PARBOABOA, Medan – Perdagangan hari ini dibuka dengan kinerja mata uang Rupiah yang mengalami pelemahan signifikan. Melemahnya Rupiah diperkirakan akan mempengaruhi gejolak harga pangan.
Pasalnya, melemahnya Rupiah ini diprediksi salah satunya dipicu dari kondisi Iran dan Israel yang semakin memanas. Rupiah di hari ini, Selasa (16/04/2024), menyentuh angka 16.200 per US Dollar.
Pengamat Ekonomi Sumatera Utara, Gunawan Benjamin mengatakan kepada PARBOABOA, tekanan akan melemahnya mata uang Rupiah ini masih belum bisa dipastikan kapan akan berakhir.
“Tekanan mata uang ini tergantung sikap masing-masing negara yang terlibat perang,” ujarnya.
Gunawan Benjamin menuturkan pelemahan Rupiah ini bisa menjadi kabar buruk bagi sejumlah komoditas pangan di tanah air. Bahkan, hampir semua kebutuhan pangan strategis tidak akan bisa melepaskan diri dari pelemahan Rupiah.
Pasalnya, mulai dari bahan baku penolong, bahan baku input produksi hingga barang siap konsumsi didatangkan dengan cara diimpor. Komoditas pangan hortikultura (cabai dan sayur-sayuran) membutuhkan pupuk. Di mana sebagian bahan baku pupuk dibeli dari Negara lain.
Sedangkan untuk sumber protein seperti daging dan telur ayam juga membutuhkan bahan baku olahan seperti pakan yang sebagian juga didatangkan dari negara lain. Seperti beras Bulog, daging sapi maupun sapi indukan memang didatangkan dalam bentuk barang jadi siap konsumsi dari negara lain.
Termasuk juga gula pasir impor yang hanya sedikit membutuhkan reaksi kimia dan siap dikonsumsi. Selain itu, bahan bakar minyak (BBM) sebagian juga didatangkan dengan cara diimpor.
Pelemahan rupiah juga akan membuat harga barang-barang impor (konversi) menjadi lebih mahal. Meskipun harga barang dari negara asal bisa saja tidak mengalami perubahan.
Oleh karena itu, wajar jika muncul kekhawatiran bahwa pelemahan Rupiah bisa membuat pemerintah merevisi kebijakan subsidi. Bahkan, bisa juga pelemahan Rupiah akan menjadi pemicu kenaikan harga jual barang yang lebih tinggi.
“Yang penting pemerintah bisa memitigasinya dengan serangkaian kebijakan untuk mengurangi dampak buruk dari pelemahan Rupiah itu sendiri,” ujarnya.
Gunawan memaparkan pelemahan Rupiah saat ini merupakan buah dari ketidakstabilan geopolitik global yang terus meningkat. Di tengah ketidakstabilan ekonomi global yang turut menyertainya.
Pemerintah sebaiknya lebih realistis melihat keadaan serta menempatkan kemungkinan risiko terburuk yang akan terjadi. Misalnya, acuan nilai tukar Rupiah dalam APBN disesuaikan dengan mempertimbangkan risiko kebijakan suku bunga tinggi The FED dan perang yang berkecamuk serta meluas.
Di samping itu, tren neraca dagang yang melemah seiring dengan memburuknya kinerja ekonomi negara tujuan ekspor.
Sementara itu, bila Presiden Jokowi merevisi kebijakan subsidinya terkait pelemahan Rupiah dan ancaman kenaikan harga minyak mentah maka akan ada gejolak. Baik di sisi harga pangan maupun laju tekanan inflasi.
Namun, dari sekian banyak risiko yang timbul akibat tensi geopolitik yang menekan mata uang Rupiah. Ada sektor lain yaitu urusan ketahanan pangan yang perlu untuk dijaga. Sektor tersebut adalah perbankan dan keuangan.
Pemerintah harus mencurahkan perhatian yang besar untuk menjaga ketahanan pangan dan perbankan di tengah situasi yang serba tidak pasti seperti saat ini.
Editor: Fika