parboaboa

Hujan Tak Turun Selama 4 Tahun, Madagaskar Alami Kelaparan Hingga Makan Daun Kaktus dan Serangga

sondang | Internasional | 25-08-2021

Fandiova, distrik Amboasary, warga menunjukkan belalang-belalang sebagai makanan sehari-hari mereka kepada tim WFP yang berkunjung.

PARBOABOA, Madagaskar – Menurut PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa), Madagaskar menjadi negara pertama di dunia yang berada di ambang "wabah kelaparan karena perubahan iklim". Puluhan ribu orang sudah menderita pada level "bencana besar" dari kelaparan dan ketahanan pangan karena selama empat tahun negara itu tak pernah hujan.

Pasalnya, di negara ini telah terjadi kekeringan selama empat dekade dan telah menghancurkan komunitas pertanian yang terisolasi di bagian selatan negara itu, membuat warganya harus mengais-ngais serangga untuk bertahan hidup. Hal ini disampaikan oleh Shelley Thakral dari Program Pangan Dunia PBB, World Food Programme (WFP).

PBB memperkirakan bahwa 30.000 orang saat ini mengalami tingkat kegentingan pangan tertinggi yang diakui secara internasional dan ada kekhawatiran jumlah yang terkena dampak akan meningkat tajam seperti saat Madagaskar memasuki "musim paceklik" tradisional sebelum panen.

Di desa terpencil, Fandiova, distrik Amboasary, warga menunjukkan belalang-belalang sebagai makanan sehari-hari mereka kepada tim WFP yang berkunjung. Ia mengatakan membersihkan serangga ini sebisa mungkin, tapi sudah hampir tidak ada air.

"Anak-anak dan saya memakan ini setiap hari sekarang, selama delapan bulan, karena kami sudah tak punya apa-apa lagi untuk dimakan, dan tak ada hujan yang memungkinkan kami memanen dari apa yang telah kami tanam," tambahnya.

"Hari ini kami sudah tak punya apa-apa lagi untuk dimakan, kecuali daun kaktus," kata Bole, ibu tiga anak yang duduk di tanah yang kering.

Dia mengatakan, suaminya baru-baru ini meninggal karena kelaparan. Kondisi yang sama dialami tetangganya, yang meninggalkan dan menyerahkan dua anak untuk diberi makan.

"Saya mau bilang apa lagi? Hidup kami saat ini bergantung dari pencarian daun kaktus, lagi dan lagi, untuk bertahan hidup."

Dampak masa paceklik yang saat ini terjadi juga dirasakan di kota-kota lain di selatan Madagaskar, banyak anak-anak terpaksa mengemis di jalanan untuk mendapatkan makanan.

"Harga barang di pasar meningkat - tiga hingga empat kali lipat. Orang-orang menjual lahan mereka untuk mendapatkan uang, dan membeli makanan," tambah Tshina Endor yang bekerja untuk badan amal Seed di Tolanaro.

Rekannya, Lomba Hasoavana, mengatakan ia dan yang lainnya tidur di ladang singkong untuk berusaha melindungi tanaman dari orang-orang yang membutuhkan makanan, tapi hal ini terlalu berbahaya.

"Kami bisa mempertaruhkan hidup. Saya merasa sangat, sangat sulit karena setiap hari saya harus berpikir untuk makan buat diri sendiri dan keluarga saya," katanya, lalu menambahkan: "Segalanya bisa sangat tak terduga mengenai cuaca hari ini. Ini adalah pertanyaan besar yang harus digaris bawahi - apa yang akan terjadi besok?"

Editor : -

Tag : #bencana-alam    #internasional   

BACA JUGA

BERITA TERBARU