Pakar otonomi daerah : Pemerintah Tak Boleh Angkat TNI-Polri Jadi Penjabat Gubernur

Ilustrasi: Kepala Daerah

PARBOABOA, Jakarta – Lantaran pilkada baru digelar pada 2024, bakal ada ratusan penjabat kepala daerah baru pada 2022 dan 2023. Pakar Otnomi Daerah Djohermansyah mengatakan penjabat gubernur, bupati, dan wali kota berasal dari kalangan aparatus sipil negara (ASN). Djohan mengingatkan pemerintah agar tidak mengangkat anggota TNI dan Polri sebagai penjabat gubernur menjelang Pilkada Serentak 2024.

Sebelumnya beberapa kasus kepala daerah terjadi di Indonesia seperti kasus penjabat gubernur dari kalangan Polri sempat ramai pada Pilkada 2018. Kala itu, Presiden Jokowi menunjuk Komjen Pol. Mochamad Iriawan alias Iwan Bule sebagai Pj. Gubernur Jawa Barat.

Kata Djohan, regulasi itu tertuang dalam pasal 201 ayat (9), (10), dan (11) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.

"Aturan main undang-undang jelas, kekosongan itu diisi ASN. Kalau polisi dan tentara bukan ASN. Nanti orang bisa berpikir ini ada dwifungsi lagi," kata Djohermansyah, Rabu (22/9/2021).

Djohermansyah menjelaskan yang menduduki jabatan gubernur adalah ASN pejabat pimpinan tinggi madya atau setara eselon I. Ia menyebut penjabat gubernur bisa dipilih dari lingkungan Kementerian Dalam Negeri atau kementerian lain yang berkaitan.

Sedangkan penjabat bupati dan wali kota berasal dari ASN pejabat pimpinan tinggi pratama atau setara eselon II. Unutk menjabat sebagai bupati/wali kota biasanya diambil dari lingkungan pemerintah daerah setempat.

Djohermansyah menyarankan pemerintah agar memilih penjabat kepala daerah dengan proses yang transparan. Hal itu untuk menghindari efek negatif seperti bisa menimbulkan kecurigaan publik.

Djohermansyah juga mengusulkan perpanjangan kembali masa jabatan kepala daerah hingga 2024. Menurutnya, ini bisa menjadi jawaban atas sejumlah terkait jabatan kepala daerah.

Dia berpendapat jika kepala daerah dari kalangan ASN pilihan pemerintah akan minim legitimasi karena ditunjuk oleh pemerintah. Namun jika memperpanjang masa jabatan kepala daerah yang sudah ada, cara ini bisa membuat legitimasi kuat pemerintah daerah, karena sebelumnya dipilih rakyat.

"Sebaiknya diperpanjang saja masa jabatan kepala daerah dan wakilnya. Misalnya, habis 2022, siapa gubernur dan wakil gubernur di sana ditambah dua tahun sampai 2024. Kalau habisnya 2023, tambah satu tahunan hingga didapat pejabat baru hasil pilkada 2024 nanti " tuturnya.

Djohermansyah mengatakan perpanjangan masa jabatan itu bisa dilakukan dengan revisi pasal 201 ayat (9), (10), dan (11) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Hal ini kata Djohermansyah , adalah kebutuhan yang mendesak, diman banyak daerah yang kekosongan pemimpin legitimate.

Editor: -
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS