PARBOABOA, Jakarta- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memeriksa sejumlah saksi terkait kasus suap dan gratifikasi yang menjerat Gubernur Papua, Lukas Enembe (LE), Jumat (17/02/2023).
Kali ini ada empat orang saksi yang diperiksa penyidik KPK. Pemeriksaan tersebut untuk melengkapi alat bukti dan kelengkapan berkas perkara Lukas Enembe.
Empat saksi tersebut yakni Timotius Enumbi selaku PNS Kepala Dinas (Kadis) PU Provinsi Papua, Geraldo Da Rosario Semi selaku Petugas Ukur pada Kantor Pertanahan Jayapura, Pondiron Wonda selaku Swasta, dan seorang mahasiswa, Yoshua Grashielo.
“Pemeriksaan saksi tersangka pidana korupsi suap dan gratifikasi terkait pekerjaan atau proyek yang bersumber dari APBD Provinsi Papua, untuk tersangka LE," kata Kepala Bagian (Kabag) Pemberitaan KPK, Ali Fikri di Kuningan di Kantor KPK, Jakarta Selatan, Jumat (17/02/2023).
Untuk diketahui, KPK menetapkan Lukas Enembe sebagai tersangka dalam dugaan suap dan gratifikasi proyek infrastruktur di Provinsi Papua.
Penyidik KPK menduga politikus partai Demokrat tersebut menerima suap senilai Rp1 miliar dari Direktur PT Tabi Bangun Papua (TBP), Rijatono Lakka (RL).
"Sebelum maupun setelah terpilih untuk mengerjakan proyek dimaksud, tersangka LE diduga menerima uang dari tersangka RL sebesar Rp 1 miliar," kata Ketua KPK Firli Bahuri saat konferensi pers di RSPAD Gatot Soebroto, Rabu (11/01/2023) lalu.
Selain itu, Lukas Enembe juga diduga menerima gratifikasi sebesar Rp10 miliar dari berbagai pihak yang dinilai masih berkaitan dengan jabatannya sebagai gubernur.
"Tersangka LE diduga juga telah menerima pemberian lain sebagai gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya yang berdasarkan bukti permulaan sejauh ini berjumlah sekitar Rp 10 miliar," jelas Firli.
Atas perbuatannya itu, Lukas Enembe disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Editor: Betty Herlina