PARBOABOA, Jakarta - Sistem pendidikan tradisional mendapat kritikan dari tokoh pendidikan terkenal asal Brazil.
Ia adalah Paulo Freire. Dalam bukunya yang berjudul Pedagogy of the Oppressed atau Pendidikan Kaum Tertindas, mengandung konsep-konsep seperti dehumanisasi, humanisasi, dialog, dan praksis
Buku yang terbit pada tahun 1970 ini, menunjukkan bahwa pendidikan bukan hanya alat untuk memberi pengetahuan, tetapi juga sarana untuk membebaskan manusia dari segala bentuk penindasan.
Selain itu Freire juga menegaskan pentingnya komunikasi dua arah dan kesadaran kritis dalam proses belajar mengajar.
Ia mengkritik model pendidikan tradisional yang disebutnya sebagai "sistem bank," di mana guru menjadi satu-satunya sumber pengetahuan, sementara siswa diposisikan sebagai penerima pasif (Samsul Bahri, 2019).
Selain memberikan kritikan, Freire juga memberikan langkah konkret untuk pendidikan pembebasan dengan mendorong interaksi aktif antara guru dan murid melalui pembelajaran yang dialogis, di mana murid memiliki ruang untuk mengemukakan pendapat, bertanya, dan berdiskusi.
Proses ini tidak hanya memberikan teori, tetapi juga melibatkan pembelajaran yang lebih mendalam.
Freire mengusulkan mekanisme pendidikan pembebasan yang terdiri dari dua tahap: pendidikan hadap masalah dan upaya dialogis.
Pendidikan hadap masalah memberikan kesadaran kritis serta komunikasi yang mendalam antara guru dan murid.
Sementara upaya dialogis memiliki dua dimensi, yaitu refleksi dan tindakan, yang mendorong siswa untuk merefleksikan dan bertindak berdasarkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan nyata.
Konsep pendidikan Paulo Freire telah diterapkan di berbagai negara, termasuk Afrika dan Amerika Latin. Hal tersebut berupaya untuk memberdayakan masyarakat mereka melalui pendidikan yang bersifat dialogis dan partisipatif.
Di Afrika, program-program pendidikan yang terinspirasi oleh Freire berfokus pada pemberantasan buta huruf dan peningkatan kesadaran politik.
Negara-negara seperti Guinea Bissau dan Mozambik mengadaptasi kurikulum yang mengaitkan pengalaman hidup masyarakat dengan materi pelajaran.
Kurikulum ini tidak hanya mencakup aspek akademis tetapi juga menekankan pada masalah sosial yang lebih luas.
Hal ini dapat membantu murid memahami konteks sosial dan mendorong mereka untuk berpikir kritis tentang peran mereka dalam masyarakat.
Salah satu contoh konkret dari pemikiran Freire adalah gerakan Movimento dos Trabalhadores Rurais Sem Terra (MST), di Brasil.
Gerakan ini membangun sekolah-sekolah di daerah pedesaan dan terlibat dalam proyek-proyek komunitas yang berfokus pada pertanian berkelanjutan, hak atas tanah, dan pengembangan ekonomi lokal.
Hal ini sejalan dengan pemikiran Paulo Freire, pendidikan di MST bertujuan untuk membebaskan individu dari kebohongan dan ketidakadilan.
Dengan memberikan akses kepada pendidikan yang relevan dan kontekstual, MST membantu masyarakat untuk mengembangkan kesadaran kritis dan kemampuan untuk berorganisasi demi perubahan sosial.
Untuk itu, buku Pendidikan Kaum Tertindas menjadi bacaan penting bagi pendidik dan aktivis sosial karena memberikan panduan yang jelas dan praktis tentang bagaimana pendidikan bisa digunakan sebagai alat penyebaran kesadaran kritis dan mendorong perubahan sosial.
Selain Itu, buku ini tidak hanya menyajikan teori-teori pendidikan tetapi juga menggambarkan praktik-praktik yang telah berhasil diterapkan di negara berkembang.
Serta mengajak pembaca untuk mempertimbangkan peran pendidikan dalam menciptakan masyarakat yang lebih adil dan memberikan wawasan berharga tentang bagaimana pendidikan dapat berfungsi sebagai alat untuk perubahan sosial.
Relevansi Pendidikan di Indonesia
Pertanyaan yang muncul adalah apakah sistem pendidikan di Indonesia saat ini masih terjebak dalam "sistem bank"?
Sistem pendidikan di Indonesia saat ini mengalami perubahan. Siswa tidak lagi diukur berdasarkan kemampuan menghafal dan memenuhi standar kurikulum yang kaku, melainkan melalui pengembangan pemikiran kritis, kreativitas, dan partisipasi aktif.
Melalui program "Merdeka Belajar" yang diinisiasi oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, pemerintah berupaya untuk keluar dari pendekatan "sistem bank" tersebut.
Dengan tujuan memberikan lebih banyak ruang kebebasan kepada sekolah, guru, dan siswa dalam proses belajar mengajar.
Dalam konsep Merdeka Belajar, guru didorong untuk menciptakan suasana belajar yang lebih interaktif, di mana siswa tidak hanya menerima pengetahuan secara pasif, tetapi juga aktif dalam berdiskusi, berkreasi, dan berpikir kritis.
Beberapa langkah konkret yang diambil dalam program Merdeka Belajar termasuk penyederhanaan kurikulum, penilaian yang lebih fleksibel, dan penghapusan Ujian Nasional sebagai satu-satunya penentu kelulusan siswa.
Kurikulum yang lebih sederhana dan fleksibel ini memberikan ruang bagi guru untuk mengembangkan metode pembelajaran yang lebih sesuai dengan kebutuhan siswa dan kontekstual dengan kondisi sosial-budaya di sekitarnya.
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim mengatakan, program merdeka belajar menjadi kunci dalam meningkatnya kualitas pendidikan di Indonesia selama lima tahun, (2/10/24).
Dengan demikian, program Merdeka Belajar adalah salah satu langkah signifikan yang dapat mendorong transformasi pendidikan ke arah yang lebih progresif, di mana siswa dan guru terlibat dalam proses pendidikan yang dialogis dan partisipatif.
Penulis : Kuni Hanifah