PARBOABOA, Jakarta - Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset yang sedang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dianggap sebagai hukuman yang lebih menakutkan bagi para koruptor di Indonesia.
Menurut anggota Komisi III DPR RI Didik Mukrianto, RUU Perampasan Aset jauh lebih memberikan rasa keadilan ketimbang melakukan memberlakukan hukuman mati bagi pelaku kejahatan.
“Dalam satu perspektif, bisa dikatakan bahwa perampasan aset hasil tindak pidana jauh lebih penting dan berkeadilan ketimbang mengkonstruksi hukuman mati,” kata Didik dikutip dari Parlementaria, Selasa (22/5/2023).
Dengan RUU ini, para pemangku kebijakan Negara dapat meyakinkan masyarakat bahwa aset pelaku tindak kejahatan akan pasti disita oleh negara.
Oleh karena itu, Didik memberikan dukungannya agar RUU Perampasan Aset Tindak Pidana segera dibahas dan diundangkan, sehingga perampasan aset dapat dilakukan terhadap harta hasil kejahatan tanpa hambatan aturan hukum acara yang belum memadai.
“Harapan kita semua, RUU Perampasan Aset Tindak Pidana ini bisa menjadi terobosan dalam upaya memberantas dan menekan angka kejahatan ekonomi secara utuh demi terwujudnya rasa keadilan publik,” lanjutnya.
RUU Perampasan Aset ini diberlakukan dalam empat keadaan. Pertama, jika tersangka atau terdakwa meninggal, melarikan diri, mengalami sakit permanen, atau keberadaannya tidak diketahui. Kedua, jika terdakwa dibebaskan dari segala tuntutan hukum.
Hukuman ini juga diberlakukan pada saat perkara pidananya tidak dapat disidangkan. Dan kemudian, jika terdakwa telah dinyatakan bersalah oleh pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap, tetapi kemudian diketahui bahwa masih ada aset tindak pidana yang belum dirampas.
Editor: Rini