Kasus Bullying di Indonesia: Butuh Peran Orang Tua dan Sekolah

Kasus Bullying di Indonesia terus bertambah dari tahun ke tahun (Foto:Dok.Halodoc)

PARBOABOA, Jakarta - Pada bulan Februari lalu, Warung Ibu Gaul (WIG) menjadi saksi bisu dari kasus bullying yang terjadi di SMA Binus, yang melibatkan anak dari Vincent Rompies.

Kasus ini mencuat ke publik setelah AF, teman dari korban yang juga merupakan saksi, akhirnya membuka suara mengenai kronologi perundungan yang terjadi.

AF mengungkapkan bahwa perundungan tersebut terjadi pada tanggal 13 Februari 2024, di sebuah warung dekat Binus School.

Warung ini ceritanya, sering dijadikan tempat berkumpul oleh anggota geng sekolah. Pada hari itu, korban diberi tahu bahwa dia telah direkrut oleh Geng Tai (GT), sebuah kelompok yang dikenal di sekolah.

“Korban diberitahu bahwa dia telah direkrut oleh anggota GT," ujar AF, seperti yang dikutip dari YouTube Cumicumi pada Selasa, (13/08/2024).

AF menjelaskan, ketika korban tiba di warung tersebut, dia malah dijebak dan mengalami kekerasan sebagai syarat untuk diterima menjadi anggota geng.

Sayangnya, kekerasan yang dialaminya jauh lebih parah dari sebelumnya.

Peristiwa ini merupakan salah satu dari puluhan bahkan ratusan kasus bullying yang terjadi Indonesia.

Umumnya, kasus bullying sering terjadi di sekolah, tempat kerja, bahkan di rumah.

Selain itu, masalah ini tidak mengenal usia dan bisa menimpa siapa saja, baik sebagai korban maupun pelaku.

Di akhir tahun 2023, Federasi Serikat Guru Indonesia (FGSI) merilis laporan yang mencatat kasus-kasus bullying sepanjang tahun.

Dari data tersebut, terlihat bahwa jumlah kasus bullying di Indonesia mengalami peningkatan sepanjang 2023.

Tercatat ada 30 kasus bullying di lingkungan pendidikan yang berada di bawah Kemendikbudristek dan Kementerian Agama.

Jumlah ini naik dari tahun 2022 yang mencatat 21 kasus.

Padahal, di Indonesia pelaku bullying dapat dipidana. Mengacu pada UU No. 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

Pasal 76C undang-undang tersebut dijelaskan bahwa setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak.

Sementara Pasal Hukum Bullying dalam KUHP diatur dan dijamin dalam UUD 1945 Pasal 28B ayat (2), setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Jika merujuk pada Pasal 170 KUHP, pelaku bullying ini bisa dipidana enam bulan hingga lima tahun penjara.

Pengertian Bullying

Mengutip dari laman Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan Kemenkes RI, bullying adalah bentuk perilaku kekerasan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang secara sengaja dengan tujuan menyakiti atau membuat pihak lain merasa tidak berdaya.

Tindakan bullying ini bisa berupa kekerasan fisik tetapi juga mencakupi kekerasan verbal, sosial, dan cyber.

Bullying fisik biasanya menyerang tubuh korban melalui tindakan seperti memukul, mendorong, atau mencakar.

Sementara itu,ada juga bullying verbal berupa intimidasi, ejekan, atau makian yang dapat melukai perasaan dan harga diri korban.

Termasuk penyebaran rumor atau menjauhi seseorang tanpa alasan yang jelas.

Bentuk bullying tidak langsung ini termasuk dalam kategori perundungan sosial, di mana pelaku berusaha mengisolasi korban dari lingkungan sosialnya.

Dengan kemajuan teknologi, bullying kini juga merambah ke dunia maya atau cyber.

Tidak jarang kita menemukan akun-akun yang melontarkan kata-kata kebencian, sindiran, atau intimidasi melalui foto atau video yang disebarkan, menambah dimensi baru dalam fenomena bullying ini.

Penyebab Bullying

Bullying bisa disebabkan oleh berbagai faktor. Memahami faktor-faktor ini dapat membantu kita menghindari perilaku tidak terpuji tersebut.

Pertama, lingkungan keluarga.

Ketika keluarga tidak kondusif, seperti memberikan hukuman berlebihan, anak dapat menganggap perilaku tersebut sebagai sesuatu yang wajar.

Hal ini bisa mendorong mereka melakukan bullying.

Kedua, lingkungan pertemanan.

Interaksi dengan teman sebaya juga bisa memicu bullying.

Seorang anak terkadang, ingin terlihat lebih kuat dan berkuasa, sehingga mereka bergabung dengan kelompok yang melakukan bullying.

Fenomena ini sering ditemukan di sekolah, dan kurangnya perhatian dari pihak sekolah terhadap kasus bullying turut berkontribusi pada meningkatnya kejadian ini.

Ketiga, lingkungan sosial.

Status sosial dan kondisi lingkungan dapat memicu bullying.

Di kalangan masyarakat menengah atas, bullying sering terjadi melalui pengucilan terhadap anak yang memiliki status sosial lebih rendah.

Sementara itu, mereka yang hidup dalam kemiskinan mungkin terdorong untuk menggunakan berbagai cara, termasuk memalak teman sebaya, demi memenuhi kebutuhan hidup.

Keempat, media massa.

Media massa seperti televisi, media cetak, dan media sosial juga berperan dalam membentuk perilaku bullying.

Adegan kekerasan yang sering ditampilkan dapat membuat anak cenderung meniru perilaku tersebut.

Mencegah Bullying

Mencegah perilaku bullying memerlukan kerja sama dari berbagai pihak, terutama peran orang tua sebagai lingkungan terdekat anak.

Orang tua memiliki pengaruh besar dalam membangun karakter anak.

Peran Orang Tua

Psikolog klinis Annisa Mega Radyani menekankan pentingnya peran orang tua dalam mendidik anak agar tidak memiliki kecenderungan merundung.

Pendidikan di dalam keluarga menjadi kunci utama dalam perkembangan anak.

Penting untuk membedakan antara bercanda dan bullying serta memahami perilaku apa saja yang termasuk dalam kategori bullying.

Perundungan sering kali didorong oleh perasaan ingin merasa lebih hebat dari orang lain.

Oleh karena itu, orang tua harus membuka banyak ruang yang untuk pertumbuhan rasa percaya diri pada anak tanpa harus merendahkan orang lain.

Misalnya, orang tua dapat mengajarkan bahwa seseorang bisa menjadi kuat dengan cara melindungi orang lain.

Annisa juga menjelaskan bahwa perundungan bisa disebabkan oleh faktor usia anak yang belum mampu mengolah emosi dengan baik.

Maka peran orang tua dalam mengajarkan cara mengolah atau mengekspresikan emosi secara sehat sangat diperlukan.

Orang tua biasanya, mengajarkan anak untuk menahan emosinya, seperti ketika merasa marah.

Padahal, perasaan marah dan emosi lainnya adalah hal normal bagi manusia.

"Yang penting adalah bagaimana emosi tersebut bisa dikelola dengan baik dan sehat," ujarnya.

Orang tua juga harus mengajarkan konsekuensi dari setiap tindakan yang dilakukan oleh anak.

Penting bagi orang tua untuk tegas dalam menyampaikan kepada anak tentang hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan.

Jika anak melakukan kesalahan, orang tua harus konsisten menyampaikan bahwa hal tersebut tidak boleh dilakukan lagi.

Dikutip dari situs web UNICEF, berikut adalah beberapa kiat yang bisa dilakukan orang tua untuk mencegah bullying.

Pemahaman

Ajari anak tentang bullying dengan cara yang mudah dimengerti sesuai usia mereka.

Bullying tidak hanya mencakup perilaku agresif, tetapi juga cara seseorang memperlakukan atau diperlakukan oleh orang lain.

Dalam situasi bullying, ada tiga peran: korban, pelaku, dan saksi. Anak-anak yang bukan korban bisa tetap berperan dalam pencegahan bullying.

Bicara Secara Terbuka

Jalin komunikasi yang terbuka dengan anak. Ketika anak merasa nyaman berbicara, mereka lebih cenderung melaporkan jika melihat atau mengalami bullying.

Orang tua sebaiknya tidak hanya fokus pada prestasi akademis anak, tetapi juga rutin menanyakan bagaimana perasaan mereka di sekolah.

Bangun Kepercayaan Diri Anak

Dukung anak untuk mengikuti kelas atau kegiatan yang mereka sukai.

Ini dapat membantu mereka membangun kepercayaan diri dan memperluas pergaulan dengan teman-teman yang memiliki minat serupa.

Jadi Panutan yang Baik

Orang tua harus memberi contoh bagaimana memperlakukan orang lain dengan baik.

Tunjukkan sikap menghormati dan menghargai orang lain, sehingga anak dapat mencontoh perilaku positif tersebut.

Pahami Dunia Anak

Orang tua perlu mengenal dunia anak, termasuk platform digital yang sering mereka gunakan.

Dengan memahami dunia online, orang tua bisa menjelaskan bagaimana kehidupan nyata dan online saling terhubung, serta memberi penjelasan tentang risiko yang mungkin ada.

Bullying tidak hanya terjadi secara fisik, tetapi juga bisa terjadi di dunia digital.

Guru Mencegah Bullying

Lingkungan sekolah sangat mempengaruhi perkembangan mental anak.

Sebab, pada usia sekolah, anak-anak akan sering berinteraksi dengan guru maupun teman-teman sebayanya.

Karena itu, guru memiliki peran vital dalam mengatasi bullying.

Kepekaan

Guru perlu memiliki kepekaan terhadap kondisi kelasnya. Misalnya, jika ada siswa yang biasanya aktif dan ceria tiba-tiba menjadi pendiam.

Atau seorang siswa yang nilai akademiknya menurun drastis serta menunjukkan perubahan perilaku yang signifikan, ini bisa menjadi indikasi adanya masalah.

Kepekaan guru penting karena perubahan perilaku siswa sering kali disebabkan oleh tindakan berulang, termasuk perundungan.

Menanggapi Bullying

Menurut situs web UNICEF, guru harus memiliki komitmen serius dalam menanggapi insiden perundungan.

Ketika menerima laporan perundungan, guru tidak boleh langsung memberikan penilaian tanpa mendengarkan keseluruhan cerita.

Kepedulian guru dapat ditunjukkan dengan berempati dan meyakinkan korban bahwa mereka tidak bersalah atas perundungan yang dialaminya.

Guru sebaiknya membantu siswa belajar membela diri dan berbicara dengan para siswa yang terlibat secara terpisah untuk memahami masalah lebih dalam.

Sementara itu, kepada pelaku perundungan, guru perlu mengajak mereka berbicara untuk mengetahui alasan atau motif di balik tindakan tersebut, karena sering kali perundungan dilakukan oleh siswa yang merasa kurang mendapat perhatian atau memiliki masalah di rumah.

Memberikan Contoh

Mendiskusikan tentang perbedaan dan memberikan kesempatan untuk penyelesaian konflik dapat membantu siswa membangun pemahaman terhadap orang-orang di sekitarnya.

Penting juga untuk meningkatkan kesadaran siswa bahwa candaan yang dilakukan pada teman sebaya bisa termasuk dalam kategori perundungan verbal.

Kelas yang Nyaman

Guru diwajibkan membuat suasana kelas yang hangat dan penuh kebersamaan antar siswa.

Membangun prestasi dengan cara bersaing sehat tanpa menjatuhkan satu sama lain serta saling menghargai adalah kunci.

Melansir American Psychological Association, guru dan pihak sekolah dituntut memberikan perhatian lebih kepada siswa yang kesulitan menyesuaikan diri.

Misalnya dengan membantu mereka dalam menjalin pertemanan agar tidak merasa terasing atau berisiko menjadi korban perundungan.

Komunikasi dengan Orang Tua

Orang tua perlu mengedukasi anak-anak mereka sejak dini untuk mencegah keterlibatan dalam perundungan, baik sebagai pelaku maupun korban.

Guru juga dapat melibatkan orang tua dalam program-program sekolah yang bertujuan mencegah perundungan.

Jika terjadi kasus perundungan, guru dapat menjadi mediator dalam komunikasi antara orang tua korban dan pelaku untuk menemukan solusi yang tepat.

Editor: Norben Syukur
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS