parboaboa

Eksistensi Permainan Tradisional di Pematang Siantar Memudar Imbas Gim Online

Rizal Tanjung | Daerah | 12-10-2023

Eksistensi permainan tradisional di Indonesia, khususnya di Kota Pematang Siantar, Sumatra Utara, seperti permainan lompat tali mulai memudar seiring hadirnya gim online. (Foto: Pexels/RDNE)

PARBOABOA, Pematang Siantar - Eksistensi permainan tradisional di Indonesia, khususnya di Kota Pematang Siantar, Sumatra Utara mulai memudar seiring hadirnya gim online.

Gim online yang menjadi bagian dari kemajuan teknologi kini semakin mendominasi lantaran mudah diakses masyarakat, utamanya generasi muda. Mereka cukup menggunakan telepon seluler dan tenggelam dalam kesibukan bermain gim online.

Salah satunya Januardy (13), salah seorang siswa kelas 2 SMP di Pematang Siantar yang mengaku tidak mengetahui berbagai permainan tradisional.

"Saya tahu apa itu guli, tapi tidak pernah memainkannya," katanya kepada PARBOABOA di Taman Beo, Pematang Siantar, Rabu (11/10/2023).

Januardy yang saat diwawancarai PARBOABOA tengah asyik bermain gim online lewat telepon selulernya mengaku menggemari permainan-permainan berbasis internet ini sejak duduk di sekolah dasar.

"Dari SD saya sudah bermain game online di warnet (warung internet) dan HP," katanya.

Januardy mengatakan, orang tuanya tidak begitu melarangnya bermain gim online, asal ia telah mengerjakan tugas-tugas sekolah.

Berbeda dengan Januardy, siswa SMP lain, Rivaldi (13) mengaku masih memiliki kenangan bermain permainan tradisional yang biasa dimainkan saat ia masih di sekolah dasar.

"Saya dulu sering bermain guli, samberlang, alip cendong (petak umpet) dan locak," katanya sembari tertawa saat diwawancarai PARBOABOA.

Namun saat ini, Rivaldi enggan bermain permainan tradisional lagi. Warga Nagahuta itu lebih memilih bermain gim online di telepon selulernya.

"Sekarang saya lebih suka bermain game online di HP," katanya.

PARBOABOA pun mencoba melakukan eksperimen untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan remaja di Pematang Siantar soal permainan tradisional.

Namun, dari beberapa siswa SMP yang diwawancarai PARBOABOA, sebagian besar dari mereka tidak begitu mengenal permainan tradisional.

Hanya sedikit dari mereka yang mengetahui permainan tradisional, itupun yang biasa dimainkan saat perayaan Hari Kemerdekaan Indonesia, setiap 17 Agustus.

Sementara itu, salah seorang orang tua siswa, Rina (37), menilai, perlu ada keseimbangan antara permainan modern dengan tradisional.

Menurutnya, permainan tradisional bisa mengasah keterampilan motorik anak-anak. Hal itu yang tidak bisa didapat saat anak-anak bermain gim online.

Namun, kata Rina, lewat gim online, anak-anak bisa mengembangkan keterampilan berpikir, mengatur strategi dan bahasa asing.

"Sementara masalah hubungan sosial, anak-anak masih tetap bisa saling berinteraksi karena sering bersama bermain game online," imbuhnya.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Bidang Perlindungan Perempuan, Kualitas Keluarga dan Perlindungan Anak di Dinas Sosial Pematang Siantar, Ariandi Armas juga mengakui permainan tradisional di kalangan anak-anak semakin memudar.

Padahal, kata dia, anak-anak sangat memerlukan interaksi langsung yang diperoleh dari permainan tradisional untuk memenuhi kebutuhan sosial dan psikologis mereka.

Oleh karena itu, Ariandi menekankan pentingnya keseimbangan pemahaman anak-anak dalam permainan modern dengan tradisional.

Ia mengaku dinasnya tengah memikirkan cara untuk mengenalkan kembali permainan tradisional kepada anak-anak.

Apalagi menurutnya, memperkenalkan kembali permainan tradisional kepada anak-anak akan menjadi salah satu langkah dalam menjaga warisan tradisi.

"Dan juga, anak-anak bisa memiliki beragam pengalaman bermain yang bermanfaat," imbuh Ariandi Armas.

Dalam sebuah penelitian berjudul "Problem Pendidikan Video Games Dalam Perspektif Teori Simulacra Jean Baudrillard", Murtiningsih dan rekan-rekannya mengulas permasalahan ini.

Penelitian tersebut mengingatkan istilah "Simulakra" yang diperkenalkan oleh Jean Baudrillard, filsuf asal Prancis, pada akhir abad ke-20.

Simulakra itu sendiri merupakan salinan tiruan dari sesuatu yang tampak nyata, meski sebenarnya tidak memiliki akar dalam realitas.

Dalam riset tersebut dijelaskan bagaimana Baudrillard mengamati masyarakat modern yang sering kali hidup dalam dunia dipenuhi citra dan penafsiran, sehingga semakin menjauh dari realitas asli dan membangun realitas yang terdistorsi.

Video game sebagai contoh dari realitas virtual dalam era konsumsi massal saat ini, termasuk di kalangan anak-anak yang kini cenderung terpikat oleh berbagai bentuk tiruan.

Penelitian oleh Murtiningsih dkk mencatat bahwa video game dan teknologi virtual telah menghapus batasan antara dunia nyata dan dunia virtual.

Hal demikian bisa memengaruhi cara pandang anak-anak terhadap dunia, menjadikan mereka terperangkap dalam sub-realitas yang dibangun oleh video game dan menganggapnya sebagai bentuk realitas alternatif.

Dalam penelitian tersebut juga dijelaskan, permainan tradisional bergantung pada naratif, berbeda dengan video game yang memiliki logika yang memungkinkan anak-anak bermain tanpa batasan konseptual, dengan berbagai kemungkinan logis yang tak terbatas.

Penelitian juga mengingatkan kecenderungan bermain video game bisa menyebabkan anak-anak nantinya kesulitan membedakan dunia maya dengan dunia nyata.

Editor : Kurniati

Tag : #permainan lompat tali    #permainan tradisional    #daerah    #gim online    #pematang siantar    #berita sumut   

BACA JUGA

BERITA TERBARU