Fenomena Ordal Meresahkan, Anies Baswedan: Bahaya Bagi Tatanan Demokrasi

Menurut Anies, ordal terjadi di berbagai lapisan masyarakat dan mengakibatkan kerusakan pada tatanan demokrasi. (Foto: Instagram/@cakiminow)

PARBOABOA, Jakarta - Calon presiden (capres) nomor urut 01, Anies Baswedan sempat menyinggung fenomena 'ordal' yang dinilai merusak tatanan demokrasi di Indonesia saat debat perdana capres.

Tak hanya itu, Anies menyebut ordal sebagai sesuatu yang menyebalkan, mengganggu meritokrasi, dan memudar etika.

Hal ini dikatakan Anies saat sesi tanya jawab antar kandidat pada debat capres yang berlangsung di kantor KPU RI, Menteng, Jakarta Pusat, pada Selasa (12/12/2023).

Fenomena ordal disampaikan Anies saat merespons jawaban capres nomor urut 02, Prabowo Subianto tentang putusan MK yang membolehkan umur calon presiden dan calon wakil di bawah usia 40 tahun.

"Fenomena ordal sangat mengganggu, apakah menjadi anggota kesebelasan, menjadi guru, membeli tiket konser, semuanya terkait dengan ordal. Hal ini menghambat sistem meritokrasi, bahkan menurunkan etika," tegas Anies.

Menurut Anies, ordal terjadi di berbagai lapisan masyarakat, seperti dalam perekrutan guru di Jakarta. Ini mengakibatkan kerusakan pada tatanan demokrasi.

Kemudian, Anies menyoroti beberapa komentar dari guru bahwa pengangkatannya memerlukan ordal, padahal di Jakarta ordal sudah digunakan. 

"Wong di Jakarta ordal, kenapa kita gak pake ordal, tatanan demokrasi ini menjadi rusak," ungkapnya.

Lantas apa pengertian ordal yang dimaksud oleh Anies Baswedan. Berikut penjelasannya.

Ordal merupakan singkatan dari orang dalam dan merujuk pada individu dengan akses khusus dalam suatu organisasi.

Akses ini bisa berupa kebijakan atau informasi rahasia. Ordal memainkan peran penting dalam mencapai tujuan seseorang dan sering muncul dalam rekrutmen di perusahaan. 

Dalam konteks politik, Anies menyoroti ordal sebagai fenomena yang dapat menciptakan ketidaksetaraan peluang dan mengabaikan nilai-nilai objektivitas.

Pernyataan Anies segera menarik perhatian publik karena ordal bisa menciptakan ketidaksetaraan dan mengabaikan prinsip keobjektifan. 

Fenomena ini, menurut Anies, berpotensi merusak tatanan kehidupan yang sudah terbentuk.

Dalam mengatasi ordal, diperlukan refleksi dan tindakan kolektif agar demokrasi tetap kokoh. 

Sehingga, dengan pemahaman yang lebih baik tentang ordal, masyarakat dapat bersama-sama membangun sistem yang adil dan inklusif.

Editor: Wenti Ayu
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS