PARBOABOA, Jakarta - Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Hidayat Nur Wahid mengkritisi putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang mengizinkan pernikahan beda agama.
Dilansir dari mpr.go.id, Hidayat mengaku menyesalkan putusan tersebut. Sebab, PN Jakpus mengabaikan prinsip Indonesia sebagai negara hukum yang mengenal adanya hirarki perundangan yakni, Mahkamah Konstitusi (MK).
Di mana, sambungnya, MK telah berulang kali menolak permohonan uji materi UU Perkawinan beda agama di Tanah Air. Selain MK, Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun telah berfatwa menolak pernikahan apabila salah satu mempelainya adalah umat muslim.
Menurut dia, putuskan MK itu harusnya menjadi rujukan utama hakim PN Jakpus karena sesuai UUD NRI 1945, putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat, termasuk mengikat hakim yang berada di lingkungan Mahkamah Agung (MA).
Kritisi ini disampaikan Hidayat Nur Wahid melalui siaran persnya di Jakarta pada Minggu, 25 Juni 2023.
HNW sapaan akrabnya mengatakan, MUI dan Muhammadiyah dalam berbagai kesempatan termasuk persidangan judicial review terkait pernikahan beda agama di MK telah dengan tegas menolak terjadinya hal itu.
Tak hanya PN Jakpus, lanjutnya, hakim PN Yogyakarta, PN Surabaya, PN Tangerang, dan PN Jaksel juga harusnya menjadikan putusan MK sebagai rujukan utama apabila menghadapi permohonan pengesahan pernikahan beda agama.
Diketahui, sejumlah PN yang disebutkan juga melakukan tindakan serupa, yakni mengabulkan pernikahan beda agama.
Dia menilai, harusnya MA mendisiplinkan para hakimnya untuk melaksanakan ketentuan konstitusi, seperti menaati keputusan MK, merujuk UU Perkawinan, dan fatwa MUI agar tidak terulang kembali persoalan serupa.
Pasalnya, kata dia, pengabulan pernikahan beda agama ini meresahkan masyarakat dan mengganggu harmoni sosial di internal umat beragama.
Dalam kesempatan yang sama, HNW menuturkan bahwa UUD NRI 1945 memang mengakui adanya pernikahan, tetapi pernikahan yang sah menurut ajaran agama.
Hal ini, sambungnya, sesuai dengan Hak Asasi Manusia (HAM) yang dijamin dan diperbolehkan oleh UUD NRI 1945 Pasal 28B ayat (1) dan Pasal 28J ayat (2).
UU tersebut, tambahnya, yang menjadi rujukan MK menolak permohonan uji materi UU Perkawinan beda agama.
PN Jakpus Izinkan Nikah Beda Agama Islam-Kristen
PN Jakpus telah mengizinkan pernikahan beda agama antara Islam dan Kristen.
Dalam pertimbangan penetapannya, hakim Bintal AL mengatakan bahwa hal ini didasarkan pada alasan sosiologis, yakni keberagaman masyarakat.
Menurutnya, sangat ironis apabila pernikahan beda agama di Indonesia tidak diperbolehkan hanya karena tak diatur dalam suatu undang-undang.
Padahal, sambung dia, pernikahan antar agama secara objektif sosiologis merupakan hal yang wajar dan sangat memungkinkan untuk terjadi, mengingat letak geografis Indonesia, heterogenitas penduduk Indonesia, serta beragam agama yang diakui secara sah keberadaanya di Tanah Air.