parboaboa

Implementasi Kurikulum Merdeka di Sekolah, Sudah Layak atau Belum Jadi Kurikulum Nasional?

Ester | Pendidikan | 03-04-2024

Ilustrasi Pengimplementasian Kurikulum Merdeka di Sekolah (Foto:Parboaboa/Ester)

PARBOABOA - Kurikulum Merdeka telah menjadi topik hangat dalam diskusi pendidikan di Indonesia. Sejak tahun 2022, pemerintah Indonesia telah menerapkan Kurikulum Merdeka sebagai kurikulum pendidikan dasar. 

Dilansir dari laman resmi Direktorat Sekolah Dasar, KEMDIKBUD ID, Kurikulum Merdeka merupakan kerangka kurikulum yang bertujuan untuk memperdalam pemahaman konsep dan memperkuat kompetensi peserta didik melalui pembelajaran intrakurikuler.

Dalam Kurikulum Merdeka, guru memegang peranan krusial sebagai fasilitator yang menyesuaikan pembelajaran berdasarkan minat siswa. 

Karakteristik Kurikulum Merdeka ini didasarkan pada tiga kunci, yaitu pengembangan soft skill dan karakter, materi esensial, dan fleksibilitas pembelajaran.

Selain itu, implementasi Kurikulum Merdeka juga menekankan tiga aspek kemandirian, yaitu mandiri belajar, mandiri berubah, dan mandiri berbagi. 

Hal ini bertujuan untuk memperkuat kemandirian peserta didik dalam proses pembelajaran dan meningkatkan kemampuan adaptasi mereka dalam menghadapi perubahan serta mendorong kolaborasi dan berbagi pengetahuan di antara sesama.

Meskipun Kurikulum Merdeka bertujuan untuk mengembangkan kemampuan siswa, ada kekhawatiran tentang kelayakannya sebagai kurikulum nasional. 

Kendala seperti akses yang tidak merata, kurangnya sumber belajar yang cocok untuk setiap sekolah, serta persiapan guru dan sekolah yang belum memadai, menjadi alasan utama keberatan terhadap implementasi Kurikulum Merdeka.

Pandangan Mengenai Kurikulum Merdeka

Melalui kanal YouTube Guru Gembul, Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Anindito Aditomo, menyampaikan bahwa konteks kurikulum merdeka harus dilihat dari cita-cita merdeka belajar.

Menurutnya, hal ini bertujuan untuk menyediakan kesempatan belajar bagi semua anak kita, sehingga mereka semua dapat menjadi manusia mandiri dan belajar sepanjang hayat, yang memiliki kompetensi dan karakter yang relevan untuk kehidupan dan masa depan.

Anindito menjelaskan bahwa Kurikulum Merdeka Belajar memfokuskan pendidikan kepada murid, mengingat dalam 20 tahun terakhir, sistem pendidikan Indonesia telah meningkatkan angka partisipasi siswa berusia 15 tahun di sekolah dari 40% menjadi 80%. 

Sementara itu, tingkat partisipasi di SMP nyaris mencapai 100%, sementara kehadiran siswa di SMA juga telah meningkat signifikan selama dua dekade terakhir.

Meski demikian, Anindito menyampaikan bahwa anak-anak saat ini terkesan minim literasi dan hanya mengandalkan belajar dari sekolah saja. 

Bahkan dalam beberapa data tes internasional yang ditemukan oleh Kemendikbudristek, kemampuan memahami bacaan literasi membaca hanya sekitar 50%.

Dari situlah, kurikulum merdeka belajar difokuskan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.

Sementara itu, Doni Koesoema A, seorang pemerhati pendidikan sekaligus dosen di Universitas Multimedia Nusantara, Serpong melalui kanal YouTube Pendidikan Karakter I, memaparkan 13 kritiknya terhadap kurikulum pendidikan yang dijadikan sebagai kurikulum nasional.

Dalam video tersebut, Doni Koesoema menyatakan bahwa analisis akademis terhadap naskah Kurikulum Merdeka dianggap kurang mendalam dan kritis. 

Mengingat konteks demokrasi saat ini, umumnya naskah-naskah akademik lebih mudah diakses dan ditemukan oleh para akademisi.

Sayangnya, hal tersebut tidak terlihat dalam kurikulum merdeka, yang mana seharusnya menjadi alat kontrol publik untuk memahami dan melihat kerangka serta paradigma dari kurikulum merdeka yang sudah baik atau tidak.

Alasan berikutnya yang dikritik oleh Doni adalah, koherensi yang ada di dalam kurikulum merdeka. Dimana, dalam sebuah kurikulum nasional, ada tiga bagian besar yaitu tujuan pendidikan yang akan dicapai, pendekatan metodologis dan pedagogis yang digunakan dan yang ketiga adalah sistem evaluasi dan assesment dalam menilai keberhasilan kurikulum tersebut.

Mengacu pada tiga hal tersebut, dalam sistem penilaian dan evaluasi yang dibahas dalam kurikulum merdeka, strukturnya hanya terbatas dan hanya mengacu pada kelas dan sekolah. 

Padahal ini merupakan kurikulum nasional. Sehingga dibutuhkan sistem asesmen untuk menilai hasil belajar anak-anak Indonesia secara objektif dan penilaian ini dilakukan oleh lembaga yang mandiri dan independen tanpa adanya intervensi pemerintah.

Berkaitan dengan Pancasila, Doni juga menyampaikan jika profil pelajar Pancasila yang menjadi salah satu capaian dari kurikulum merdeka menjadi distorsi nilai-nilai Pancasila.

Penyebabnya adalah karena nilai-nilai dalam profil pelajar Pancasila tidak langsung berasal dari sila-sila Pancasila, yang dapat membingungkan pemahaman anak-anak Indonesia terhadap Pancasila.

Proses pembelajaran seperti ini dapat mengganggu pemahaman mereka tentang nilai-nilai Pancasila secara keseluruhan dan berpotensi menghalangi pemahaman yang lebih mendalam.

Beberapa alasan lainnya yang membuat Doni beranggapan bahwa kurikulum merdeka belum layak menjadi kurikulum nasional adalah, konsep materi esensial dalam Kurikulum Merdeka ternyata masih padat dan belum ada perubahan signifikan.

Selama tiga tahun implementasi Kurikulum Merdeka, skor tes PISA 2023 tetap terpuruk. Belum terbukti keampuhan Kurikulum Merdeka, dan kebijakan promosi, semua anak naik kelas, di dalam Kurikulum Merdeka, akan melemahkan etos siswa sebagai pembelajar.

Editor : Ester

Tag : #kurikulum merdeka    #kurikulum nasional    #pendidikan    #sekolah dasar    #kritik kurikulum merdeka    #pancasila   

BACA JUGA

BERITA TERBARU