Urgensi RUU Kesehatan Gunakan Metode Omnibus

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia membuat Rancangan Undang-undang (RUU) Kesehatan dengan menginventarisasi penyusunan Daftar Isian Masukan (DIM). (Foto: Dok. Kemenkes RI)

PARBOABOA, Jakarta – Kementerian Kesehatan Republik Indonesia membuat Rancangan Undang-undang (RUU) Kesehatan dengan menginventarisasi penyusunan Daftar Isian Masukan (DIM) yang melibatkan aspirasi masyarakat lewat metode omnibus law. Kebijakan ini mendapat kritik.

Ahli Hukum Pidana dan Kesehatan, Muhammad Lutfie Hakim mengatakan, terlalu banyak aturan-aturan di bidang kesehatan yang tidak harmonis, sehingga metode omnibus law memang harus digunakan.

Lutfie menyebut, Indonesia memiliki banyak produk legislasi yang berjumlah 42.996 Peraturan Perundang-undangan (PUU). Jumlahnya sangat jauh dibandingkan negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Jerman, dan Belanda.

“Bahwa di negara kita ini yang namanya produk legislasi itu kebanyakan. Sebetulnya bisa dibuat satu, dibikin berserak-serakan. Ini yang gak bagus,” ucap Lutfie dalam Forum Grup Disscusion Partisipasi Publik RUU Kesehatan yang digelar Kemenkes secara daring dan offline di Jakarta, Senin (20/03/2023).

Dikatakan Lutfie, peraturan yang terlalu banyak tidak bagus dari segi asas dan filosopi, karena akan menciptakan ruang ketidakharmonisan dari satu peraturan ke peraturan lainnya.

“Hal yang harusnya filosopinya satu, tetapi karena dibuat dalam produknya berbeda-beda, filosopinya seolah-olah berbeda,” kata dia.

“Harusnya kan kalau kesehatan ya satu saja gitu loh asas filosopinya itu,” sambungnya.

Menurutnya, hal serupa juga terjadi pada berbagai peraturan di bidang korupsi.

“Korupsi itu sejauh yang saya ketahui termasuk peraturannya sangat banyak. Toh korupsinya gak kurang-kurang,” jelasnya.

Untuk diketahui, penyusunan RUU bisa menggunakan metode omnibus. Diatur dalam pasal 64 ayat 1 UU No. 13/2022 tentang perubahan kedua atas Undang-undang No. 12/2011 tentang pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

RUU Kesehatan akan mencabut dan menyatakan 9 UU tidak berlaku. Di antaranya, UU No. 4/1984 tentang wabah penyakit menular, UU 29/2004 tentang praktik kedokteran, UU 36/2009 tentang kesehatan, UU 44/2009 tentang rumah sakit, dan UU 18/2014 tentang kesehatan jiwa.

UU 36/2014 tentang tenaga kesehatan, UU 38/2014 tentang keperatawatan, UU 6/2018 tentang kekarantinaan kesehatan, dan UU 4/2019 tentang kebidanan.

RUU Kesehatan juga akan mengubah, menghapus, dan/atau menetapkan pengaturan baru pada beberapa ketentuan dalam empat Undang-undang di antaranya, UU No. 20/2003 tentang sistem pendidikan nasional, UU No. 12/2012 tentang pendidikan tinggi, UU No. 40/2004 tentang sistem jaminan sosial nasional, dan UU No. 24/2011 tentang badan penyelenggara jaminan sosial.

Editor: RW
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS