Normalisasi Dinasti Politik di Senayan

Ketua DPR RI, Puan Maharani. (Foto: dpr.go.id)

PARBOABOA, Jakarta - Sebanyak 580 anggota DPR RI terpilih dalam Pemilu Legislatif 2024 resmi dilantik pada Selasa, (1/10/2024) di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.

Ratusan nama yang dilantik tersebut mewakili hampir beberapa generasi, mulai dari baby boomer, milenial hingga dari kalangan gen Z.

Namun, pasca pelantikan, sorotan kini tertuju pada beberapa anggota DPR yang terafiliasi dengan dinasti politik.

Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia atau Formappi mencatat, dari 580 jumlah anggota DPR RI sebanyak 79 orang terafiliasi dengan dinasti politik.

Peneliti Formappi, Lucius Karus, menyampaikan indikatornya terlihat dari relasi kekerabatan anggota DPR terpilih dengan pemangku kekuasaan dan elite partai, mulai dari tingkat lokal sampai ke pusat.

Bahkan, kata dia, di periode ini angkanya mengalami peningkatan dibandingkan periode 2019-2024, dimana hanya ada 48 anggota dengan latar belakang serupa.

Beberapa di antaranya adalah pasangan suami-istri dari dapil yang berbeda, anak dan ibu, dan lebih banyak lagi anak elite partai dan anak kepala daerah.

"Itu semua kita kategorikan masuk sebagai dinasti politik," pungkas Lucius.

Lucius mengatakan, fenomena ini bukanlah hal baru dalam dunia politik Indonesia. Kedekatan dengan elite partai dan modal yang kuat menjadi faktor utama yang mempermudah anggota keluarga politisi melanjutkan karir di parlemen.

Analis Politik, Burhanuddin Muhtadi, menyebut suburnya dinasti politik di kalangan DPR akibat adanya normalisasi dari masyarakat.

Fenomena ini bahkan telah merambah ke perangkat politik desa. Celakanya, hal ini dimaklumi begitu saja karena tidak ada aturan yang melarangnya.

Jika dikanalisasi hanya pada anggota DPR, lanjutnya, ada 220 dari 580 anggota DPR yang punya ikatan politik dinasti.

"Dan sekali lagi, ini menunjukkan betapa politik dinasti mengalami normalisasi," pungkas Burhanuddin. 

Sementara itu, Pengamat Politik, Khoirul Umam mengatakan pembiaran terhadap dinasti politik menyebabkan terjadinya pelemahan terhadap partai politik (Parpol).

Ia berujar, seharusnya setiap Parpol mendahulukan sisi kualitas kader ketimbang variabel keluarga dalam menentukan calon pejabat publik.

"Bahwa dari sisi profesinalitas tetap tidak boleh kemudian dianggap sebagai variabel kesekian dengan meletakan variabel keluarga sebagai yang paling penting," kata Umam.

Menurutnya, di Indonesia, ini menjadi titik pembeda terutama jika merujuk pada komposisi DPR. Kalau terus dibiarkan, fenomena ini bisa menghambat regenerasi politik.

"Karena proses regenerasi berkutat pada level itu-itu saja, sehingga kemudian tidak terdistribusi secara merata padahal kita jumlah masyarakatnya luar biasa," cetusnya.

Dalam catatan Parboaboa, ada beberapa anggota DPR terpilih dari keluarga politisi ternama, salah satunya Puan Maharani, yang merupakan anak dari Megawati Soekarnoputri dan cucu dari Presiden pertama Indonesia, Soekarno.

Puan kembali terpilih sebagai Ketua DPR untuk periode 2024-2029, sementara putrinya, Pinka Haprani, juga dilantik menjadi anggota DPR di usia 25 tahun.

Selain Puan dan Pinka, cucu Soekarno lainnya, Romy Soekarno, juga berhasil melenggang ke Senayan. Ia menggantikan dua anggota DPR yang mengundurkan diri, yaitu Sri Rahayu dan Arteria Dahlan.

Sementara itu, anggota DPR termuda periode ini, Annisa Maharani Azzahra (23), adalah putri dari Desmon J Mahesa, anggota DPR 2019-2024, yang juga dikenal sebagai aktivis 1998. Desmon, yang sempat menjadi korban penculikan tim mawar, meninggal dunia pada 2023.

Di dunia hiburan, ada Verrell Bramasta yang kini menjadi anggota DPR dari Partai Amanat Nasional (PAN). Verrell adalah putra dari Venna Melinda, mantan anggota DPR yang pernah menjabat dua periode. 

Selain itu, musisi Ahmad Dhani juga ikut dilantik, menyusul istrinya yang telah lebih dulu menjadi anggota DPR. 

Keduanya mewakili daerah pemilihan (dapil) yang berbeda, dengan Ahmad Dhani mewakili Jawa Timur I dari Partai Gerindra, sementara istrinya terpilih kembali dari dapil Jawa Barat XI.

Selain nama-nama di atas, masih ada juga nama-nama lain yang terafiliasi dengan dinasti politik. Di Senayan mereka terpilih sebagai suami-istri, ibu-anak, bapa-anak dan ikatan kekerabatan lainnya.

Akademisi Fisipol UGM, Ari Dwipayana mengatakan, dinasti politik muncul karena tiga hal, yaitu orang ingin mempertahankan kekuasaan, terbentuknya kelompok terorganisir serta adanya kolaborasi antara penguasa dan pengusaha.

Menurutnya, hal ini termasuk kategori neopatrimonialisme, karena kekuasaan dipertahankan melalui keluarga atau hubungan dekat serta bertentangan dengan prinsip demokrasi yang mengutamakan kompetensi dan pilihan rakyat.

Kata dia, jika kuasa para dinasti di pusat dan di sejumlah daerah bertambah besar, "maka akan kian marak korupsi sumber daya alam dan lingkungan, kebocoran sumber-sumber pendapatan daerah, serta penyalahgunaan APBD dan APBN."

Ancaman politik dinasti kian mencemaskan mengingat survei Indikator Politik Indonesia akhir 2023 yang menunjukkan adanya sikap permisif masyarakat yang tinggi terhadap fenomena ini.

Survei memperlihatkan, sebanyak 42,9 persen responden menganggap dinasti politik sebagai hal biasa. Lalu, meski ada kekhawatiran dari 39,2 persen responden, jumlah tersebut menurun dari survei sebelumnya.

Editor: Gregorius Agung
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS