PARBOABOA, Jakarta- Aktivitas yang digelar Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) kembali mendapatkan diskriminasi. Kali ini di Kabupaten Sintang (Kalimantan Barat).
Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat sempat melayangkan permohonan kesepakatan mengenai Surat Edaran Bupati terkait larangan kegiatan JAI, Kamis (26/01/2023) lalu.
Penolakan juga terjadi di Parakansalak Kabupaten Sukabumi (Jawa Barat), dan Kabupaten Gowa (Sulawesi Selatan).
Wakil Ketua Setara Institute Bonar Tigor Naipospos mengatakan pemerintah harus melindungi dan menjamin hak atas kebebasan beragama sebagaimana yang tertuang pada Pasal 28E ayat (1) dan (2) serta Pasal 29 ayat (2).
“Hak atas Kebebasan Beragama/Berkeyakinan (KBB) JAI dijamin oleh UUD 1945, terutama Pasal 28E ayat (1) dan (2) serta Pasal 29 ayat (2). Oleh karena itu, pemerintah pusat dan pemerintah daerah (termasuk Forkopimda) harus proaktif melindungi dan menjamin hak konstitusional tersebut, alih-alih merestriksi dan mendiskriminasi mereka,” kata Bonar dalam keterangannya, Sabtu (04/02/2023).
Bonar mengatakan dalam Rapat Koordinasi Nasional Pelaksanaan Anggaran Pemerintah Daerah (Rakornas Pemda) pada Selasa (17/01/2023) lalu, ia sudah menyampaikan desakan pada Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk melakukan aksi nyata.
Seharusnya, lanjut Bonar, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) ikut berperan dalam melindungi dan menjamin hak kebebasan beragama untuk seluruh warga negara.
“Dalam konteks yang sama, Mendagri mesti menegur Forkopimda Kabupaten Sintang dan mendesak Bupati Sintang untuk tidak mengeluarkan surat edaran apa pun yang mendiskriminasi JAI sebagai warga negara. Pemerintah daerah di negara Pancasila ini tidak boleh bertindak diskriminatif dan/atau tunduk pada tekanan kelompok tertentu yang bertentangan dengan semangat toleransi dan kebebasan beragama/berkeyakinan,” sambungnya.
Sementara itu di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, Bonar mengintrusikan para polisi untuk mencabut dan menertibkan spanduk-spanduk yang memuat hasutan dan/atau ujaran kebencian terhadap JAI.
“Pembiaran spanduk-spanduk tersebut akan memantik gangguan keamanan dan merusak kohesi sosial. Membiarkan spanduk-spanduk penolakan dapat menyebabkan eskalasi konflik sosial, termasuk dalam bentuk perusakan tempat ibadah,” terangnya.