PARBOABOA, Jakarta - Sudah dua Minggu terakhir, Regal (30), bukan nama sebenarnya, mendapat telepon dari sejumlah nomor tak dikenal.
Semula, ia merespons dengan baik dan bertanya ihwal dirinya selalu dihubungi. Namun lama kelamaan, nomor-nomor tersebut cenderung menebar ancaman.
Pria asal Flores itu diminta membayar tagihan sebesar Rp1.000.000 karena telah melakukan pinjaman online (pinjol) di sebuah fintech bernama Mekar. Ia bingung karena tak punya pegangan.
Gaji bulanan telah dikirim ke orang tuanya. Sebagian lain digunakan untuk membayar uang wisuda adiknya di Jogjakarta. Sisanya telah dipakai untuk membeli perlengkapan hidup harian.
Regal memilih jalan aman. Ia mematikan panggilan dan memblokir nomor kontak tersebut. Beban pekerjaan yang besar menyedot seluruh pikiran dan tenaga. Ia tak mau dibikin pusing.
"Saya sebenarnya bisa bayar. Hanya saja semua uang sudah dikirim buat bayar tagihan. Juga untuk orang tua dan adik saya di Jogja," jelas Regal kepada PARBOABOA, Kamis (12/09/2024).
Pernyataan Regal beralasan. Ia bekerja di sebuah perusahaan tambang ternama di Indonesia sejak tahun 2021 silam. Penghasilannya dalam sebulan bahkan setara empat kali UMR Provinsi Jakarta.
"Saya sudah minta ke mereka supaya awal bulan baru bayar. Itu sekalian dengan bunga. Tapi mereka tidak mau. Makanya saya blokir semua nomor mereka," ungkapnya.
Hubungannya dengan pihak kreditur berakhir miris. Pada hari Rabu (20/08/2024) sore, dua panggilan tiba-tiba masuk ke kontak WhatsApp. Kali ini berasal dari kenalan dekatnya.
"Feby telepon. Ibu teman saya di Surabaya juga telepon. Tapi karena saya tidak angkat, mereka lanjut pakai pesan WhatsApp. Di situ baru saya kaget dan takut sekali," kenang Regal.
Pesan yang dimaksud Regal berisi informasi pencarian orang karena membawa kabur uang sebesar Rp1.000.000. Pada bagian tengah terpampang pose wajah Regal lengkap dengan KTP miliknya.
"Kami sudah berusaha menghubungi, namun tidak ada hasil. Diduga secara sadar menghindar. Lari dari tanggung jawab tagihannya. Mohon segera disebarluaskan," bunyi informasi tersebut.
Regal terperanjat. Kaki tangannya melemas dan tak bisa berbuat apa-apa. Ia mengingat kedua orang tua, masa depan pekerjaan, dan reaksi teman-teman. Ia malu bukan kepalang.
"Pikiran saya buntu sekali. Apalagi saat itu, saya baru pulang kerja. Saya telefon mama dan adik-adik. Saya cerita ke teman kantor untuk minta bantuan," ungkapnya.
Latar belakang persoalan bermula pada tahun 2021 saat Regal menjejakkan kaki pertamanya di Kota Timika. Tersandung kebutuhan makan minum, akhirnya ia mengajukan pinjol di sebuah akun bernama Mekar.
Berdasarkan penelusuran PARBOABOA, Mekar adalah platform pinjaman peer to peer (P2P) yang memberi layanan online dengan menghubungkan pemberi pinjaman (lender) dengan pemberi pinjaman (pemberi pinjaman).
Mekar juga mendapatkan perizinan usaha dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berdasarkan Surat Keputusan OJK nomor KEP-127/D.05/2019 tertanggal 13 Desember 2019.
Meski demikian, dalam kasus Regal, terdapat beberapa kejanggalan. Nomor kontak yang menghubunginya sungkan memberitahukan dari mana asal perusahaan mereka.
"Saat kontak terakhir, saya bertanya: kira-kira ini dari mana? Kapan saya pinjam? Mereka tidak menjawab, tetapi justru menekan saya dengan berbagai ancaman," ungkap Regal mengenang pembicaraannya dengan penagih.
"Saya akhirnya mengembalikan uang Rp1.000.000 ke mereka. Hanya herannya, keterangan penerima di struck itu nama saya sendiri. Jangan sampai ini penipuan?" tanya Regal dengan nada heran.
Setelah membayar tagihan, ia berusaha menghubungi beberapa kontak penagih. Namun, semua nomor tidak aktif. Jejak mereka tiba-tiba menghilang. Tidak ada lagi kontak yang menelponnya.
Pinjol Ilegal
Regal bukan korban pertama. Belum lama ini, media sosial dihebohkan dengan berita seorang guru di Kabupaten Semarang, Jawa Tengah yang terlilit hutang pinjol ilegal dengan jumlah ratusan juta rupiah.
Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas PASTI) pada periode Februari hingga Maret 2024 menemukan sebanyak 537 entitas pinjol ilegal di sejumlah website dan aplikasi.
Mereka juga menemukan 48 konten penawaran pinjaman pribadi (pinpri) dan 17 entitas yang melakukan penawaran investasi atau kegiatan ​keuangan ilegal yang berpotensi merugikan masyarakat dan melanggar ketentuan penyebaran data pribadi.
Terhitung sejak 2017 hingga 31 Maret 2024, Satgas berhasil menghentikan 9.062 entitas keuangan ilegal yang terdiri dari 1.235 entitas investasi ilegal, 7.576 entitas pinjaman online ilegal (pinpri), dan 251 entitas gadai ilegal.
"Fenomena tersebut menunjukkan tingginya praktik pinjol ilegal yang mengintai masyarakat Indonesia beberapa tahun terakhir," tulis situs OJK.
Temuan Satgas berpengaruh besar pada risiko yang mengintai masyarakat akibat penggunaan layanan pinjol ilegal.
Sebab, data pribadi nasabah sering kali dimanfaatkan penyedia layanan untuk menekan mereka dengan ancaman hukum dan sosial.
Ketika nasabah memberikan data dirinya untuk pinjol, mereka sering dikejar debt collector yang menggunakan berbagai cara intimidasi, seperti ancaman masuk penjara atau kehilangan pekerjaan.
Terlebih lagi, fintech pinjol memiliki akses ke data pribadi di ponsel konsumennya, sehingga dapat memicu keresahan lebih lanjut.
Beberapa korban bahkan merasa bahwa pengajuan pinjaman yang ditolak tidak membebaskan mereka dari risiko, karena data mereka tetap berada di tangan pihak pinjol.
Hal tersebut membuat mereka depresi. Banyak warganet yang melaporkan kasus korban pinjol yang mengalami stres berat hingga bunuh diri akibat tekanan terus menerus dari debt collector .
Strategi OJK
Pemberantasan mata rantai pinjol ilegal tentu harus segera dilakukan untuk menghindari terjadinya sejumlah kasus serupa.
OJK selaku pihak yang berwenang telah merilis data terbaru mengenai perkembangan fintech P2P lending yang terdaftar dan berizin.
Per 10 Juni 2021, tercatat ada 125 fintech yang sudah mengantongi persyaratan resmi. Persyaratan tersebut menjadi sangat penting untuk menjamin kenyamanan nasabah.
“Bersama Kapolri, Kemkominfo, Gubernur Bank Indonesia, serta Menteri Koperasi dan UKM, kami membuat kesepakatan bersama, surat keputusan, dan perjanjian untuk memberantas semua pinjaman online ilegal,” ujar Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso pada Jumat (15/10/2021 ) lalu.
Perusahaan yang terlibat pinjol ilegal akan menutup platformnya dan menghadapi proses hukum, baik yang berbentuk koperasi, penyedia pembayaran, maupun P2P.
Selain itu, Wimboh menegaskan bahwa kerja sama antarinstansi dilakukan untuk melindungi masyarakat dari jebakan pinjol ilegal yang tidak terdaftar di OJK.
Masyarakat juga dihimbau agar lebih memilih dalam memilih layanan fintech dengan hanya menggunakan platform yang telah memiliki izin resmi untuk menghindari dampak negatif.
Penggunaan layanan fintech secara bijak menjadi kunci agar manfaat teknologi finansial ini dapat dirasakan secara optimal tanpa risiko yang merugikan.
Selain itu, OJK mengingatkan masyarakat untuk berhati-hati terhadap penawaran investasi ilegal yang sering kali menggunakan modus peniruan identitas melalui media sosial seperti Telegram.
Pemberantasan aktivitas keuangan ilegal membutuhkan peran aktif masyarakat, terutama dengan sikap waspada dan bijak saat menerima tawaran dari pihak yang tidak bertanggung jawab.
Masyarakat diimbau untuk selalu mempertimbangkan dua aspek utama, yaitu Legal dan Logis (2L). Legal berarti memastikan produk atau layanan yang ditawarkan memiliki izin resmi dari otoritas terkait.
Sementara logis berarti mempertimbangkan apakah imbal hasil atau keuntungan yang ditawarkan masuk akal.
Bagi masyarakat yang membahas tawaran investasi atau pinjol yang mencurigakan, dihimbau untuk segera melaporkannya ke Kontak OJK melalui nomor telepon 157, WhatsApp (081157157157), email: konsumen@ojk.go.id, atau email: satgaspasti@ojk.go.id.
Editor: Defri Ngo