PARBOABOA, Jakarta - Manuver politik Probowo Subianto dalam menggaet dukungan politik dari Presiden Joko Widodo (Jokowi), mendapat reaksi dan ktirik tajam dari Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto.
Menurutnya, Prabowo tidak bisa meneruskan kinerja Jokowi karena ada perbedaan pendekatan politik antara mereka, salah satunya blusukan.
Ia bahkan membantah ketika pendukung capres 02 itu mengklaim bahwa safari politik yang dilakukan Prabowo di Lebak, Banten pada Minggu (10/12/2023) lalu, adalah blusukan.
Hasto menyatakan, Prabowo tidak bisa melakukan blusukan karena bukan berasal dari PDIP. Blusukan dianggap sebagai pendekatan politik yang telah diwariskan sejak zaman Presiden Soekarno, Megawati, hingga Jokowi saat ini.
Tak hanya menyinggung soal blusukan. Hasto juga mengkritik keras Prabowo soal keberpihakan.
Saat masyarakat menghadapi kenaikan harga beberapa kebutuhan pokok, Prabowo justru meminta kenaikan pinjaman ke luar negeri untuk belanja alutsista.
Bentuk Kekecewaan PDIP
Pengamat Politik, Yeftha Yerianto Sabaat mengatakan bahwa ada dua hal yang perlu dicermati dari pernyataan PDIP tersebut. Pertama, tudingan PDIP tidak sepenuhnya salah.
"Saya kira tudingan PDIP ke Prabowo itu tidak salah, karena karakter Jokowi dan Prabowo itu kontras, makanya Prabowo dipasangkan dengan Gibran," kata Yefta kepada PARBOABOA, Senin (11/12/2023).
Yefta menambahkan, "Prabowo mewakili karakter kepemimpinan yang tegas sedangkan Gibran mewarisi karakter Jokowi yang tenang dan suka blusukan."
Kedua, tudingan tersebut bukan hanya sekedar perbandingan karakter, tetapi juga menegaskan sikap politik PDIP yang mau melawan Jokowi.
"PDIP sendiri tidak sadar bahwa Jokowi sudah blusukan sebelum dipinang PDIP untuk Pilkada. Tidak ada kader PDIP yang seblusukan Jokowi saat itu."
Sementara itu, Pakar Politik Prof. TB. Massa Djafar menilai bahwa komentar Hasto PDIP terkesan berlebihan dan tendensius dalam merespons sikap Prabowo terkait blusukan.
Blusukan seharusnya dilihat sebagai bagian dari aktivitas kampanye, di mana setiap calon presiden pasti akan melakukannya untuk membangun citra sebagai pemimpin yang peduli terhadap nasib rakyat.
Menurut Djafar, blusukan Prabowo merupakan keberlanjutan dari citra yang ingin diusung, yaitu kolaborasi dan kesatuan antara Prabowo-Jokowi, sebagai upaya memobilisasi dukungan dalam meraih kemenangan di pilpres mendatang.
"Apapun Jokowi punya kepentingan untuk memenangkan Prabowo, dimana Gibran adalah anaknya, sebagai Cawapres Prabowo. Itu logis aja, gak ada yang perlu dipersoalkan," katanya kepada PARBOABOA.
Djafar turut menanggapi kritikan terhadap kenaikan anggaran Alutsista yang ditujukan kepada Prabowo.
Sebagai Menteri Pertahanan di kabinet pemerintahan Jokowi, Prabowo dinilai memiliki tanggung jawab untuk melanjutkan program-program yang sudah mendapatkan persetujuan.
"Anggaran Alusista itu sudah mendapatkan persetujuan. Jadi yang bertanggung jawab adalah Jokowi selaku Presiden," cetusnya.
Dalam kesempatan itu, Ia juga menyoroti ketidak-konsistenan sikap politik PDIP terkait sensitivitas terhadap kepentingan rakyat kecil.
Menurutnya, banyak sekali proyek mercusuar Jokowi yang tidak berpihak, seperti kenaikan harga kebutuhan rakyat kecil, kenaikan harga bahan bakar, proyek IKN yang bermasalah dan lain-lainya.
"Mengapa Hasto, sekjen PDIP tidak pernah komplain sebagai partai wong cilik. Bahkan ketika pemerintahan SBY naikkan harga bahan bakar, PDIP protes keras. Kenapa rasa sensitif, sikap pemihakan kepada wong cilik itu kini sirna," katanya.
Editor: Rian