parboaboa

Kerap Diintimidasi, Human Rights Watch Desak Ada Payung Hukum Perlindungan Pers Mahasiswa

Muazam | Hukum | 22-05-2023

Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia menggelar seminar nasional soal perlindungan hukum bagi pers mahasiswa. (Foto: Andreas Harsono)

PARBOABOA, Jakarta - Human Rights Watch mendesak pemerintah Indonesia mendukung Dewan Pers membuat payung hukum perlindungan pers mahasiswa.

"Pers mahasiswa di Indonesia berhadapan dengan berbagai pelanggaran, dari intimidasi, penyensoran, pidana pencemaran, bahkan pembredelan. Mereka dibiarkan tanpa payung hukum guna membela diri dari serangan bertubi-tubi terhadap kebebasan pers ini,” ujar Wakil Direktur Asia Human Rights Watch, Phil Robertson dalam keterangannya, Senin (22/5/2023).

Pers mahasiswa merupakan unit kegiatan kampus yang disebut kerap mendapat kesulitan saat menjalankan kerja-kerja jurnalistiknya.

Menurut catatan Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI), terdapat 185 kasus pelanggaran kebebasan pers di berbagai kampus di rentang 2020 hingga 2021.

Pelanggaran tersebut termasuk ancaman, intimidasi, serangan fisik, penutupan media, serta mahasiswa dibuat keluar dari kampus karena pekerjaan jurnalistik. Pelanggaran paling umum dilakukan rektorat universitas dan orang-orang yang berkuasa lainnya di kampus.

Salah satu contoh pembredelan pers mahasiswa oleh kampus yaitu Lembaga Pers Mahasiswa Suara di Universitas Sumatra Utara (USU) di Medan pada 2019, usai kisah cinta lesbian yang mereka muat di website viral. Saat itu, sebanyak 18 jurnalis mahasiswa Suara USU dipecat. Kemudian pada Juli 2019, dua redaktur Suara USU mengajukan gugatan terhadap rektorat universitas, namun kalah di Pengadilan Tata Usaha negara Medan pada November 2019. 

Setelahnya, jurnalis mahasiswa yang dipecat tersebut mendirikan situs berita Wacana yang beroperasi di luar struktur kampus Januari 2020. Situs berita tersebut berjalan tanpa dukungan finansial kampus.

Kisah pelanggaran kebebasan pers mahasiswa juga pernah terjadi di Institut Agama Islam Negeri Ambon yang membredel majalah mahasiswa Lintas, memerintahkan keamanan kampus untuk segel ruang redaksi dan sita semua peralatan, setelah menuduh wartawan dan redakturnya mencemarkan nama baik kampus pada Maret 2022.

Saat itu majalah Lintas menerbitkan laporan panjang ihwal impunitas terhadap orang-orang yang dituduh lakukan kekerasan seksual terhadap mahasiswa, dan kegagalan pemimpin universitas mengatasinya.

MoU Perlindungan Pers Mahasiswa

Lembaga pemantau hak asasi Manusia, Human Rights Watch menilai, Dewan Pers seharusnya bisa berdialog dengan Polri, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, maupun Kementerian Agama, mencari kesepakatan yang mengarahkan penyelesaian semua perselisihan terkait media mahasiswa lewat mediasi. Termasuk menyusun dan membuat kesepakatan melindungi jurnalis mahasiswa dan penerbitan mereka.

“Pemerintah Indonesia seharusnya menanggapi berbagai persoalan dan kesulitan yang dihadapi redaktur pers mahasiswa,” kata Robertson.

Human Rights juga menilai, Undang-Undang Pers 1999 belum menaungi pers mahasiswa dalam penanganan masalah yang dihadapi. Di UU Pers, tugas Dewan Pers hanya menengahi sengketa pers yang berbadan hukum seperti perseroan terbatas, yayasan, atau koperasi yang secara khusus menyiarkan atau menyalurkan informasi. Sementara pers mahasiswa beroperasi di bawah universitas mereka dan tidak berbadan hukum.

Di sisi lain, Peneliti senior Human Rights Watch, Andreas Harsono menilai Dewan Pers perlu bernegosiasi dengan Menteri Pendidikan, Menteri Agama, dan Kapolri untuk merancang kesepakatan bersama atau MoU yang memuat setiap pengaduan soal delik pencemaran pers mahasiswa yang sampai ke polisi, harus diarahkan kepada Dewan Pers.

"Ia lebih baik, lebih cepat, dan lebih hemat, juga lebih melindungi kebebasan pers daripada lewat prosedur pidana," ujar Andreas saat dihubungi Parboaboa.

Kesepakatan bersama itu, lanjut Andreas, akan menjadi payung hukum bagi pers mahasiswa. Sehingga siapa pun yang merasa tak puas dengan pemberitaan pers mahasiswa bisa mengadukannya ke Dewan Pers.

Andreas menambahkan, penyelesaian sengketa pers mahasiswa di Dewan Pers jauh lebih baik, lebih cepat, dan lebih hemat daripada lewat jalur hukum pidana, maupun perdata.

"Kuncinya pada Kementerian Pendidikan dan Kementerian Agama," tegasnya.

Editor : Kurnia Ismain

Tag : #pers mahasiswa    #pers    #hukum    #dewan pers    #human rights watch    #pendidikan    #pori   

BACA JUGA

BERITA TERBARU