PARBOABOA, Jakarta - Belum lama ini, media sosial dihebohkan dengan unggahan tentang banyaknya anak-anak atau bocil cuci darah di Jakarta.
Berdasarkan unggahan itu, mereka disebut-sebut melakukan cuci darah atau hemodialisa di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta Pusat.
Dokter spesialis anak di RSCM, Eka Laksmi Hidayati membenarkan hal itu lewat akun Instagram resmi Rumah Sakit. Ia mengatakan, sebanyak 60 pasien anak sedang menjalani prosedur cuci darah.
Meski secara statistik tidak mengalami lonjakan kata dia, tetapi angka tersebut sudah tergolong banyak.
"Karena di satu rumah sakit saja kami punya sekitar 60 anak yang harus menjalani cuci darah secara rutin," kata Eka, Kamis (25/7/2024).
Dari 60 anak itu tidak semuanya hemodialisis dengan mesin, tapi ada yang melalui perut atau CAPD.
Eka menyampaikan ada 30 anak yang menggunakan metode hemodialysis dan wajib datang ke rumah sakit setiap minggu, sementara 30 lain yang menggunakan CAPD hanya wajib kontrol setiap bulan.
Banyaknya anak cuci darah ini sedikit agak mengherankan, karena biasanya, kondisi gagal ginjal yang mengharuskan cuci darah umumnya dialami oleh orang dewasa.
Lantas, apa penyebab sehingga mereka harus cuci darah sejak dini?
Terkait ini, Dr. Eka menjawab, banyaknya pasien anak cuci darah di RSCM tidak berkaitan dengan peristiwa gagal ginjal akibat obat sirup mengandung etilen glikol, sebagaimana pernah viral di Indonesia.
Ia menyebut dalam kasus di RSCM penyebabnya bervariasi salah satunya gagal ginjal bawaan lahir. Kelainan bawaan itu bisa berupa bentuk ginjal ketika lahir yang tidak normal atau fungsinya yang tidak normal.
Ia menjelaskan salah satu kasus fungsi ginjal tidak normal yang sering dijumpai adalah sindrom nefrotik, yakni kondisi ketika glomerulus rusak sehingga banyak protein yang bocor dari darah ke dalam urin.
Lalu ada juga yang disebabkan oleh sumbatan, seperti ginjal yang terbentuk hanya satu sejak lahir maupun karena ginjal yang satunya berukuran lahir kecil atau ada kelainan.
Sebagai informasi, SCM Jakarta merupakan rumah sakit rujukan karena tidak semua rumah sakit di Indonesia menyediakan layanan cuci darah.
Dengan demikian, dapat dipastikan pasien yang dilayani untuk cuci darah tidak hanya dari Jakarta dan Pulau Jawa, tetapi juga dari lain di luar Pulau Jawa.
Terpisah, dalam sebuah keterangan, Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Piprim Basarah Yanuarso menegaskan gagal ginjal pada anak disebabkan karena gaya hidup kurang sehat.
Dalam survei IDAI, kata dia, 1 dari 5 anak Indonesia berusia 12-18 tahun berpotensi mengalami kerusakan ginjal. Hal itu dibuktikan dengan ditemukannya hematuria dan proteinuria pada urine anak-anak, yakni adanya darah dan protein dalam air kencing mereka.
Ini, tegasnya, merupakan salah satu indikator awal kerusakan ginjal, terutama pada anak usia 12-18 tahun karena pola hidup tidak teratur.
"Pola makannya, pola geraknya, pola tidurnya sering begadang, dan malas gerak olahraga," kata Pripim menegaskan.
Itulah sebabnya ia menghimbau para orang tua mengawasi anak-anak dari pola makan, pola gerak hingga pola tidurnya. Termasuk mengajak anak agar aktif berolahraga.
Kata dia, olahraga yang rutin dan teratur membantu berfungsi baiknya organ-organ vital seperti jantung, ginjal dan sebagainya.