PARBOABOA, Jakarta - Wacana pembentukan kabinet zaken oleh Presiden terpilih Prabowo Subianto menjadi sorotan hangat di tengah dinamika politik Indonesia. Ide ini menarik perhatian karena menjanjikan pendekatan baru dalam pemerintahan.
Kabinet zaken, yang mengutamakan profesionalisme daripada afiliasi politik, dianggap sebagai solusi untuk menghadapi kompleksitas tantangan bangsa.
Namun, apakah ini bisa terwujud di tengah koalisi besar yang mendukung Prabowo?
Gagasan ini mendapat dukungan dari Koalisi Indonesia Maju (KIM), termasuk Partai Demokrat dan Partai Amanat Nasional (PAN).
Kamhar Lakumani dari Demokrat menekankan bahwa kabinet zaken perlu diisi oleh orang-orang dengan kompetensi, integritas, dan rekam jejak yang jelas.
Figur yang diberikan amanah adalah orang yang memiliki kompetensi,” integritas, dan rekam jejak yang memadai," kata Kamhar di Jakarta, Selasa (10/09/2024).
Demikianpun politisi dari PAN Viva Yoga Mauladi yang sependapat dengan hal tersebut.
Yoga menyoroti pentingnya memprioritas keahlian dan kemampuan tanpa memandang latar belakang partai.
Ia berharap harus diisi figur profesional, “apakah hal itu berasal dari partai politik atau non-partai politik,” kata Viva di Jakarta, Selasa (10/9/2024).
Lebih lanjut, ia menekankan dukungan ini menunjukkan adanya harapan baru untuk kabinet yang lebih fokus pada kinerja dan kemampuan nyata.
Namun, apakah ide ini realistis di tengah "koalisi gemuk" yang identik dengan pembagian jatah posisi?
Herdiansyah Hamzah, seorang ahli hukum tata negara dari Universitas Mulawarman, meragukan realisasi kabinet zaken di tengah koalisi besar.
Menurutnya, koalisi semacam ini sering kali lebih fokus pada akomodasi politik daripada profesionalisme.
Karena itu, ia meragukan wacana ini bisa terwujud, "bagaimana mungkin berpikir zaken kabinet dengan formasi koalisi gemuk ? Itu dua hal yang saling kontradiktif,” jelasnya, kepada media Selasa (10/9/2024).
Kabinet zaken jelasnya,perlu diisi para profesional yang ahli di berbagai bidang dan individu yang memiliki integritas.
Memahami Kabinet Zaken
Mengutip jurnal , “Sistem Pemerintahan pada Masa Demokrasi Liberal Tahun 1949-1959” karya Paizon Hakiki, kabinet zaken adalah kabinet yang terdiri dari para pakar di bidangnya dan tidak berdasarkan dukungan parlemen.
Kabinet ini dipilih berdasarkan keahlian dan muncul pertama kali pada 9 April 1957, dikenal juga sebagai Kabinet Djuanda.
Sementara pada Jurnal ,”Kolaborasi Kabinet Zaken dan Kabinet Koalisi dalam Pembentukan Kabinet Efektif” karya Reja Pahlevi dan Darul Huda Mustaqim dijelaskan bahwa Kabinet Djuanda dibentuk oleh Ir. Djuanda pada tahun 1957 untuk mengatasi krisis pemerintahan.
Karena itu, kabinet zaken memiliki peran penting, terutama dalam pembentukan kabinet darurat ekstra parlementer ketika kabinet-kabinet sebelumnya gagal terbentuk.
Jika merujuk pada buku, “Presidensialisme Setengah Hati”, karya Hanta Yuda AR, kabinet zaken disebut sebagai kabinet profesional dengan jumlah anggota dari partai politik yang tidak melebihi jumlah profesional.
Kabinet ini menekankan kompetensi dan profesionalisme dibandingkan akomodasi politik.
Demikianpun pada jurnal, “Kebijakan Politik Luar Negeri Indonesia Masa Kabinet Djuanda 1957-1959” yang ditulis Febta Pratama Aman, menekankan bahwa kabinet zaken atau kabinet karya tidak melibatkan unsur politik.
Meskipun beberapa menteri mungkin berasal dari partai politik tetapi tidak terlibat aktif dalam pergerakan politik partai.
Dengan demikian, kabinet ini menekankan keahlian dan kemampuan menteri daripada afiliasi politik mereka.
Kabinet zaken pertama kali dibentuk oleh Ir. Djuanda pada 1957 atas perintah Presiden Soekarno di tengah situasi politik Indonesia yang bergejolak.
Kabinet ini diberi tugas berat untuk mengembalikan stabilitas politik dan ekonomi Indonesia, termasuk menghadapi pergolakan di berbagai daerah dan memperjuangkan pengembalian Irian Barat.
Kabinet Djuanda juga merumuskan program Pancakarya yang berisi lima pasal penting untuk membangun kembali negara.
Meskipun kabinet zaken membawa perubahan besar di masa lalu, era politik Indonesia saat ini berbeda.
Sistem politik saat ini didominasi oleh koalisi besar dengan berbagai kepentingan yang harus diakomodasi.
Sementara dihadapan kondisi politik saat ini, apakah kabinet zaken bisa menghindari politik bagi-bagi jatah dan benar-benar fokus pada kinerja.
Tantangan Realisasi
Menghidupkan kembali kabinet zaken di Indonesia masa kini bukanlah perkara mudah. Koalisi besar yang mendukung Prabowo mungkin memiliki kepentingan politik masing-masing yang perlu dipertimbangkan.
Banyak yang menilai bahwa kabinet zaken bisa menjadi sekadar retorika jika tidak ada komitmen yang kuat dari Prabowo dan partai pendukungnya.
Jika kabinet ini hanya diisi oleh orang-orang yang tidak memiliki keahlian relevan atau hanya untuk bagi-bagi posisi, maka gagasan ini akan kehilangan esensinya.
Pembentukan kabinet zaken juga memerlukan regulasi yang jelas. Undang-Undang Dasar 1945 dan peraturan lainnya harus memastikan bahwa pemilihan menteri dan pejabat pemerintahan dilakukan berdasarkan kompetensi, bukan afiliasi politik.
Tanpa regulasi yang jelas, kabinet zaken mungkin hanya menjadi konsep yang sulit terwujud.
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara mengatur bahwa menteri adalah pembantu presiden dan bertanggung jawab kepada presiden.
Hal ini membuka peluang bagi presiden untuk menunjuk siapa saja sebagai menteri, baik dari partai politik maupun kalangan profesional.
Namun, tanpa pengawasan ketat, penunjukan ini tetap rentan terhadap intervensi politik.
Untuk mewujudkan kabinet zaken yang ideal, pemerintah harus berkomitmen penuh terhadap prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, dan meritokrasi.