PARBOABOA, Jakarta - Pasukan separatis Armenia di Nagorno-Karabakh, akhirnya menyerah dan setuju untuk gencatan senjata setelah serangan oleh Azerbaijan pada Rabu (20/9/2023) pukul 13.00.
Dalam kesepakatan tersebut, pasukan separatis akan membubarkan diri dan menyerahkan senjata mereka.
Gencatan senjata ini terjadi setelah pasukan Azerbaijan berhasil menembus pertahanan mereka dan merebut beberapa lokasi strategis.
Pemimpin separatis yang mengelola "Republik Artsakh" yang merdeka mengungkapkan bahwa mereka terpaksa menerima syarat-syarat Azerbaijan yang disampaikan oleh penjaga perdamaian Rusia.
Adanya kesepakatan gencatan senjata ini, dapat membuka peluang bagi Azerbaijan untuk menggabungkan sekitar 120.000 warga etnis Armenia ke dalam masyarakatnya.
Selain itu, Azerbaijan juga akan mengambil kendali penuh atas wilayah berbukit yang telah menjadi pusat dua perang sejak runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1991.
Armenia sendiri, mengklaim tidak memiliki kekuatan militer di Karabakh. Nikol Pashinyan, Perdana Menteri Armenia menyatakan bahwa pasukan negaranya tidak terlibat dalam pertempuran terbaru di Nagorno-Karabakh.
Kendati demikian, hal itu ditegaskan sebaliknya oleh Azerbaijan. Ia mengeklaim bahwa ada campur tangan kekuatan Armenia.
Konflik ini telah memicu kritik tajam dari Amerika Serikat dan beberapa negara Eropa, yang menekankan pentingnya penyelesaian masalah Karabakh melalui perundingan.
Hal tersebut dikarenakan munculnya kekhawatiran akan kondisi kemanusiaan yang semakin buruk di sana.
Sebagai informasi, konflik antara Armenia dan Azerbaijan telah berlangsung sejak tahun 1990-an, dengan pusat ketegangan terletak di Nagorno-Karabakh.
Wilayah tersebut secara resmi merupakan bagian dari Azerbaijan, tetapi dikuasai oleh etnis Armenia.
Pada tahun 2020, pertempuran sengit berkepanjangan antara kedua negara tersebut mengakibatkan ribuan korban tewas.
Upaya mediasi oleh Rusia berhasil mencapai kesepakatan gencatan senjata. Hal tersebut membawa Azerbaijan memperoleh sebagian besar wilayah Nagorno-Karabakh.