Libur Terlalu Banyak Dinilai Ganggu Perekonomian, Pengamat Sumut: Tidak Ada yang Pasti

Ilustrasi daerah perbelanjaan yang sepi karena libur panjang. (Foto: PARBOABOA/Fika)

PARBOABOA, Medan – Banyaknya tanggal merah di Indonesia dinilai mengganggu perekonomian domestik, khususnya pada dunia usaha.

Dalam pertemuan DBS Asian Insights Conference 2024, seorang Ekonom Senior, Raden Pardede mengungkapkan bahwa tanggal merah atau libur di Indonesia terlalu banyak.

Berbeda dengan negara lain yang libur hari besar agamanya hanya sedikit. Mengingat beberapa negara hanya mengakomodasi sedikit agama saja.

Karenanya dunia usaha di negara lain lebih tidak terdistraksi oleh libur panjang.

“Jadi harapan saya, kita harus memikirkan ulang libur bersama. Mungkin masing-masing tokoh agama juga memikirkan jangan terlampau banyak libur keagamaan,” ucapnya.

Terlalu banyak libur menurut Raden Pardede bukan hanya berpengaruh terhadap pekerja dan dunia usaha.

Hal ini juga berdampak pada murid-murid yang sedang menempuh pendidikan. Libur panjang disinyalir dapat menurunkan jam belajar murid di Indonesia dibandingkan dengan di negara lain.

Berdasarkan peraturan yang tertuang dalam Keputusan Bersama Nomor 855 tahun 2023, Nomor 3 tahun 2023 dan Nomor 4 tahun 2023 tentang Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama Tahun 2024, total sebanyak 27 hari atau hampir 1 bulan jumlah hari libur sepanjang 2024.

Sedangkan jika dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia, tercatat hanya memiliki jumlah tanggal merah sebanyak 23 kali sepanjang tahun.

Namun catatan ini berbeda-beda tergantung negara bagian di negara itu.

Pengamat Ekonomi Sumatera Utara, Gunawan Benjamin mengatakan jika ada yang memberi ungkapan itu wajar saja. Pendapat itu memang benar adanya. Semakin banyak libur tentunya produktivitas akan mengalami penurunan.

Akan tetapi, menurut Gunawan Benjamin, dalam ilmu ekonomi tidak kada yang pasti seperti itu. Dalam konteks tertentu libur panjang justru tetap dibutuhkan dan bisa mendorong geliat perekonomian.

Contohnya, libur panjang Idul Adha kemarin. Nyatanya bisa mendorong belanja masyarakat sehingga penjualan ritel bisa diselamatkan.

“Saya menilai apa yang dilakukan pemerintah dengan menetapkan libur panjang di hari raya Waisak, serta kenaikan Yesus Kristus sebelumnya merupakan strategi mendorong geliat ekonomi yang berulang,” jelasnya kepada PARBOABOA, Jumat (24/05/2024).

Libur panjang kedua dalam bulan ini, menurut Gunawan Benjamin, diperlakukan sama oleh pemerintah. Di mana saat ada hari besar yang hanya selisih sedikit dengan hari kerja, maka hari kerjanya diliburkan.

Pemerintah sedang memberi dorongan bagi masyarakat untuk berlibur dengan harapan belanja masyarakat dapat ditingkatkan. Sehingga belanja rumah tangga akan mengalami kenaikan.

“Apakah kebijakan itu akan efektif dalam mendorong belanja? Jawabannya akan selalu iya,” ungkap Gunawan Benjamin.

Meskipun kualitas belanjanya akan mengalami penurunan. Namun, memang kebijakan libur panjang ini tidak hanya bisa dilihat dari satu sudut pandang saja.

“Saya menilai kebijakan libur panjang untuk mendorong masyarakat belanja. Masyarakat kelas menengah ke atas dinilai efektif dalam mendorong geliat ekonomi,” paparnya.

Namun, apabila dilihat dari sudut tatanan ekonomi mikro. Tentunya banyak pelaku usaha yang dirugikan dengan banyaknya hari libur tersebut.

Berbeda dengan pelaku usaha di sektor pariwisata atau perdagangan ritel, yang justru diuntungkan dengan libur panjang.

Tidak semua pelaku usaha akan diuntungkan dengan kebijakan libur panjang yang terlalu sering.

Selain itu, di tengah melemahnya daya beli masyarakat, belanja atau konsumsi rumah tangga memang tetap menjadi andalan penggerak ekonomi di tanah air.

Semuanya kembali ke strategis pemerintah dalam mendorong geliat ekonomi. “Namun tidak memaksakan libur bersama ke semua instansi, saya pikir sudah merupakan keputusan yang tepat untuk dilakukan,” tandasnya. 

Editor: Fika
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS