Mengenal Jenis-jenis Kekerasan Seksual

Mengenal jenis-jenis kekerasan seksual. (Foto: PARBOABOA/Hasudungan Sirait)

PARBOABOA, Jakarta - Bukanlah sesuatu yang berlebihan jika Indonesia saat ini dikategorikan darurat kekerasan seksual.

Dalam banyak kasus, perempuan adalah kelompok paling rentan yang seringkali menjadi korban.

Bahkan, pelecehan yang mereka alami tidak saja terjadi di ranah privat tetapi juga di ruang-ruang publik.

Toh, kalaupun sejumlah upaya telah dilakukan, tantangan besar untuk memutus rantai perbuatan bejat ini tak pernah selesai.

Salah satu penghambat adalah adanya stigma sosial yang menghalangi korban untuk berbicara dan mendapat keadilan.

Liputan khusus Parboaboa bertajuk, Kekerasan Seksual di Sekolah Agama, memperlihatkan 'kegagapan' korban mengungkap kasus-kasus yang mereka alami.

Akibatnya, banyak dari mereka yang memilih diam karena takut dihakimi atau bahkan disalahkan. 

Kendati pada akhirnya, kasus-kasus tersebut tetap ditangani, prosesnya lambat dan memakan waktu yang lama.

Catatan tahunan Komnas Perempuan tahun 2022 mengungkapkan bahwa antara tahun 2015 hingga 2020, ada 11.975 kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan di 34 provinsi. 

Jumlah ini hanya sekitar 20 persen dari total kasus kekerasan di ranah privat. Selama periode yang sama, Komnas Perempuan menerima rata-rata 150 laporan kasus setiap tahunnya.

Sementara itu, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak mencatat 7.191 kasus kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan pada 2020. 

Setahun berselang, di 2021, tercatat 1.902 kasus kekerasan seksual dari total 3.122 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Lalu, survei Kemendikbud Ristek menunjukkan bahwa kasus kekerasan seksual juga marak terjadi di lingkungan perguruan tinggi. Hingga Juli 2023, tercatat 65 kasus kekerasan seksual di kampus.

Sedangkan, sepanjang tahun 2024, Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mencatat delapan kasus kekerasan seksual, dengan 62,5% atau lima kasus terjadi di lembaga pendidikan di bawah Kementerian Agama, termasuk di sekolah berasrama. Sisanya, 37,5%, terjadi di lembaga pendidikan di bawah kementerian tersebut.

Sebagian besar kasus terjadi di jenjang SMP/MTs/Ponpes (62,5%), sementara 37,5% terjadi di jenjang SD/MI. Pelakunya adalah guru dan siswa, dengan 72% merupakan guru laki-laki dan 28% murid laki-laki.

Kasus-kasus ini tersebar di berbagai daerah, seperti Yogyakarta, Gunung Kidul, Gorontalo, Palembang, Bojonegoro, Gresik, Agam, dan Karawang. 

Data ini hanya sebagian kecil dari kasus yang terpetakan oleh FSGI pada Januari hingga Agustus 2024.

Jenis-Jenis Kekerasan Seksual

Kekerasan seksual yang dilakukan di sejumlah tempat dilakukan dengan sejumlah modus. Komnas Perempuan mencatat beberapa jenis kekerasan seksual yang biasa dilakukan.

  • Eksploitasi Seksual

Eksploitasi seksual adalah tindakan menyalahgunakan kekuasaan atau kepercayaan untuk tujuan kepuasan seksual atau mendapatkan keuntungan, baik berupa uang, status sosial, politik, atau bentuk lainnya.

Salah satu contoh eksploitasi seksual yang sering terjadi adalah memanfaatkan kemiskinan perempuan, yang membuat mereka terjerumus ke dalam prostitusi atau pornografi. 

Contoh lainnya adalah menjanjikan pernikahan untuk mendapatkan layanan seksual dari perempuan, namun kemudian mereka ditinggalkan begitu saja.

  • Perkosaan

Perkosaan adalah tindakan memaksa seseorang untuk melakukan hubungan seksual dengan cara memasukkan penis ke vagina, anus, atau mulut korban. 

Perkosaan juga bisa terjadi dengan menggunakan jari atau benda lain. Dalam banyak kasus, tindakan ini dilakukan dengan kekerasan, ancaman, penahanan, tekanan psikologis, penyalahgunaan kekuasaan, atau memanfaatkan situasi yang penuh paksaan.

Dalam hukum Indonesia, istilah 'pencabulan' juga sering digunakan merujuk pada tindakan perkosaan yang tidak melibatkan penetrasi penis ke vagina. 

Istilah ini digunakan untuk menggambarkan hubungan seksual terhadap seseorang yang belum bisa memberikan persetujuan penuh, seperti anak-anak atau orang di bawah 18 tahun.

  • Pelecehan Seksual

Pelecehan seksual adalah tindakan yang menyasar organ seksual atau seksualitas korban, baik melalui sentuhan fisik maupun non-fisik. 

Ini bisa berupa siulan, pandangan menggoda, ucapan berbau seksual, menunjukkan materi pornografi, atau gerakan dan isyarat seksual. 

Tindakan-tindakan ini membuat korban merasa tidak nyaman, tersinggung, direndahkan, dan bahkan bisa berdampak pada kesehatan dan keselamatan mereka.

  • Perdagangan Perempuan untuk Tujuan Seksual

Perdagangan perempuan adalah tindakan memperdagangkan perempuan dengan cara merekrut, mengangkut, menampung, atau memindahkan mereka melalui ancaman, kekerasan, penculikan, penipuan, atau penyalahgunaan kekuasaan. 

Kadang, hal ini juga melibatkan penjeratan utang atau memberikan uang kepada korban atau pihak lain yang menguasainya. 

Tujuannya biasanya untuk prostitusi atau bentuk eksploitasi seksual lainnya. Perdagangan ini bisa terjadi baik di dalam negeri maupun antar-negara.

  • Pemaksaan Perkawinan

Pemaksaan perkawinan termasuk kekerasan seksual karena perempuan dipaksa menjalani hubungan yang tidak diinginkan, termasuk hubungan seksual. 

Ada beberapa bentuk pemaksaan perkawinan. Salah satunya adalah ketika perempuan dipaksa menikah oleh orangtuanya dengan seseorang yang tidak diinginkannya atau bahkan tidak dikenalnya. 

Ada juga kasus di mana korban perkosaan dipaksa menikahi pelakunya, dengan anggapan pernikahan ini bisa menghilangkan 'aib' akibat perkosaan. 

Lalu, ada praktik cerai gantung, di mana perempuan ingin bercerai tapi dipaksa tetap dalam perkawinan karena gugatan cerainya ditolak atau diabaikan, baik oleh suami maupun otoritas lainnya.

  • Perbudakan Seksual

Perbudakan seksual terjadi ketika seseorang merasa memiliki hak atas tubuh orang lain, sehingga mereka merasa bisa melakukan apa saja, termasuk mendapatkan kepuasan seksual melalui pemerkosaan atau kekerasan seksual lainnya.

Dalam perbudakan seksual, perempuan dewasa atau anak-anak bisa dipaksa untuk menikah, mengurus rumah tangga, melakukan kerja paksa, atau dipaksa berhubungan seksual dengan orang yang menyekap mereka.

  • Kontrol Seksual

Cara pandang masyarakat yang menganggap perempuan sebagai simbol moralitas komunitas seringkali membagi perempuan menjadi 'perempuan baik-baik' dan 'perempuan nakal'.

Perempuan juga sering disalahkan sebagai penyebab kekerasan seksual. Pandangan ini menjadi dasar untuk mengontrol perilaku dan seksualitas perempuan. 

Kontrol ini dilakukan melalui berbagai bentuk kekerasan atau ancaman kekerasan, baik langsung maupun tidak langsung, dengan tujuan agar perempuan mengikuti standar tertentu yang dianggap pantas untuk 'perempuan baik-baik.' 

Salah satu bentuk kontrol yang umum adalah pemaksaan dalam hal cara berpakaian.

Selain itu, kontrol seksual juga dilakukan melalui aturan-aturan seperti kewajiban berpakaian tertentu, larangan berada di tempat tertentu pada waktu tertentu, dan larangan berinteraksi dengan lawan jenis tanpa ikatan keluarga atau pernikahan. 

Aturan tentang pornografi juga lebih banyak didasarkan pada isu moralitas ketimbang kekerasan seksual. Aturan-aturan yang diskriminatif ini ada di berbagai tingkat, baik nasional maupun daerah, dan sering kali didukung oleh alasan moral atau agama. 

Pelanggar aturan ini bisa dikenai sanksi berupa peringatan, denda, penjara, atau hukuman fisik lainnya.

Editor: Gregorius Agung
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS