PARBOABOA, Jakarta - Jaringan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) berkedok cafe yang beroperasi di Gang Royal Kelurahan Penjaringan, Jakarta Utara, berhasil diungkap polisi.
Kapolsek Metro Penjaringan Kompol M Probandono Bobby Danuar mengatakan, jaringan TPPO ini dikendalikan oleh pengelola kafe berinisial M, yang saat ini masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) alias buron.
"M itu pemilik kafe. Kami akan telusuri terus untuk bisa melakukan penangkapan," katanya dalam konferensi pers yang digelar pada Jumat (19/8/2023).
Polisi juga berhasil menangkap TW (23), pria asal Lampung Selatan yang bekerja sebagai agen penyalur wanita yang dikabarkan akan bekerja sebagai pekerja seks komersial (PSK) oleh M.
Dalam keterangannya, polisi menyebut TW dan M telah bekerja sama selam lima bulan. Tugas TW adalah mencari korban melalui jejaring media sosial dengan menggunakan iklan.
Saat ini, terdapat 30 korban yang sudah berhasil direkrut. Meski demikian, TW mengaku tidak ada paksaan dalam proses prekrutan para pekerja seks komersial itu.
Praktik haram itu terkuak setelah kakak wanita terakhir yang direkrut TW berinisial MJS (19) membuat laporan poslisi karena mengaku adiknya disekap TW. Namun, TW sendiri menepis tudingan tersebut bahwa dirinya menyekap MJS.
TW juga mengaku mendapat keuntungan berkisar Rp 1-2 juta yang didapat dari pengelola cafe untuk setiap transaksi atas wanita yang direkrut.
Atas perbuatannya itu, TW dikenakan pasal berlapis di antaranya pasal 2 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO dengan ancaman hukuman penjara paling lama 15 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp120 juta dan paling banyak Rp600 juta.
Selanjutnya, polisi juga mengenkan pasal 296 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) atau pasal 506 KUHP tentang perbuatan cabul.
Dalam catatan Polri, sepanjang tahun 2020-2023, ada 500 kasus TPPO yang ditangani dengan total tersangka mencapai 500 orang.
Pada tahun 2020 Polri brhasil mengungkap 126 kasus yang terdiri dari 105 orang korban perempuan, 93 orang laki-laki dan 35 orang anak.
Kasus mengalami kenaikan pada tahun 2021 dengan total 122 kasus yang terdiri dari 165 korban perempuan, 59 laki-laki dan 74 anak.
Pada tahun 2022 kembali terjadi lonjakan kasus, yakni ada 133 kasus dengan jumlah korban cukup banyak, ada 336 perempuan, 306 laki-laki dan 21 anak.
Sementara itu, pada 2020 dan 2021, modus kasus kejahatan TPPO paling tinggi adalah dijadikan pekerja seks komersial (PSK), menyusul pekerja migran dan kasus asisten rumah tangga (ART).
Modus TPPO juga bervariasi, ada dijebak sebagai pekerja migran Indonesia (PMI), ada juga sebagai PSK. Selain itu, ada mudus pekerja anak yang dieksploitasi dan anak buah kapal (ABK).