PARBOABOA Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan mantan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (Kanwil BPN) Provinsi Riau, M Syahrir terkait kasus dugaan suap pengurusan dan perpanjangan hak guna usaha (HGU) perkebunan sawit di Provinsi Riau.
Diketahui KPK telah melakukan penahanan terhadap Syahrir selama 20 hari pertama yang terhitung sejak Rabu (01/12/2022).
"Terkait kebutuhan proses penyidikan, untuk Tersangka MS (Syahrir) dilakukan penahanan oleh tim penyidik dengan waktu 20 hari pertama, terhitung 1 Desember 2022 sampai dengan 20 Desember 2022 di Rutan KPK pada Kavling C1 Gedung ACLC," kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam jumpa pers di Gedung KPK, Kamis (1/12/2022).
Ghufron mengatakan, selama 20 hari kedepan Syahrir akan ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) KPK yang berada di Kavling C1 Gedung ACLC, Jakarta Selatan.
"Terkait kebutuhan penyidikan untuk Tersangka Syahrir, dilakukan penahanan 20 hari pertama di Rutan KPK pada Kavling C1 Gedung ACLC," ujarnya.
Selain Syahrir, KPK juga menetapkan dua tersangka lain yakni Frank Wijaya selaku pemegang saham PT Adimulia Agrolestari dan Sudarso selaku General Manager PT Adimulia Agrolestari Sudarso.
Diketahui tersangka Frank Wijaya telah ditahan terlebih dahulu di Rutan Polres Jakarta Selatan. Frank ditahan sejak (27/10/2022) sampai (15/11/2022). Sementara tersangka Sudarso saat ini sedang menjalani penahanan perkara suap yang dilakukan mantan Bupati Kuantan Singingi (Kuansing) Andi Putra terkait pengurusan izin kebun sawit PT Adimulia Agrolestari.
Dalam kasus ini Syahrir diduga telah menerima suap terkait perpanjangan HGU PT Adimulia Agrolestari sebesar Rp1,2 miliar. Yang mana uang tersebut diketahui berasal dari uang kas PT Adimulia Agrolestari.
Adapun keterangan dari Ketua KPK RI, Firli Bahuri yang mengungkapkan jika kasus ini terungkap dari hasil persidangan mantan Bupati Kuantan Singingi, Andi Putra.
"Dengan telah dikumpulkannya berbagai informasi maupun data termasuk fakta persidangan dalam perkara Terdakwa Andi Putra yang kemudian ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup. Selanjutnya KPK melakukan penyelidikan dan menemukan adanya peristiwa pidana sehingga meningkatkan status perkara ini ke tahap penyidikan, dengan menetapkan dan mengumumkan beberapa pihak sebagai tersangka," jelas Firli dalam jumpa pers pada Kamis (27/10/2022) lalu.
Dalam keterangannya, dia mengatakan jika Sudarso diutus oleh Frank Wijaya untuk mengurus hak perpanjangan sertifikat PT Adimulia Agrolestari. Dan kemudian mereka bertemu di kediaman dinas Syahrir untuk memberikan dana yang telah disepakati yakni Rp3,5. Namun uang tersebut hanya diberikan sebesar Rp1,2 miliar dan kemudian Syahrir menjanjikan akan segera mempercepat proses pengurusan HGU PT Adimulia Agrolestari.
"Dan MS (Syahrir) menjanjikan segera mempercepat proses pengurusan HGU PT AA (Adimulia Agrolestari)," katanya.
Pada kasus ini Syahrir sebagai penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Sementara Frank dan Sudarso sebagai pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.