PARBOABOA, Medan – Minimnya agenda ekonomi hari ini, Selasa (02/04/2024) berpotensi membuat pasar keuangan bergerak volatile (tidak stabil) karena lebih mengacu pada sentimen teknikal.
Hal ini mengakibatkan pasar berpeluang bergerak tanpa arah yang jelas. Banyak pelaku pasar diperkirakan akan lebih berorientasi pada trading jangka pendek.
Sejumlah bursa di Asia pada perdagangan pagi ini ditransaksikan di zona hijau. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di sesi pembukaan perdagangan pagi ini bergerak melemah di kisaran level 7.199.
Pengamat Ekonomi Sumatera Utara, Gunawan Benjamin kepada PARBOABOA mengatakan, tekanan yang cukup signifikan pada perdagangan kemarin menyisakan keraguan bahwa tekanan telah hilang dari pasar saham di tanah air.
Menurutnya, gerak IHSG yang anomali (tidak biasa) bisa saja terulang kembali pada hari ini. Kinerja IHSG berpotensi bergerak dalam rentang 7.170 hingga 7.230. Tekanan pada IHSG bisa saja meningkat, jika mata uang Rupiah juga mengalami peningkatan perdagangan hari ini.
Membuka perdagangan hari ini, Rupiah ditransaksikan di kisaran 15.960 atau mendekati 16.000 per US Dollar.
Sehari sebelumnya, Gunawan menjelaskan, laju tekanan inflasi di tanah air mengalami kenaikan yang lebih tinggi dibandingkan proyeksi sebelumnya. Namun, IHSG terpuruk sebesar 1,15% di level 7.205,061.
IHSG sempat terpuruk hingga ke level 7.137 atau nyaris turun sebesar 2 persen. Meskipun melemah, investasi asing justru membukukan transaksi beli bersih senilai 1.6 Triliun pada perdagangan Senin (01/04/2024).
Padahal, sejumlah bursa di Asia ditutup menguat pada perdagangan kemarin. Sejumlah bursa di Asia diketahui kinerjanya membaik memanfaatkan data ekonomi AS, khususnya inflasi yang masih sesuai dengan ekspektasi.
Selain itu, IHSG yang melemah juga bertolak belakang dengan data S&P manufaktur (PMI) tanah air yang justru indeksnya membaik ke level 54,2. Pelemahan IHSG pada dasarnya juga bisa dijelaskan dengan kinerja mata uang Rupiah yang sempat melemah.
Rupiah sempat diperdagangkan melemah meskipun pada akhirnya mampu ditutup di level 15.885 per US Dollar. Meski demikian, tetap saja Rupiah ditutup dengan nilai transaksi yang melemah dibandingkan penutupan perdagangan akhir pekan sebelumnya yang masih bertahan di level 15.850 per US Dollar.
Tekanan pada pasar keuangan lainnya juga dipicu oleh memanasnya situasi politik di tanah air. Ditambah terkuaknya skandal korupsi ratusan triliun oleh Kejaksaan Agung.
Sementara, data inflasi AS pada perdagangan akhir pekan sebelumnya menunjukkan kinerja yang masih sesuai dengan ekspektasi pasar. Laju tekanan inflasi di AS menumbuhkan ekspektasi bahwa The FED atau Bank Sentral AS akan memangkas besar bunga acuannya.
Pemangkasan bunga acuan Bank Sentral AS ini diperkirakan paling cepat dilakukan pada bulan Juni 2024 mendatang. Inflasi inti AS secara tahunan atau YOY (Year on Year) pada bulan Maret sebesar 2.8% lebih rendah dari realisasi bulan sebelumnya yaitu 2.9%.
“Komentar dari Gubernur The FED juga memberikan indikasi pemangkasan. Sehingga akan memberikan dampak positif bagi kinerja pasar keuangan secara keseluruhan,” ujar Gunawan Benjamin.
Pasar saham dan kinerja mata uang Rupiah berpeluang menguat. Namun, yang perlu diwaspadai adalah bahwa sekalipun The FED mengindikasikan pemangkasan bunga acua, namun USD index dan US Treasury terpantau bergerak stabil.
Dalam perdagangan sepekan ke depan, akan ada banyak agenda ekonomi yang dirilis. Besok, Rabu (03/04/2024) pasar akan menantikan pidato dari Gubernur Bank Sentral AS atau The FED yang akan menjadi rujukan pasar selanjutnya.
Sementara di akhir pekan nanti, data ketenagakerjaan akan menjadi data penutup perdagangan sebelum libur panjang Idulfitri. Pelaku pasar masih akan tetap mewaspadai sikap ragu-ragu The FED dalam menentukan besaran bunga acuannya.
Sehingga sekalipun pasar keuangan dinaungi kabar baik dari rilis data inflasi di akhir pekan. Namun, segala sesuatunya masih berpotensi membuat pasar kembali ragu dengan sejumlah indikator ekonomi yang ada. Sehingga, potensi koreksi tetap masih terbuka nantinya.
Editor: Fika