PARBOABOA, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap 28 orang terkait tiga klaster kasus korupsi yang melibatkan Bupati Kepulauan Meranti, Muhammad Adil.
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata menjelaskan bahwa puluhan orang tersebut ditangkap dari empat lokasi berbeda, yaitu Kepulauan Meranti, Kabupaten Siak, Kota Pekanbaru di Provinsi Riau, dan Jakarta.
“Dari kegiatan tangkap tangan ini, Tim KPK mengamankan 28 orang Kamis tanggal 6 April sekitar jam 09.00 malam,” ujar Alex pada konferensi pers, Jumat (7/4/2023) malam.
Alex mengatakan, OTT ini berawal dari adanya laporan masyarakat terkait dugaan penyerahan uang kepada penyelenggara negara, pada Kamis (6/4/2023) lalu.
"Tim KPK langsung bergerak ke wilayah Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau. Kemudian kami mendapatkan informasi adanya perintah Muhammad Ali untuk mengambil uang setoran dari pada Kepala SKPD melalui Restu Prayogi, selaku ajudan Bupati," jelas Alex.
Dalam operasi tersebut, tim KPK terlebih dahulu mengamankan Kepala BPKAD Kepulauan Meranti Fitria Nengsih dan Kabag Umum Tarmizi. Keduanya dibawa ke Polres Meranti sekitar pukul 21.00 WIB untuk diminta keterangan.
"Dari hasil permintaan keterangan Fitria Nengsih dan Tarmizi, diperoleh informasi adanya penyerahan uang untuk keperluan Muhammad Ali yang telah berlangsung lama hingga mencapai puluhan miliar," lanjutnya.
Bersama Polres Meranti, KPK melakukan pengamanan di rumah dinas Bupati, dan saat itu posisi Muhammad Ali ada di dalam rumah dinas.
"Selain itu turut diamankan dan dilakukan permintaan keterangan pada beberapa Kepala SKPD dan seluruhnya menerangkan telah menyerahkan uang pada Muhammad Ali melalui Fitria Nengsih," tegasnya.
Alex mengatakan, Muhammad Adil diduga memerintahkan SKPD untuk menyetor uang, dengan sumber uang berasal dari pemotongan uang persediaan (UP) dan ganti uang persediaan (GUP), masing-masing SKPD dengan besaran pemotongan sebesar 5-10 persen.
"Setoran ini disetorkan pada Kepala BPKAD Kepulauan Meranti FN selaku orang kepercayaan MA. Setelah terkumpul uang akan digunakan untuk operasi safari politik, rencana pencalonan MA dalam pemilihan gubernur 2024," jelas Alex.
Selain itu, sekitar pada Desember 2022, Muhammad Adil diduga menerima Rp1,4 miliar dari PT Tanur Mutmainnah melalui Fitria Nengsih selaku kepala cabang OG Tanur Mutmainnah atau jasa travel yang memenangkan pemberangkatan takmir masjid di Kepulauan Meranti.
"Program umrah ini sebenarnya 5 berangkat umrah lalu dapat 1 gratis. Tapi yang gratia ini juga ditagihkan ke APBD, harusnya diskon, tapi oleh MA san FN juga ditagihkan ke APBD. Sehingga terkumpul dana Rp1,4 miliar diberikan ke MA," ungkap Alex.
Untuk kluster ketiga, MA dan FN diduga menyerahkan uang Rp1,1 miliar kepada M Fajmi Areasa pemeriksa muda BPK Perwakilan Riau selaku ketua tim pemeriksaan BPK Riau untuk pengkondisian pemeriksaan keuangan Pemkab Kepulauan Meranti mendapat predikat baik atau WTP.
"Dari OTT diamankan bukti uang senilai Rp1,7 Miliar yang terdiri dari Rp 1 miliar diterima oleh auditor BPK muda tersebut dan sisanya dari SKPD," jelasnya.
Tiga tersangka OTT Bupati Meranti
Dalam kasus ini, kata Alex, tiga orang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam tiga klaster kasus tersebut yakni pemotongan anggaran seolah-olah sebagai utang kepada penyelenggara negara pada tahun anggaran 2022, dugaan korupsi penerimaan fee jasa travel umrah, dan suap pengondisian pemeriksaan keuangan Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti.
Mereka adalah Bupati Meranti Muhammad Adil (MA), Kepala BPKAD Pemkab Kepulauan Meranti sekaligus Kepala Cabang PT Tanur Muthmainnah Fitria Nengsih (FN), serta auditor muda Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) M. Fahmi Aressa (MFA).
KPK menyebutkan, Muhammad Adil ditetapkan sebagai tersangka penerima suap sekaligus pemberi suap. Sebagai penerima suap, Adil disangkakan melanggar Pasal 12 huruf f atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Sedangkan sebagai tersangka pemberi suap, Adil disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat 1 huruf a atau Pasal 5 Ayat 1 huruf b atau Pasal 13 UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Untuk tersangka Fitria selalu pemberi suap, disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat 1 huruf a atau Pasal 5 Ayat 1 huruf b atau Pasal 13 UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor.
Kemudian tersangka Fahmi selaku penerima suap, disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor.
Editor: Sondang