalah kemenangan syirik.”

Demikianlah pembahasan mengenai Asbabun Nuzul Surat Al Kafirun, yang merupakan keterangan tentang sebab-sebab atau latar belakang turunnya surat tersebut dalam Al-Qur'an. Surat Al-Kafirun memberikan pelajaran penting tentang pentingnya memegang teguh keyakinan dalam agama Islam, menjaga akidah yang benar, dan tidak mengambil bagian dalam tindakan yang bertentangan dengan keyakinan kita sebagai seorang Muslim.

Sebagai seorang Muslim, kita harus senantiasa memperkuat keyakinan kita dalam agama Islam, dan tidak terpengaruh oleh tawaran atau tekanan dari orang lain yang bertentangan dengan keyakinan kita. Dalam situasi yang sulit atau berbeda pendapat, kita harus selalu berusaha mencari solusi yang terbaik, dan menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran dan keadilan.

Semoga pembahasan ini bermanfaat bagi kita semua dalam memahami pesan-pesan Al-Qur'an dan dapat menjadi bekal bagi kita dalam menghadapi berbagai tantangan dan ujian dalam hidup. Wallahu a'lam bisshawab.

Editor : Lamsari Gulo

Tag : #pendidikan islam    #surat al kafirun    #islam    #asbabun nuzul surat al kafirun    #tafsir    #al quran   

BACA JUGA

BERITA TERBARU