parboaboa

Dirjen HAM: Atas Dasar Kemanusiaan Kita Harus Menampung Sementara Pengungsi Rohingya

Tiara | Nasional | 30-12-2023

Pengungsi Rohingya di Rudenim Belawan, Sumatra Utara pada 2012. (Foto: PARBOABOA/Ferry Sabsidi)

PARBOABOA,Jakarta–Konvensi Jenewa 1951 tentang pengungsi memang belum Pemerintah Indonesia meratifikasinya. Maka, penanganan pengungsi Rohingya memiliki kompleksitas tinggi.

Meski begitu, Direktur Jenderal Hak Asasi Manusia (Dirjen HAM) Kemenkumham, Dhahana Putra, berpandangan atas dasar kemanusiaan Negara Indonesia tetap harus menampung sementara para pengungsi Rohingya.

Sebab, ada prinsip non-refoulment yang sudah diakui sebagai hukum kebiasaan internasional.

“Prinsip non refoulment ini melarang negara untuk mengembalikan atau mengusir orang- orang ke negara asal atau negara lain yang berpotensi mendapat tindak persekusi, penyiksaan, pelanggaran HAM yang berat,” jelas Dhahana, Sabtu (30/12/2023).

Dia melihat adanya resistensi terjadi terhadap pengungsi Rohingya. Maka, memang perlu diintensifkan komunikasi dengan IOM, UNHCR, dan negara-negara tetangga.

Menurut Dhahana, supaya penanganan pengungsi tidak menimbulkan dampak negatif terhadap masyarakat lokal.

“Khususnya dalam konteks ini di Aceh,” ungkapnya.

Pengungsi Rohingya selama berada di Indonesia tetap diwajibkan untuk menaati peraturan perundang-undangan dan nilai-nilai kearifan lokal di Indonesia.

Supaya tidak memunculkan masalah-masalah sosial membuat gaduh.

“Di sisi lain, kami berharap semua pihak dapat menahan diri dari tindakan-tindakan provokatif agar tidak menimbulkan kondisi yang tidak kondusif di Aceh dalam penanganan para pengungsi Rohingya,” jelasnya.

Dhahana juga menyampaikan, bahwa keberadan para pengungsi Rohingya ini bersifat sementara di Aceh.

“Yang perlu digarisbawahi, keberadaan mereka di sini adalah sementara. Hingga nanti, UNHCR menentukan status sebagai pengungsi dan penempatan negara ketiga atau negara penerima para pengungsi Rohingya,” ungkapnya.

Tindakan kekerasan terhadap para pengungsi tempo lalu telah menjadi sorotan masyarakat internasional.

Sejumlah media internasional telah mewartakan insiden di Gedung Balee Meuseuraya Aceh pada Rabu 27 Desember 2023. Dirjen HAM tersebut berharap tidak terjadi lagi kejadian serupa memberikan citra negatif Indonesia.

Reaksi UNHCR Indonesia Pengusiran Pengungsi Rohingya Aceh

Sementara itu, saat aksi ratusan mahasiswa merangsek masuk ke Balai Meuseuraya Aceh. Lokasi penampungan sementara pengungsi Rohingya di Aceh.

Lantas membuat pengungsi Rohingya laki-kaki, perempuan hingga anak-anak harus beringsut pindah ke kantor Kemenkumham Aceh, Rabu 27 Desember kemarin.

Senior Communications Assistant UNHCR Indonesia, Muhammad Yanuar Farhanditya, kepada PARBOABOA menjawab beberapa pertanyaan menyoal hal tersebut, pada pukul 12.04 WIB, Sabtu (30/12/2023).

Berikut petikannya:

Aksi demo mahasiswa di Aceh terhadap penolakan kepada para pengungsi Rohingya, tentunya menjadi hal yang memprihatinkan.

Surat resmi yang dikirim oleh UNHCR Indonesia ke PARBOABOA. Dikatakan bahwa mereka para pengungsi  akan dipindahkan ke lokasi lain, di mana lokasi mereka yang terbaru saat ini? Apakah masih di sekitar Aceh? Atau langsung menuju tempat di lain Kota Aceh?

Sebelumnya kami ingin mengapresiasi pernyataan Menkopolhukam untuk memindahkan para pengungsi ke tempat yang lebih aman. UNHCR masih menantikan informasi teknis lebih lanjut terkait lokasi yang dimaksud.

Namun dapat dipastikan UNHCR dan para mitra kemanusiaan di lapangan akan terus melanjutkan dukungan perlindungan dan bantuan kepada pengungsi Rohingya, baik sekarang hingga nanti di lokasi yang ditetapkan.

Disampaikan juga bahwa ada sejumlah pengungsi yang mengalami trauma akan aksi tersebut, bisakah diceritakan lebih lanjut mengenai pengungsi  mengalami trauma tersebut?

Perlu diingat bahwa para pengungsi Rohingya ini, yang sebagian besar merupakan perempuan dan anak-anak, merupakan korban konflik dahsyat dan berkepanjangan di Myanmar, penuh dengan kekerasan.

Kehidupan di kamp-kamp padat di Bangladesh juga sangat rentan dengan berbagai ancaman bagi kehidupan mereka. Tindakan agresif para demonstran kemarin memicu trauma para pengungsi–mengingatkan mereka kembali akan kekejaman yang mereka dahulu hadapi dan memaksa mereka untuk melarikan diri demi menyelamatkan nyawanya.

Diketahui aksi tersebut dikarenakan adanya miss komunikasi dan ujaran kebencian yang digaungkan kepada massa. Miss komunikasi seperti apa yang dimakud dan ujaran kebencian seperti apa yang di sampaikan oleh pelopor kepada massa?

Temuan kami, banyak akun dan konten di sosial media yang selama ini menyebarkan berita-berita hoax. Ini dapat memicu sentimen kebencian dari masyarakat terhadap para pengungsi.

Sebagai contoh, kami menemukan setidaknya 30 akun palsu di TikTok yang mengatasnamakan diri sebagai UNHCR, yang kemudian membuat narasi-narasi palsu seperti ‘para pengungsi meminta pulau’, ini sama sekali tidak benar.

Kami sudah berkoordinasi dengan pihak aparat terkait, maupun rekan-rekan di media, untuk terus melawan miss informasi, disinformasi, dan hoax yang beredar.

Apakah sudah diketahui siapa pelopor aksi demo yang terjadi di tempat pengungsian Rohingnya? Siapa pelopor utama dan bagaimana kronologisnya?

Pantauan kami, para demonstran ini tidak sepenuhnya mewakili Institusi Pendidikan di Aceh. Kami kenal betul dengan tokoh-tokoh akademia di Aceh yang selama ini selalu mengedepankan nilai-nilai humanis, dan dengan jernih mencerna informasi serta tidak mudah termakan hoax.

Hingga saat ini pun, lingkaran akademik di Aceh terus mendukung upaya-upaya bantuan darurat terhadap para pengungsi Rohingya.

Info yang kami dapat, bahwa Wali Kota Medan, mengatakan ingin berkoordinasi dengan pihak yang terkait pengungsi Rohingya. Apakah sudah terjalin koordinasi tersebut?

Kami berharap bisa secepatnya untuk bisa berkoordinasi langsung dengan beliau. Tim di lapangan siap untuk segera bertemu.

Apakah sampai sekarang belum ada aksi yang dilakukan Wali Kota Medan, untuk pemindahan para pengungsi Rohingya ke Medan? Mengingat bahwa sekarang keadaan makin mengkhawatirkan?

Tim kami di Medan berkoordinasi secara rutin dengan Kesbangpol dan semua lembaga pemerintah yang tergabung dalam Satgas Pengungsi Luar Negeri untuk mendiskusikan penanganan pengungsi luar negeri di Kota Medan.

Kami juga telah beberapa kali menyampaikan permohonan audiensi ke Wali Kota Medan, dan berharap dapat segera bertemu dengan beliau untuk berkoordinasi.

Solusi apa yang diberikan pihak UNHCR maupun pihak terkait kepada para pengungsi maupun pada massa yang menolak adanya pengungsi Rohingya yang berada di wilayah mereka?

Pada prinsipnya UNHCR mengikuti saran dari Pemerintah mengenai penempatan pengungsi Rohingya. Dan kami siap untuk melanjutkan perlindungan dan bantuan untuk pengungsi di mana pun mereka berada.

Jadi dalam bekerja, kami selalu berkoordinasi erat dengan pemerintah baik di tingkat daerah maupun nasional. Dengan masyarakat setempat di mana pun itu.

Seperti yang biasa kami lakukan, tentu kami akan komunikasi dan sosialisasikan mengenai kegiatan respons darurat terhadap pengungsi-dan ini juga dilakukan melalui kerja sama dengan tokoh-tokoh akademia, pemuka agama, media, dsb.

Biasanya, kami selalu melibatkan warga setempat dalam respons kami–seperti penyediaan makanan, air bersih, dan sebagainya.

Hal ini diharapkan dapat menjadi timbal balik positif baik bagi masyarakat setempat maupun bagi para pengungsi sendiri. Perlu dicatat, bahwa respons terhadap pengungsi sepenuhnya tidak bergantung pada APBN/APBD. Meski begitu, tentu kami sangat mendukung siapa pun, baik invididu maupun organisasi, yang ingin membantu pengungsi.

Editor : Ferry Sabsidi

Tag : #Dirjen HAM    #Pengungsi Rohingya    #Nasional    #UNHCR Indonesia    #Aceh    #Konvensi Jenewa 1951    #Pengusiran Pengungsi Rohingya   

BACA JUGA

BERITA TERBARU