parboaboa

Aroma Janggal Pengadaan Pataka di Ratusan Sekolah Dasar Simalungun

TIM Parboaboa | Liputan Unggulan | 19-02-2024

Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Simalungun. (Foto: PARBOABOA/Jeff Gultom)

PARBOABOA - Deswita, bukan nama sebenarnya, tak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Air mukanya berubah ketika Parboaboa menanyakan perihal pembelian satu set pataka tut wuri handayani dan bendera merah-putih.

“Ada apa, ya? Itu sudah lama sekali, kenapa baru sekarang?” kata Kepala Sekolah salah satu sekolah dasar di Kecamatan Tanah Jawa, Kabupaten Simalungun, Sumatra Utara, itu balik bertanya. 

Pembelian pataka dan bendera merah-putih dilakukan ratusan sekolah dasar di Simalungun pada paruh akhir tahun anggaran 2023. Belakangan, diduga ada masalah di balik proses pengadaanya. 

Deswita mencoba mengingat-ingat awal mula pembelian pataka dan bendera tersebut. Semua berawal dari pertemuan kepala sekolah dasar se-Kecamatan Tanah Jawa dengan kordinator wilayah kecamatan (Korwilcam).

Waktu itu, pertemuan dihelat di ruang rapat salah satu sekolah dasar di Tanah Jawa. Ia lupa kapan persisnya rapat itu berlangsung. 

Ia hanya ingat, di akhir forum ada instruksi dari korwilcam untuk membeli pataka dan bendera. “Pak korwilnya langsung (yang mengarahkan), kata Deswita. 

Arahan itu yang membuat sebagian sekolah dasar di Simalungun membeli pataka dan bendera menjelang akhir 2023. Kedua panji-panji itu tampak di salah satu sudut ruangan ketika Parboaboa mewawancarai Deswita. 

Parboaboa juga menelusuri pembelian pataka oleh sekolah-sekolah dasar di Simalungun yang lain. Setidaknya ada tujuh sekolah yang Parboaboa datangi secara acak, yakni di Kecamatan Siantar (1 sekolah), Tanah Jawa (1), Gunung Maligas (3), Gunung Malela (2).

Semua kepala sekolah yang kami wawancarai menceritakan hal yang sama: pengadaan pataka dan bendera diarahkan oleh korwilcam. Korwil kecamatan adalah organ perwakilan Dinas Pendidikan Kabupaten Simalungun.

Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Simalungun. (Foto:PARBOABOA/Jeff Gultom)

Para korwil membawahkan kepala sekolah dasar di tiap kecamatan. Setiap kecamatan punya korwilcam masing-masing yang berbeda satu sama lain.  

Modus pengarahan di semua kecamatan punya kesamaan. Pertama-tama, setiap korwil mengumpulkan para kepala sekolah dalam satu forum. 

Di pertemuan itulah ada arahan untuk membeli pataka dan bendera. Korwil, berdasarkan pengakuan para kepala sekolah, tak hanya meminta kepsek membeli satu set pataka dan bendera. 

Mereka juga mengarahkan agar pataka dibeli dari CV Daulat Sekata melalui Sistem Informasi Pengadaan Sekolah (SIPLah). SIPLah merupakan platform besutan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 

Platform itu semacam lokapasar (marketplace) yang bisa digunakan pengelola sekolah di seluruh Indonesia untuk belanja barang dan jasa yang dibutuhkan. Transaksi di SIPLah dilakukan menggunakan anggaran yang berasal dari dana bantuan operasional sekolah (BOS). 

Dana BOS sendiri dikucurkan pemerintah ke setiap sekolah dengan tujuan membantu meningkatkan kualitas pembelajaran. 

Tujuh kepala sekolah dasar yang Parboaboa temui mengaku pembelian pataka dan bendera tidak terlalu penting. Mereka kompak mengeluhkan keharusan membeli pataka. 

Hal itu menyebabkan alokasi dana BOS untuk keperluan yang lebih prioritas menjadi terpangkas. “Masih banyak hal yang lebih penting seperti membeli buku,” ucap seorang kepala sekolah. 

Kepala sekolah lain juga mengutarakan keluh kesahnya. Menurutnya, dana BOS harusnya digunakan untuk meningkatkan mutu pendidikan. 

“Kalau udah ada kek gini, kek mana kami kepala sekolah mau meningkatkan?” ujarnya.

Menariknya, di Kabupaten Simalungun, arahan membeli pataka melalui SIPLah hanya diberikan kepada sekolah dengan jumlah murid lebih dari 100 siswa. 

Tujuh kepala sekolah dari empat kecamatan berbeda di Kabupaten Simalungun mengamini informasi itu. Hal ini menguatkan dugaan bahwa ada arahan yang tersistematis untuk membeli pataka dan bendera dari CV Daulat Sekata. 

Berdasarkan laman penjualan CV Daulat Sekata di aplikasi SIPLah, satu set pataka dan bendera dijual seharga Rp2,5 juta. Diduga angka tersebut telah dinaikkan dari harga wajar. 

Indikasinya Parboaboa peroleh ketika menghubungi pihak CV Daulat Sekata. Melalui aplikasi perpesan, kami menanyakan harga satu set pataka dan bendera di sana dengan menyamar sebagai calon pembeli. 

Berdasarkan harga yang diberikan melalui WhatsApp, CV Daulat Sekata menjualnya seharga Rp1,45 juta. Sementara, harga pataka dan bendera yang tertera di laman SIPLah Daulat Sekata dibanderol Rp2,5 juta, termasuk di dalamnya pajak Rp247.747. 

Artinya, sepasang bendera dan pataka dihargai Rp2,252,253, diluar pajak. Dengan demikian, terdapat selisih harga lebih tinggi Rp802,253 di aplikasi SIPLah dari banderol sebenarnya. 

Adapun sekolah dasar di Simalungun totalnya berjumlah 800-an. Parboaboa kesulitan memastikan berapa jumlah pataka dan bendera yang dibeli sekolah dasar di Simalungun. 

Pasalnya, instruksi pembelian pataka hanya diberikan kepada sekolah yang jumlah muridnya lebih dari 100 siswa. Parboaboa berusaha mengonfirmasi temuan itu ke Korwil Kecamatan Siantar, Tanah Jawa, Gunung Maligas, dan Gunung Malela. 

Kantor Koordinator Wilayah Kecamatan Siantar, Kabupaten Simalungun. (Foto: PARBOABOA/Jeff Gultom)

Kami mendatangi lokasi kantor mereka satu per satu. Hanya saja, tiap kali Parboaboa sambangi, semua korwilcam selalu tidak berada di tempat. 

Parboboa akhirnya menitipkan pesan untuk korwilcam melalui staf yang berada di sana. Namun hingga liputan ini ditayangkan, tak satu pun korwilcam yang memberi tanggapan. 

Korwil kecamatan sendiri berada langsung di bawah Dinas Pendidikan Kabupaten Simalungun. Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Simalungun, Sudiahman Saragih, mengaku tidak tahu perihal instruksi pembelian pataka dan bendera.  

Ia meminta Parboaboa menanyakan hal itu langsung ke Kepala Bidang Pendidikan Dasar Simalungun, Hormauli Purba. Hormauli membantah ada arahan untuk membeli satu set pataka dan bendera.

Berdasarkan petunjuk teknis, kata dia, penggunaan Dana Bos dikelola oleh pihak sekolah masing-masing. Sekolah bisa memutuskan untuk melakukan pembelian atau tidak.

“Saya rasa pihak sekolah sudah cerdas dalam hal tersebut,” kata Hormauli. Ia menegaskan, korwilcam tidak punya wewenang mengarahkan sekolah dalam hal pengadaan barang atau jasa. 

Kabid Dikdas Hormauli Purba (Foto: PARBOABOA/Jeff Gultom)

Daulat, pemilik CV Daulat Sekata, juga membantah menaikkan harga satu set pataka dan bendera merah-putih yang dijual lewat SIPLah. Menurutnya, keuntungan setiap pataka sekitar 15 persen dari harga jual. 

"Pemesanan secara satuan atau pribadi akan tetap saya jual dengan harga yang sama," katanya. 

Pengakuan tersebut bertolak belakang dengan temuan Parboaboa sebelumnya. Daulat pun menampik ada kerja sama dengan oknum di Dinas Pendidikan Simalungun. 

Berdasarkan catatannya, hanya 205 set pataka yang terjual melalui aplikasi SIPLah. Sementara itu, kejanggalan pengadaan pataka dan bendera agaknya sudah terendus aparat penegak hukum. 

Daulat mengaku pernah dimintai keterangan oleh Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Simalungun. 

Di lapangan, pengarahan penggunaan dana BOS oleh korwilcam ternyata merupakan praktik jamak. Sejumlah kepala sekolah di Simalungun menyatakan bahwa pengadaan pataka dan bendera bukan kejadian yang pertama. 

Korwil, menurut salah satu kepala sekolah yang menjadi sumber Parboaboa, juga kerap memberi arahan dalam pengadaan barang. Ia mencontohkan pembelian buku bahan ajar. 

"Biasanya dari pihak vendor juga dihadirkan dalam pertemuan (kepala sekolah dengan korwil)," ungkap salah satu kepala sekolah. 

Kepala sekolah tidak berdaya karena menganggap korwil merupakan kepanjangan tangan dinas pendidikan ke sekolah-sekolah. Mereka punya kewenangan dalam hal penyusunan anggaran dan pengawasan sekolah.

Almas Sjafrina, Koordinator Divisi Pelayanan Publik dan Reformasi Birokrasi Indonesia Corruption Watch, turut mengomentari dugaan penyelewengan dana BOS lewat aplikasi SIPlah. Ia menilai ada celah dalam penggunaan dana BOS di SIPLah.  

Salah satu yang ia soroti adalah lebih tingginya harga barang di SIPlah ketimbang di pasaran. Modus yang paling umum adalah adanya kontak di belakang transaksi. 

"Misalnya arahan kepada satuan pendidikan untuk memilih penyedia di SIPLah dengan disertai ada kickback, suap, atau komisi," ungkap Almas

Ia menilai perlu dilakukan pembenahan aplikasi SIPLah. Hal itu bertujuan untuk mendeteksi kemungkinan mark up harga. 

Ia mendesak pengelolaan dana BOS didorong agar lebih partisipatif, transparan dan akuntabel. Dengan begitu, tidak ada penghamburan dana BOS untuk keperluan yang tidak terlalu penting. 

Sebab, tren yang terjadi menunjukkan gelagat yang mengkhawatirkan. Korupsi dana BOS, berdasarkan penelitian ICW, cukup masif. Penyimpangan dana BOS, punya porsi 22 persen dari total kasus korupsi pendidikan yang ditindak penegak hukum dalam rentang 2016-2021.  

Reporter: Patrick dan Jeff 

Editor : Jenar

Tag : #Simalungun    #Pataka    #Liputan Unggulan    #sekolah dasar simalungun    #korupsi    #berita sumut   

BACA JUGA

BERITA TERBARU