Data Kemenkes: 18 Juta Masyarakat Indonesia Terinfeksi Hepatitis B di 2022

Sebanyak 7,1 persen atau sekitar 18 juta masyarakat Indonesia terinfeksi hepatitis B menurut data Kementerian Kesehatan tahun 2022. (Foto: istcockphoto)

PARBOABOA, Jakarta - Sebanyak 7,1 persen atau sekitar 18 juta masyarakat Indonesia terinfeksi hepatitis B menurut data Kementerian Kesehatan tahun 2022. Penyakit ini merupakan empat besar penyebab kematian di Indonesia, dengan perkiraan 51.100 kematian per tahun.

Juru Bicara Kementerian Kesehatan Mohammad Syahril memaparkan, setengah kasus hepatitis tersebut beresiko menjadi kronis, dengan 900 ribu kasus dapat menjadi kanker hati.

Syahril menyebut, penularan hepatitis B, C, dan D terjadi secara vertikal langsung dari Ibu ke anak, kemudian melalui cairan tubuh seperti air liur dan sperma, lalu melalui aktivitas seksual yang tidak aman, penguunaan tindik atau tato, serta penggunaan jarum suntik yang tidak steril pada pengguna narkoba.

Dari berbagai cara penularan tersebut, Syahril mengatakan, penularan kasus didominasi oleh penularan langsung dari Ibu ke anak, yaitu menyumbang sebesar 90-95% dari seluruh sumber penularan lainnya

“Sebanyak 50.744 Ibu hamil positif hepatitis B pada tahun 2022. Dari jumlah tersebut, sebanyak 35.757 bayi lahir dari Ibu yang positif hepatitis B,” ucap Syahril, dikutip Parboaboa dari laman Kemenkes, Kamis (18/05/2023).

Meskipun sebagian besar anak yang lahir dari ibu yang positif hepatitis B telah diimunisasi dengan Hb0 dan HBg kurang dari 24 jam setelah kelahiran, namun masih terdapat 135 bayi yang positif hepatitis B pada usia 9-12 bulan.

Syahril melanjutkan, saat ini belum ada pengobatan yang dapat menyembuhkan penyakit ini, oleh karena itu penting untuk memutus rantai penularan dengan memberikan vaksin hepatitis B secara lengkap agar dapat menurunkan prevalensi hepatitis B.

Untuk hepatitis B, Syahril mengatakan, deteksi dini dilakukan secara terintergrasi dengan pemeriksaan HIV dan sifilis pada minimal 80% ibu hamil (dikenal juga sebagai Triple Eliminasi).

 “Tujuannya untuk memutus atau mencegah penularan secara vertikal dari ibu ke anak,” tambahnya.

Lebih lanjut, Syahril menjelaskan bahwa saat ini pemberian imunisasi hepatitis B dalam tiga dosis pada bayi juga merupakan program imunisasi nasional untuk mengurangi insiden penyakit ini.

Selain itu, HB0 diberikan kurang dari 24 jam setelah kelahiran untuk mengurangi risiko penularan dari ibu ke anak. Pemberian HBIg juga dilakukan pada bayi yang lahir dari ibu yang reaktif terhadap HBsAg, dan Tenofovir diberikan kepada ibu hamil dengan viral load yang tinggi.

Selain ibu dan anak, Syahril juga mengingatkan deteksi dini pada kelompok berisiko juga harus dilakukan, seperti pada pengguna jarum suntik (penasun) dan eks penasun, ODHIV, pasien hemodialisa, populasi kunci seperti WBP, PS, dan LSL, Riwayat transfusi, riwayat tato, tindik dan pengguna alat medis tidak steril.

Secara khusus Syahril mengimbau masyarakat Indonesia untuk menghindari praktek seks berisiko, karena penularannya dapat melalui cairan tubuh termasuk dari air mani dan air liur.

Editor: Rini
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS