PARBOABOA, Pematang Siantar - Tingginya harga telur di Kota Pematang Siantar, Sumatra Utara belakangan ini mendapat respons dari Pengamat Sosial Ekonomi, Darwin Damanik.
Menurutnya, pemicu kenaikan harga telur salah satunya karena meningkatnya biaya produksi, terutama mahalnya harga pangan ternak sehingga mengakibatkan produksi telur menurun, sementara permintaan pasar tetap atau bahkan meningkat.
“Salah satunya karena ada biaya produksi yang meningkat seperti harga pangan ternak yang mahal, mengakibatkan harga telur juga semakin mahal belakangan ini,” katanya kepada PARBOABOA, Rabu (19/7/2023).
Faktor lain yang harus menjadi perhatian Pemerintah Kota Pematang Siantar terhadap kenaikan harga telur ini yaitu semrawutnya alur distribusi.
“Pemko juga harus memperhatikan alur distribusi yang semakin semrawut. Seperti, kalau sistem dulu, biasanya barang (telur) langsung didistribusikan ke pasar, tetapi belakangan ini distribusinya ke distributor telur lain sehingga terjadi pendistribusian yang tidak langsung akhirnya harga telur pun menjadi melambung naik,” ucapnya.
Darwin meminta pemko melalui dinas terkait segera mengambil langkah utama dengan menstabilkan harga pakan ternak seperti jagung, dedak dan lainnya terlebih dahulu.
“Selanjutnya, mulai melaksanakan operasi pasar untuk mengontrol harga di pasar dengan kembali menata ulang distribusi telur di pasar,” katanya.
Ia juga mengatakan jika kebijakan yang tersebut tidak mampu menormalkan kembali harga telur, maka Pemko Pematang Siantar harus mengambil tindakan krusial yakni mengimpor telur dari luar daerah maupun luar negeri.
“Kalo pun dua kebijakan tersebut tidak bisa lagi menormalkan harga telur, ya terpaksa harus mengambil langkah krusial atau mengimpor telur,” ucap Darwin.
Tapi, dampak negatifnya, kasihan peternak ayam dan pabrik telur lokal harus bersaing dengan harga telur impor tersebut, imbuh dia.
Darwin melanjutkan, jika harga telur sangat sulit untuk turun kembali jika pemerintah tidak tanggap mengambil kebijakan, karena rantai distribusi telur perlu kembali ke pola lama.
“Karena dengan adanya distributor malah menjadikan harga menjadi mahal dan peluang untuk spekulan bermain pun semakin terbuka,” kata dia.
Kenaikan harga telur ini, kata Darwin sebenarnya telah berlangsung hampir setahun dan pemerintah pusat harusnya mengkhawatirkan masalah ini karena berefek langsung terhadap pencapaian target inflasi tahunan nasional. Termasuk program-program pemerintah yang bersentuhan langsung dengan masyarakat, terutama di bidang kesehatan seperti stunting.
“Ketika harga telur naik, keluarga yang memiliki keterbatasan ekonomi mungkin akan kesulitan untuk membeli makanan yang bergizi, termasuk telur, karena harganya yang mahal. Akibatnya, mereka mungkin akan mencari alternatif makanan yang lebih murah dan kurang bergizi. Hal ini dapat menyebabkan kekurangan nutrisi dan berkontribusi stunting pada anak-anak,” jelasnya.
Darwin juga berharap banyaknya keluhan masyarakat akan harga telur yang terus naik akan membuat pemerintah bergerak cepat mengatasi masalah ini. Sebab, menjadi tanggung jawab pemerintah menjaga kestabilan harga kebutuhan pokok.
“Semoga harga telur dapat kembali normal dan tim Pengendali Inflasi Daerah bisa bekerja dengan cepat dalam menangani hal ini,” pungkas dia.
Sebelumnya, pembeli dan pedagang telur di Kota Pematang Siantar mengeluhkan kenaikan harga telur, beberapa waktu terakhir.
“Mahal kali sekarang harga telur, yang biasanya telur ukuran sedang seharga Rp1.400 hingga Rp1.500 per butir kini menjadi Rp2.200 per butir,” kata Endang, salah seorang warga Kelurahan Martoba, Kota Pematang Siantar, kepada PARBOABOA, Selasa (18/7/2023).
Endang mengaku tidak akan membeli banyak telur selama harga telur masih tetap mahal. Ia hanya akan membeli telur per butir sesuai keperluannya. Ia juga berharap harga telur bisa turun ke harga semula.
Keluhan akan mahalnya harga telur juga disampaikan Marlena (56) seorang pedagang kue bakar yang mengeluhkan harga telur terlampau mahal dan belum juga kembali ke harga normal.
“Susah kali lah, apalagi buat kue ini perlu telur. Mau tidak mau harus dibeli untuk buat kue. Karena dari ini lah penghasilan saya saat ini,” ungkapnya.
Sementara menurut salah satu pedagang telur di Pasar tradisional Parluasan Kota Pematang Siantar, Rani (45) juga mengeluh karena harga telur yang naik beberapa bulan terakhir.
Rani mengaku biasanya menjual Rp54 ribu per papan berisi 30 butir telur. Kini ia terpaksa menaikkan dagangannya menjadi Rp66 ribu per papan.
“Iya, sudah beberapa bulan ini harga telur melonjak kali. Yang biasanya saya jual Rp54 ribu sekarang Rp66 ribu,” katanya
Dengan kenaikan harga tersebut, Rani merasakan adanya penurunan penjualan, karena pembeli dagangannya menurun drastis. Misalnya pembeli yang sebelumnya mau membeli telur 1 sampai 2 papan, kini hanya beli per butir saja.
“Semenjak harga telur naik, pembeli telur di sini berkurang drastis. Adapun pembeli hanya membeli beberapa butir saja, tidak banyak seperti biasa. Sampai-sampai terkadang rugi, karena terlalu lama tidak dibeli akhirnya ada beberapa telur yang tidak segar bahkan tidak bisa dijual lagi,” kata dia.