KPU Blunder Hadapi Gugatan Partai Prima

Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia dinilai blunder menghadapi gugatan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. (Foto: PARBOABOA/Felix)

PARBOABOA, Jakarta – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia dinilai blunder menghadapi gugatan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.

Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Trimedya Panjaitan mengatakan, KPU terlalu percaya diri tidak menggunakan pengacara dan menghadirkan saksi-saksi saat sidang, kemudian memunculkan dinamika yang berbuntut bergulirnya opini liar terkait penundaan Pemilu 2024.

“KPU tidak boleh terlalu percaya diri, sehingga seperti ini (dinamika). Ini yang menjadi ‘bola liar’,” kata Trimedya dalam diskusi virtual bertajuk ‘Menyoal Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Mengenai Penundaan Pemilu 2024’ yang diikuti Parboaboa di Jakarta, Rabu (15/03/2023).

Menurut Trimedya, meskipun KPU menganggap PN tidak memiliki kompetensi dalam mengadili perkara sengketa atau gugatan partai politik, tetap saja lembaga tersebut harus menghadirkan pengacara, baik internal maupun eksternal.

“Padahal untuk sengketa-sengketa hukum, sepanjang yang saya ketahui, KPU itu anggarannya cukup,” ucapnya.

“Dan yang kita ikuti, telusuri dari persidangan di Jakarta Pusat, KPU juga tidak menampilkan saksi-saksi ahli,” tambahnya.

Di sisi lain, menurut Trimedya, prinsip dasar pengadilan yang tidak bisa menolak perkara merupakan pintu masuk Partai Prima untuk menggugat putusan KPU.

Ia menduga partai Prima awalnya tidak berharap gugatan akan dimenangkan PN Jakpus, walau kenyataannya justru berbalik dan memunculkan opini dugaan penyuapan tiga hakim yang memutus perkara hingga diperiksa Mahkamah Agung.

“Kemudian ke depan, khususnya kepada KPU, ya jangan anggap enteng terhadap gugatan-gugatan yang muncul. Itu bisa blunder, sehingga tidak perlu dua minggu energi kita terkuras untuk memikirkan akibat hukum dari putusan PN Jakarta Pusat ini,” tuturnya.

Anggota Komisi III DPR RI itu memastikan KPU dan pemerintah tetap menyelenggarakan pemilu pada 14 April 2024 sebagaimana yang sudah diatur dalam konstitusi negara.

“Masukan-masukan ini mudah-mudahan berguna terutama bagi KPU sendiri, juga bagi dunia peradilan kita,” pungkasnya.

Eks Ketua Komnas Hak Asasi Manusia (HAM) RI, Ifdhal Kasim mengatakan, keputusan PN Jakpus soal penundaan Pemilu masuk pelanggaran hak-hak asasi manusia.

“Itu menyebabkan orang yang harusnya memilih di 2024, harus menunggu dua tahun lagi. Itu kan berarti ada hak-hak warga yang dilanggar karena ketidaksiapan dari KPU ini,” katanya.

Menurutnya, KPU bisa mengajukan banding terhadap putusan PN Jakarta Pusat dengan persiapan yang lebih matang ke depannya, dalam menghadapi gugatan-gugatan dari partai politik yang tidak lolos verifikasi administrasi peserta anggota Pemilu.

“Jangan bersikap seperti semula ya, pada awal gugatan ini dibuka, karena KPU mendapat mandat dari negara termasuk dari rakyat Indonesia untuk menyelenggarakan Pemilu sesuai dengan jadwal yang sudah ditetapkan oleh undang-undang dasar,” tandasnya.

Editor: RW
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS