532 Bidan Batal Lulus Seleksi Calon PPPK, Kemenkes Dinilai Lakukan Maladministrasi

Ombudsman RI kritik Kemenkes terkait pembatalan kelulusan 532 calon PPPK (Foto: ombudsman.go.id)

PARBOABOA, Jakarta - Pembatalan 532 peserta Calon PPPK dengan latar belakang pendidikan D4 Bidan Pendidik menuai kontroversi di kalangan masyarakat.

Mereka dinyatakan tidak lulus karena tersandung masalah persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam Surat Edaran (SE) Dirjen Nakes Nomor PT.01.03/F/1365/2023.

Menanggapi hal ini, Ombudsman Indonesia mengidentifikasi adanya maladministrasi dalam proses pembatalan kelulusan seleksi calon PPPK pada formasi Bidan Ahli 2023. 

Temuan tersebut disampaikan Anggota Ombudsman, Robert Na Endi Jaweng dalam konferensi pers di Gedung Ombudsman RI, Jakarta Pusat pada Rabu (10/07/2024).

Praktik maladministrasi berasal dari pemeriksaan dokumen pada April 2024, wawancara pada Mei 2024, dan inspeksi lapangan pada Juni 2024. 

Ombudsman menemukan adanya penyalahgunaan wewenang dan tindakan melawan hukum oleh Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

Pengajuan maladministrasi pertama kali dilakukan oleh Ikatan Bidan Indonesia yang diwakili 532 pelamar yang kelulusannya dibatalkan. 

Robert menjelaskan masalah utama adalah kurangnya sosialisasi dan penjelasan terkait Surat Edaran Dirjen Nakes Nomor PT.01.03/F/1365/2023 kepada Panitia Seleksi Daerah (Panselda). 

Akibatnya, terjadi multitafsir dan perbedaan penerapan aturan di lapangan. 

Selain itu, BKN dinilai tidak konsisten, tidak kompeten, dan bersikap diskriminatif dalam menindaklanjuti SE tersebut. 

Robert menyebut pembatalan kelulusan 532 calon PKKK dianggap bertentangan dengan Pasal 66 Undang-Undang ASN.

Terkait hal ini, Ombudsman mengeluarkan dua rekomendasi korektif untuk BKN dan Kemenkes, yakni mengakomodasi lulusan dalam pengisian formasi dan memulihkan status kelulusan mereka. 

BKN dan Kemenkes diberi waktu 30 hari kerja untuk melaksanakan langkah-langkah korektif tersebut di bawah pantauan Ombudsman RI.

"Tujuan akhirnya yaitu agar mendapatkan kembali status kelulusan karena sebagian dari mereka telah memperoleh penetapan NIPPPK dan telah bekerja," ujar Robert.

Bagaimana Tanggapan DPR?

Terpisah, Anggota Komisi IX DPR RI, Edy Wuryanto, menyoroti nasib 532 bidan pendidik yang masih terkatung-katung setelah Kemenkes membatalkan status kelulusan mereka.

"Masalah ini harus segera diselesaikan. Banyak dari mereka sudah merayakan kelulusan dan usianya tidak muda lagi," ujar Edy dalam sebuah pernyataan pada Jumat (10/05/2024).

Ia menjelaskan kejadian ini berawal pada 2023 lalu, ketika para bidan tersebut mengikuti seleksi PPPK. 

Setelah lulus tes administrasi dan Computer Assisted Test (CAT), mereka dinyatakan lulus. Namun, setelahnya, Kemenkes membatalkan SK dan NIPPPK 532 bidan pendidik tersebut.

"Mereka sudah melalui seluruh proses dari pendaftaran hingga dinyatakan lulus. Semua sudah selesai," tegas Edy.

Ia pun menemui perwakilan bidan pendidik di daerah pemilihannya di Jawa Tengah III dan memberikan rekomendasi kepada Kemenkes. Meski sudah ada pertemuan, masalah ini belum terselesaikan.

Politikus PDIP itu mengungkapkan pembatalan SK dan NIPPPK disebabkan oleh maladministrasi persyaratan yang tidak sesuai antara Kemenkes dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. 

Padahal, para bidan tersebut sudah memiliki STR (Surat Tanda Registrasi) yang sah.

"Mereka telah memberikan pelayanan kesehatan selama bertahun-tahun, jadi masalah kompetensi seharusnya tidak perlu dipertanyakan lagi," jelas Edy. 

Ia juga menemukan contoh bidan di Blora yang telah melayani selama 23 tahun dengan gaji rendah namun tetap dipertanyakan kompetensinya.

Edy menemukan ada ketidakadilan dalam proses seleksi. Pada 2023 lalu, BKN mempermasalahkan kualifikasi D4 Kebidanan Pendidik, meskipun sebelumnya tidak menjadi masalah.

Bahkan, lanjutnya, Kemenkes pernah mengeluarkan aturan yang mengizinkan D4 Kebidanan atau D4 Kebidanan Pendidik untuk mengikuti seleksi PPPK.

Ia lantas mendesak Kemenkes untuk segera menyelesaikan masalah tersebut sebelum rekrutmen 2024 kembali dibuka. 

"Mereka sudah mengikuti aturan pendaftaran dan mengabdi sekian lama, tapi kenapa dipersulit?" tanyanya.

Editor: Defri Ngo
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS