Kekerasan Seksual di Indonesia dari Bayi hingga Lansia

Ilustrasi kasus kekerasan seksual pada anak di Indonesia. (Foto: Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan KB)

PARBOABOA - Kasus kekerasan seksual di Indonesia terus meningkat dan menjadi ancaman serius bagi masyarakat. Ironisnya, kekerasan seksual tidak hanya menimpa orang dewasa, tetapi juga balita dan lanjut usia.

Dengan rentang usia korban yang sangat bervariasi, mulai dari bayi hingga lansia, fenomena ini menunjukkan bahwa siapa pun, tanpa memandang usia, jenis kelamin, atau latar belakang, dapat menjadi korban.

Tulisan ini akan mengulas secara mendalam mengenai usia korban kekerasan seksual tertua dan termuda di Indonesia, serta faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya angka kasus kekerasan seksual.

Kekerasan seksual di Indonesia terjadi pada korban dengan berbagai rentang usia, yang menggambarkan betapa seriusnya masalah ini.

Misalnya, kasus YPT, seorang remaja perempuan dari Desa Bakalerek, Kecamatan Nubatukan, Kabupaten Lembata.

Kasus ini menjadi sorotan setelah terungkap dalam liputan khusus Parboaboa berjudul Fenomena Gunung Es Kasus Kekerasan Seksual di Pulau Flores.

YPT, yang masih remaja, diperkosa oleh enam remaja, beberapa di antaranya merupakan tetangganya sendiri.

Kejadian ini terjadi pada (10/06/2023) silam, ketika YPT meminta bantuan untuk diantar ke rumah pamannya, tetapi malah dibawa ke tempat terpencil dan menjadi korban kekerasan seksual.

Kasus ini hanyalah satu dari ribuan kasus yang sering kali tidak terungkap atau tidak mendapatkan penanganan yang memadai, mencerminkan kesulitan dalam sistem hukum dan sosial kita.

Fakta Menyakitkan

Berdasarkan data yang ada, korban kekerasan seksual termuda di Indonesia adalah seorang bayi berusia enam bulan. Kejadian tragis ini berlangsung pada tahun 2014 di Panti Asuhan Samuel, Tangerang.

Saat itu, sejumlah anak di panti melaporkan adanya kekerasan, dan ditemukan bahwa seorang bayi perempuan mengalami penganiayaan fisik hingga seksual.

Pemilik Panti Asuhan Samuel, Chemy Watulingas SH alias Samuel, kemudian divonis 10 tahun penjara.

Kasus ini sempat mengguncang publik dan menunjukkan betapa rentannya anak-anak di lingkungan yang seharusnya melindungi mereka.

Sementara itu, korban tertua yang tercatat adalah seorang wanita berusia 95 tahun. Kasus ini terjadi di Desa Sukamurni, Kabupaten Bekasi, ketika seorang tetangga berusia 75 tahun diduga melakukan percobaan pemerkosaan.

Kejadian ini terungkap pada Maret 2023 setelah keponakan korban melihat pelaku di lokasi kejadian.

Ini menunjukkan bahwa kasus kekerasan seksual tidak mengenal batasan usia, dan lansia pun berisiko menjadi korban.

Data Kekerasan Seksual di Indonesia

Secara umum, perempuan di usia produktif (15 hingga 64 tahun) adalah kelompok yang paling banyak menjadi korban kekerasan seksual.

Menurut data Badan Pusat Statistik, satu dari tiga perempuan dalam kelompok usia ini pernah mengalami kekerasan fisik atau seksual dalam hidup mereka. Meskipun perempuan mendominasi jumlah korban, anak-anak dan laki-laki juga rentan, meskipun kasus mereka sering kali tidak dilaporkan.

Selain itu, fenomena perkawinan anak di Indonesia berkontribusi besar terhadap tingginya angka kekerasan seksual di usia muda.

Pada tahun 2020, terdapat peningkatan tiga kali lipat dalam permohonan dispensasi nikah, yang menandakan semakin maraknya pernikahan anak.

Fenomena ini memperbesar risiko kekerasan seksual dalam rumah tangga, terutama bagi anak perempuan yang sering kali belum siap secara fisik maupun mental menghadapi kehidupan pernikahan.

Data terbaru dari Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) menunjukkan bahwa dari Januari hingga Juni 2024, terdapat 7.842 kasus kekerasan terhadap anak, dengan kekerasan seksual menduduki posisi teratas.

Mayoritas korban adalah anak perempuan, dan beberapa kasus melibatkan anak-anak yang sangat muda.

Berdasarkan data dari Komnas Perempuan, terdapat peningkatan laporan kekerasan seksual, khususnya yang terjadi di ruang publik.

Pada 2023, tercatat 1.451 kasus kekerasan seksual di ruang publik, melibatkan korban dari berbagai usia.

Meskipun ada penurunan dalam angka total kekerasan terhadap perempuan, kekerasan seksual tetap menjadi bentuk kekerasan yang paling umum.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) juga mencatat lonjakan kasus kekerasan berbasis gender online (KBGO) pada tahun 2024. Korban terbanyak berasal dari rentang usia 18-25 tahun, diikuti oleh anak-anak di bawah 18 tahun.

Rentang usia korban kekerasan seksual yang sangat luas, mulai dari bayi hingga lansia, semakin menunjukkan betapa seriusnya masalah ini.

Kekerasan seksual tidak hanya berdampak pada satu kelompok usia tertentu, tetapi pada seluruh lapisan masyarakat.

Oleh karena itu, implementasi Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) diharapkan dapat memberikan perlindungan yang lebih baik bagi korban, terutama anak-anak dan perempuan yang paling rentan.

Selain itu, diperlukan upaya yang lebih intensif dalam meningkatkan kesadaran masyarakat akan isu kekerasan seksual.

Edukasi dan pelatihan bagi tenaga pendidik, orang tua, dan masyarakat luas tentang pencegahan dan penanganan kekerasan seksual sangatlah penting.

Dengan informasi dan pengetahuan yang tepat, kita bisa bersama-sama mencegah terjadinya kekerasan seksual dan melindungi mereka yang paling rentan.

Dengan memahami informasi terkait usia korban kekerasan seksual tertua dan termuda di indonesia, diharapkan masyarakat dapat lebih sadar dan aktif dalam penegakan hukum yang lebih tegas untuk menekan lonjakan kasus yang sama.

Editor: Wanovy
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS