Kota Tidak Tertata, Jalan Protokol Disalahgunakan

Sejumlah kendaraan parkir dan aktivitas pedagang di Jalan Patuan Anggi, Kelurahan Baru, Kecamatan Siantar Utara, Pematangsiantar. (Foto:Parboaboa/David Rumahorbo))

PARBOABOA, Pematangsiantar – Rhy (70) tampak kesal. Kondisi jalanan di depan rumah pedagang asal Patuan Anggi itu telah berubah. Tak seperti dulu yang begitu lengang, kini disesaki para pedagang kaki lima. 

Setiap kali hendak keluar rumah, Rhy bersama warga lainnya harus berjuang melewati kerumunan para pedagang yang memadati bahu jalan. 

Kondisi ini, bagi Rhy, sudah tidak bisa dibiarkan lagi. Jika tidak segera dibenahi, akses warga yang tinggal di seputaran Patuan Anggi bakal mengalami kendala.

“Para pedagang ini menggunakan bahu jalan utama untuk berjualan, dan itu menghalangi akses kami yang tinggal di sini.” jelasnya kepada Parboaboa dengan nada penuh kemarahan.

Rhy dibikin makin geram lantaran lokasi Pasar Parluasan,  tempat yang seharusnya digunakan para pedagang untuk berjualan, hanya berjarak beberapa meter dari tempat tinggalnya .

Namun, entah mengapa, para pedagang lebih memilih memadati bahu jalan, menyebabkan kekacauan dan ketidaknyamanan bagi warga sekitar.

Pemandangan ini menjadi semakin parah di dini hari, ketika para pedagang sayur dan ikan mulai berkerumun di sepanjang jalan.

Mereka tampaknya tidak peduli bahwa kehadiran mereka mengganggu para pemilik rumah yang harus keluar masuk di tengah keramaian yang tidak beraturan tersebut.

Kalau saja mereka memberi jalan untuk masuk, “saya tidak akan begitu keberatan,” lanjut Rhy.

Kenyataan pahit yang  dihadapi Rhy tidak berhenti di situ, ia dan warga sekitar juga sering menjadi sasaran celaan karena mencoba mempertahankan hak mereka.

“Capek rasanya terus-menerus menegur mereka. Kalau saya mendadak sakit tengah malam, bagaimana saya bisa keluar?” keluh Rhy.

Sementara Maria Sitinjak, seorang penjual ubi yang sudah berusia 75 tahun, mengutarakan alasan berjualan di bahu jalan.

Baginya, menjual sayuran di luar pasar memberikan keuntungan lebih besar.

"Di dalam pasar kurang laku, jadi semua berebut keluar," ujar Maria, kepada Parboaboa.

Maria menyadari, keputusan untuk berjualan di pinggir jalan bukan tanpa konsekuensi.

“Ya ketertiban kota harus dikorbankan,” katanya.

Walau demikian, dia tetap membenarkan keputusan tersebut karena  ia merasa sudah membayar iuran julan kepada pemilik rumah sekitar.

“Setiap hari, para pedagang membayar iuran kepada pemilik rumah sekitar, mulai berjualan sejak pukul 3 pagi hingga 7 pagi,” ungkapnya.

Kondisi ketidakaturan yang terjadi di beberapa titik di jalan protokol Pematangsiantar ini turut disoroti Kepala Bidang Penegakan Peraturan Daerah Pematangsiantar, Rahmad Affandi Siregar.

Ia menegaskan bahwa aktivitas perdagangan di jalan protokol ini adalah pelanggaran.

"SPT penertiban sudah dikeluarkan," ujarnya kepada Parboaboa.

Namun menurutnya, penertiban yang dilakukan tampaknya masih belum mampu mengatasi akar permasalahan.

Sementara Kepala Bidang Tata Ruang Musa Silalahi, menekankan pentingnya penegakan aturan terkait fungsi bahu jalan.

Sebab pelanggaran ini jelasnya, tidak hanya mengganggu ketertiban, tetapi juga melanggar Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2006 tentang fungsi, tata letak ruang, dan pengawasan jalan.

"Pemerintah kota Pematangsiantar telah merencanakan pengembangan pembangunan pasar baru yang diharapkan dapat menjadi solusi," jelas Musa.

Meski demikian, upaya penertiban dan pengaturan yang dilakukan sejauh ini belum memberikan hasil yang signifikan.

"Dibutuhkan pembinaan dan pengendalian yang berkelanjutan," tambah Musa, menegaskan perlunya sinergi antara berbagai pihak terkait untuk mewujudkan kota yang tertata.

Sementara itu, usulan untuk Peraturan Daerah tentang ketertiban lalu lintas sebagai landasan hukum juga tengah diajukan.

Kepala Bidang Ketentraman dan Ketertiban Umum, Bilmar Saragih, menyatakan bahwa patroli rutin terus dilakukan untuk menertibkan pedagang yang membandel di Jalan Patuan Anggi.

Salah Fungsi

Penutupan jalan dalam UU LLAJ merujuk pada tindakan menutup jalan akibat digunakan untuk kegiatan yang tidak sesuai dengan fungsi aslinya.

Hal ini bisa berlaku untuk jalan nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten/kota, hingga jalan desa.

Yang dimaksud dengan "kegiatan di luar fungsi jalan" meliputi aktivitas keagamaan, kenegaraan, olahraga, serta kegiatan budaya lainnya.

Lebih rinci lagi, penggunaan jalan nasional dan provinsi bisa diizinkan untuk kepentingan umum dengan skala nasional.

Sementara itu, penggunaan jalan kabupaten/kota dan jalan desa dapat diizinkan untuk kepentingan umum yang bersifat nasional, daerah, atau bahkan untuk kepentingan pribadi seperti acara pernikahan, kematian, dan kegiatan sejenisnya.

Penggunaan jalan yang menyebabkan penutupan untuk kegiatan di luar fungsinya hanya bisa diizinkan jika tersedia jalan alternatif.

Pengalihan arus lalu lintas ke jalan alternatif harus dilengkapi dengan rambu lalu lintas sementara yang jelas.

Izin untuk penggunaan jalan nasional, provinsi, kabupaten/kota, dan desa diberikan oleh pihak kepolisian.

Dasar hukum lain yang mengatur penggunaan jalan untuk kegiatan di luar fungsinya tercantum dalam Pasal 11 ayat (9) dan ayat (10) UU 2/2022, yang menekankan bahwa pemanfaatan bagian-bagian jalan di luar peruntukannya harus mendapatkan izin dari penyelenggara jalan sesuai dengan kewenangannya.

Pelanggaran terhadap izin ini dapat dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis atau denda.

Hukumnya Berjualan di Jalan dan Trotoar

Mengganggu fungsi jalan dan trotoar menurut UU LLAJ bisa berujung pada sanksi pidana, dengan ketentuan sebagai berikut:

Setiap orang dilarang melakukan tindakan yang merusak atau mengganggu fungsi jalan.

Pelanggaran terhadap ketentuan ini bisa dihukum dengan penjara hingga 1 tahun atau denda maksimal Rp 24 juta.

Setiap jalan yang digunakan untuk lalu lintas umum harus dilengkapi dengan fasilitas, termasuk trotoar sebagai jalur pejalan kaki.

Mengganggu fungsi fasilitas jalan seperti trotoar. Misalnya dengan menjadikannya tempat berdagang juga dilarang.

Pelanggaran yang mengakibatkan gangguan pada fungsi trotoar dapat dikenakan hukuman penjara hingga 1 bulan atau denda maksimal Rp 250 ribu.

Namun, Pasal 13 Permenpu 3/2014 memberikan pengecualian terkait pemanfaatan trotoar.

Pemanfaatan trotoar untuk kegiatan seperti perdagangan bisa diizinkan jika memenuhi pertimbangan tertentu, seperti jenis kegiatan, waktu penggunaan, jumlah pengguna, dan ketentuan teknis lainnya.

Oleh karena itu, trotoar bisa digunakan untuk kegiatan perdagangan, khususnya Kegiatan Usaha Kecil Formal (KUKF), asalkan sesuai dengan fungsi sosial dan ekologis yang ditetapkan.

Editor: Norben Syukur
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS