parboaboa

Nasib Rumah Tanjung Oost: Tak Terurus dan Rusak Dimakan Usia

Muazam | Metropolitan | 09-08-2023

Kondisi Rumah Tanjung Oost sekitar tahun 1930. (Foto: Arsip milik KITLV)

PARBOABOA, Jakarta – Kondisi bangunan bekas peninggalan Belanda, Rumah Tanjung Oost di Kelurahan Gedong, Pasar Rebo, Jakarta Timur saat ini sangat memprihatinkan.

Selain tak terurus, bangunan tua itu tak lagi berbentuk rumah. Hanya tampak sisa-sisa bangunan yang masih berdiri. Ia rusak dimakan usia, menunggu ambruk digerus waktu. Belum lagi ilalang yang menyelimuti salah satu rumah yang dianggap bersejarah di kawasan Jakarta Timur itu.

Rumah Tanjung Timur, atau Landhuis Tandjoeng Oost menjadi saksi bisu peradaban Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) atau kongsi dagang Belanda di Indonesia. Ia didirikan tahun 1756 oleh anggota Dewan Hindia Belanda bernama Pieter van de Velde.

Mulanya, Pieter membeli lahan partikelir atau bukan milik pemerintah seluas 2,5 kilometer persegi milik orang Tionghoa, Ni Hoe Kong di wilayah bagian selatan Meester Cornelis yang sekarang bernama Jatinegara.

Kondisi bangunan bekas Rumah Tanjung Oost. (Foto: PARBOABOA/Muazam) 

Diberi nama Tandjoeng Oost oleh konglomerat asal Belanda itu, karena letaknya di sebelah timur Kali Ciliwung. Oost berarti timur dalam bahasa Belanda.

Pieter lantas membangun sebuah landhuis atau rumah kediaman yang megah pada zamannya dan saat ini dikenal dengan sebutan Rumah Tanjung Oost.

Menurut Dosen Sejarah di Universitas Indraprasta PGRI (Unindra), Ahmad Kosasih, Rumah Tanjung Oost sudah banyak berganti kepemilikan sejak abad 18.

Setelah didirikan oleh keluarga Pieter, kata Kosasih, kepemilikan Rumah Tanjung Oost diserahkan kepada Adrian Jubels di tahun 1763.

Di tahun yang sama, Adrian kemudian menjual lagi Rumah Tanjung Oost kepada Jacobus Johannes Craan.

Oleh Johannes, Rumah Tanjung Oost direnovasi dengan ornamen mewah terinspirasi Raja Louis XV dari Prancis. Sementara pintu dan jendela dibuat bergaya Tionghoa.

Setelah Johannes wafat di tahun 1780, Rumah Tanjung Oost diwariskan kepada putrinya yang bernama Catharina Margaretha Craan. Bahkan, Rumah Tanjung Oost ini berganti fungsi setelah Jepang masuk ke Indonesia.

“Bangunan ini juga udah sering berganti fungsi, setelah Jepang masuk ke Indonesia,” ujar Kosasih kepada PARBOABOA, di Jakarta, Selasa (8/8/2023).

Kondisi bangunan bekas Rumah Tanjung Oost. (Foto: PARBOABOA/Muazam) 

Di masa pendudukan Jepang, Rumah Tanjung Oost dipakai tentara Nippon sebagai gudang dan ketika agresi militer Belanda, bangunan tua itu kembali diambil alih oleh Netherlands Indies Civil Administration (NICA) atau pemerintahan sipil Hindia Belanda.

Kemudian, di era awal Indonesia merdeka, atau sekitar 1945, Rumah Tanjung Oost dipakai sebagai markas Barisan Pelopor dan setelah Indonesia benar-benar merdeka, Rumah Tanjung Oost dikuasai Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Ia dijadikan sebagai asrama anggota polisi sejak 1962.

Kosasih bahkan mengaku sering bermain di dekat Rumah Tanjung Oost sekitar tahun 1980-an.

“Dulu kan ini asrih. Saya masih ingat kok, saat waktu SD, sering main ke situ. Dari depan sampai ke gedungnya itu masih ada lapangan luas, terus ada pohon lontar, pohon asam. Itu saya sering main petak umpet di sana,” ucapnya.

Sayangnya pada 1985, Rumah Tanjung Oost hangus terbakar dan sisa puing-puing bangunan pun ditinggalkan begitu saja hingga saat ini.

Jadi Saksi Bisu Istilah Partikelir

Kondisi Rumah Tanjung Oost sekitar tahun 1972. (Foto: Arsip milik Rijksdienst voor het Cultureel Erfgoed) 

Rumah Tanjung Oost sebenarnya menyimpan segudang sejarah wilayah Jakarta Timur. Ia menjadi saksi bisu perjalanan sejarah ihwal tanah swasta atau milik pribadi yang dulu akrab disebut dengan partikelir.

“Kadang di kalangan mahasiswa aja bicara istilah partikelir atau tanah swasta itu mereka belum paham, saya mesti menjelaskan dulu. Padahal, itu dulu Depok dan Tanjung Barat merupakan tanah partikelir, bukan punya pemerintah,” jelas Kosasih.

Selain itu, dahulunya, Rumah Tanjung Oost menjadi penanda batas wilayah antara Tanjung Oost atau yang sekarang disebut Jakarta Timur dengan Tanjung West atau Tanjung Barat di Jakarta Selatan.

Tanjung Oost dan Tanjung West dahulu merupakan tanah partikelir milik konglomerat Belanda. Kedua wilayah itu mempunyai sebuah landhuis untuk tempat tinggal si tuan tanah.

“Tuan tanah Tanjung Oost itu wilayah partikelirnya kalau sekarang ini mulai dari Cililitan, Condet, sampai Pondok Gede,” jelas Kosasih.

Dulu, menurutnya, wilayah Tanjung Oost merupakan perkebunan dan pertanian yang membentang dari Pasar Rebo hingga Pondok Gede, Kota Bekasi.

Tidak hanya itu, lanjut Kosasih, Rumah Tanjung Oost juga menjadi saksi bisu peristiwa pemberontakan petani Condet yang diprakarsai Entong Gendut pada tahun 1916.

“Itu bermula ketika Entong Gendut dan teman-temannya melihat bagaimana tuan tanah Tanjung Oost ini dengan kaki-tangannya melakukan pemungutan pajak yang berlebihan, yang membebankan masyarakat,” ujarnya.

“Itu kan menimbulkan perlawanan. Maka, Entong Gendut ini yang jagoan mengumpulkan orang-orang yang ada di wilayah Condet untuk melakukan perlawanan,” tambah Kosasih.

Sebagai ahli sejarah, Kosasih menyayangkan kondisi Rumah Tanjung Oost yang tak kunjung direvitalisasi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Kondisi bangunan bekas Rumah Tanjung Oost. (Foto: PARBOABOA/Muazam) 

Padahal menurutnya, rumah tersebut memiliki nilai sejarah yang penting bagi Indonesia dan bisa dijadikan museum untuk anak muda belajar sejarah peradaban di wilayah Jakarta Timur.

“Bagaimana kita mau tahu sejarah, cuma kita enggak tahu apa yang ada di sekitar kita bernilai sejarah, itu kan masalahnya,” imbuhnya.

Sementara salah seorang warga sekitar, Sumaryo mengaku mendengar Rumah Tanjung Oost akan direvitalisasi oleh pemerintah provinsi (Pemprov) DKI Jakarta, namun hingga kini tak jelas nasibnya.

“Dulu mau dibangun, cuma belum ada dana kali sampai sekarang. Itu kan sebenarnya gedung bersejarah, harus dirawat ya,” katanya ditemui PARBOABOA di sekitar Rumah Tanjung Oost.

Sumaryo berharap Rumah Tanjung Oost direvitalisasi sehingga bisa dijadikan museum untuk generasi muda Jakarta dan Indonesia belajar sejarah.

PARBOABOA berupaya mengkonfirmasi nasib Rumah Tanjung Oost kepada Kepala Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, Iwan Henry Wardhana. Namun hingga berita ini terbit tidak ada respons dari yang bersangkutan.

Editor : Kurniati

Tag : #rumah tanjung oost    #voc    #metropolitan    #belanda    #rumah tanjung timur    #sejarah    #cagar budaya    #jakarta timur   

BACA JUGA

BERITA TERBARU