5 Peristiwa Kerusuhan dan Perkelahian Paling Brutal Dalam Sepak Bola Sepanjang Masa

Peristiwa kerusuhan dan perkelahian di Stadion Hillsborough (Foto: BBC.com)

PARBOABOA – Sepak bola merupakan salah satu olahraga terfavorit di dunia. Olahraga ini memiliki banyak sekali penggemar dan dimainkan di hampir seluruh penjuru dunia. 

Eropa dan Amerika Latin menjadi kawasan yang sering menciptakan klub dan pemain yang sangat cemerlang dan memiliki euforia penonton yang sangat tinggi.

Namun, di balik euforia sepak bola yang saat ini masih tinggi, ternyata ada beberapa peristiwa kelam yang pernah terjadi dalam dunia sepak bola. Berikut 5 persitiwa kerusuhan dan perkelahian paling brutal dalam sepak bola sepanjang masa yang wajib kamu ketahui.

Buenos Aires, Argentina (23 Juni 1968)

Ada 74 orang tewas dan lebih dari 150 lainnya terluka setelah pertandingan River Plate vs Boca Juniors.

Stadion Monumental menjadi saksi dari peristiwa kerusuhan dan perkelahian sepak bola antara dua tim ini. Pendukung Boca Juniors terjebak tidak bisa keluar dari pintu 12 setelah pertandingan berakhir.

Dalam kerusuhan dan perkelahian paling brutal dalam sepak bola di kandang River Plate tersebut, dari 74 yang tewas, 71 diantaranya disebutkan sebagai pendukung Boca Juniors dan 133 lainnya mengalami cedera parah.

Publik sepak bola Argentina kemudian menyebutnya sebagai “Pintu Neraka” karena ribuan orang mendesak masuk ke dalam lorong tersebut tanpa menyadari bahwa yang sudah dilorong tidak dapat membuka pintunya.

Stadion Heysel, Brussel, Belgia (29 Mei 1985)

Final Piala Eropa 1985 menjadi kenangan pahit bagi suporter sepak bola Inggris dan Italia. Sebab, pertandingan yang mempertemukan antara Liverpool dan Juventus itu terjadi peristiwa kerusuhan dan perkelahian paling brutal dalam sepak bola sepanjang masa.

Melansir dari Sportskeeda, 39 suporter sepak bola meninggal dalam peristiwa ini, 32 suporter Juventus, 4 orang warga negara Belgia, 2 orang Prancis serta 1 orang Irlandia. Sementara 600 orang lainnya terluka.

Peristiwa ini bermula dari suporter masing-masing klub yang saling mengejek dan melecehkan. Lalu tiba-tiba sekitar satu jam sebelum kick off kelompok hooligan Liverpool menerobos pembatas masuk ke wilayah tifosi Juventus. Tidak terjadi perlawanan karena yang berada di bagian tersebut bukanlah kelompok Ultras. 

Pendukung Juventus pun berusaha menjauh namun kemudian sebuah tragedi terjadi. Dinding pembatas di sektor tersebut roboh karena tidak kuasa menahan beban dari orang-orang yang terus berusaha masuk dan melompati pagar. Ratusan orang tertimpa dinding yang berjatuhan.

Peristiwa kerusuhan dan perkelahian sepak bola tersebut membuat seluruh klub asal Inggris dilarang tampil di kompetisi Eropa selama 5 tahun.

Stadion Hillsboroguh, Sheffield, Inggris (15 April 1989)

Peristiwa ini terjadi dalam pertandingan semifinal Piala FA pada 15 April 1989 yang melibatkan kedua klub besar pada saat itu, Liverpool dan Nottingham Forest. Pertandingan dilakukan di markas Nottingham Forest, Stadion Hillsborough. Seluruh tiket yang berjumlah 53.000 tiket terjual habis oleh kedua fans.

Tercatat 96 tewas dan ratusan terluka di Stadion Hillsborough yang penuh sesak.

Hillsborough bisa dibilang sebagai peristiwa kerusuhan dan perkelahian paling brutal dalam sepak bola paling parah di Negeri Ratu Elizabeth.

Saat itu, suporter yang sudah berbondong-bondong datang ke Stadion Hillsborough untuk menyaksikan pertandingan tersebut.

Sayangnya, jumlah mereka terlalu banyak untuk memasuki stadion yang kini berkapasitas 39 ribu orang tersebut.

Hasilnya, banyak suporter yang berdesak-desakan di tribun penonton.

Hal tersebut membuat beberapa suporter yang terlanjur berada di dalam terjebak bersama suporter lainnya dan tak bisa ke mana-mana.

Saat laga baru berjalan beberapa menit, wasit sudah harus menghentikan pertandingan pada pukul 15.06, akibat penonton memasuki lapangan.

Akan tetapi hal tersebut bukanlah sebuah invasi biasa namun sebuah upaya menyelamatkan diri dari kondisi yang akhirnya merenggut 96 nyawa suporter.

Stadion Accra Sport, Ghana (9 Mei 2001)

9 Mei 2001, stadion kebanggaan ibu kota Ghana, Accra Sports Stadium, menggelar sebuah laga seru yang melibatkan bentrokan dua rival abadi, yakni sang tuan rumah, Hearts of Oak, kontra tamu spesialnya, Asante Kotoko. 

Tak mengherankan jika 50 ribu kursi yang tersedia di stadion itu terisi penuh tanpa sisa, oleh pendukung kedua klub.

Sayup-sayup nyanyian dan makian lazim ala suporter fanatik kedua tim, jadi warna indah pertandingan bersejarah ini. 

Tensi dan aura mengerikan kemudian mulai hadir di menit ke-60, saat tim tamu unggul 1-0 lewat gol Lawrence Adjei. 

Wajah suporter tuan rumah yang jelas jadi mayoritas mulai berubah muram dan lantunan dukungan plus makian yang tadinya terdengar indah, mulai memekakkan telinga.

Namun situasi buruk itu seketika berbalik pada sang tamu, setelah Oak sukses membalikkan keadaan menjadi 2-1 di menit 77 dan 81. Sepasang gol emas itu diciptakan oleh pujaan tuan rumah, Ishmael Addo. 

Emas? Salah, mungkin lebih tepat disebut sebagai "Sepasang Gol Petaka Addo".

Beberapa detik saja selepas selebrasi menggelora Addo, atmosfer Accra Stadium berubah jadi mencekam. 

Para suporter Asante Kotoko yang tak terima dengan situasi timnya langsung menyerang suporter dan bangku cadangan pemain Oak, dengan melempar berbagai macam benda yang ada didekatnya. 

Suporter Oak langsung bertindak reaktif dengan balas menyerang menembus batas tribun suporter. Kondisi itu kemudian pecah nyaris di setiap sudut stadion.

Pertandingan lantas dihentikan dengan pemain, staf, serta perangkat pertandingan memasuki ruang ganti. 

Polisi pengaman pertandingan bertindak tegas, dengan melepaskan tembakan gas air mata serta peluru karet. 

Para penonton yang histeris dan tak terkendali, kemudian berlarian menghindari serangan menuju pintu stadion yang ironisnya terkunci! 

Kepadatan di tengah kericuhan itu tak menghindarkan adanya penonton yang terinjak, tergencet, kehabisan nafas, hingga akhirnya meregang nyawa.

Pada akhirnya, jumlah dari mereka yang kehilangan nyawa di akhir tragedi sungguh membuat kita mengelus dada, 127 jiwa.

Peristiwa kerusuhan dan perkelahian sepak bola paling brutal itu membut Accra Sports Stadium lantas ditutup selama empat tahun lamanya oleh federasi sepakbola Ghana, sebelum akhirnya difungsikan kembali dengan nama baru, Ohene Djan Stadium. 

Beberapa bagian yang rusak direnovasi dan di depan pintu masuk stadion didirikanlah sebuah monumen pengingat tragedi, yang diberi nama "Saya Penjaga Saudara Saya".

Stadion Port Said, Mesir (1 Februari 2012)

Kerusuhan Stadion Port Said adalah serangan massal yang terjadi pada 1 Februari 2012 di Stadion Port Said di Port Said, Mesir, saat pertandingan Liga Utama Mesir yang mempertemukan Al-Masry kontra Al-Ahly.

Setidaknya 79 orang tewas dan lebih dari 1000 orang terluka setelah ribuan suporter Al-Masry menyerbu lapangan, menyusul kemenangan 3-1 Al-Masry atas Al-Ahly.

Pendukung Al-Masry menyerang pendukung Al-Ahly dan juga para pemain menggunakan pisau, pedang, botol, dan petasan sebagai senjata.

Menurut laporan dari seorang pejabat di Kementerian Kesehatan Mesir, Hisham Sheha, kematian disebabkan oleh luka tusuk, pendarahan otak, dan geger otak.

Manuel Jose, pelatih Al-Ahly ditendang dan ditinju oleh suporter setelah ia tidak dapat kembali ke ruang ganti.

Peristiwa kerusuhan dan perkelahian paling brutal dalam sepak bola sepanjang masa ini membuat Liga Utama Mesir ditangguhkan selama dua tahun sebagai konsekuensinya.

Saksikan ulasan videonya di Kanal YouTube Parboaboa melalui tautan berikut ini: https://www.youtube.com/watch?v=MxgRQLKRJBA&t

Editor: -
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS