PARBOABOA - Kehadiran sang buah hati selalu menjadi momen kebahagiaan bagi seluruh keluarga.
Sebagai wujud rasa syukur , kelahiran bayi dirayakan melalui berbagai acara istimewa.
Salah satu tradisi yang umum dilakukan oleh umat muslim yaitu dengan melaksanakan tasyakuran aqiqah.
Mengutip dari buku berjudul 105 Inspirasi Nabi dalam Mendidik Anak karya Mohammad Irsyad, M.Pd.I (2018), tasyakuran aqiqah adalah salah satu cara untuk menghormati kelahiran bayi di dunia.
Hal ini juga merupakan bentuk rasa syukur kepada Allah SWT atas semua anugerah dan rezeki yang telah diberikan kepada keluarga.
Selain itu, aqiqah juga mencakup usaha untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan memberikan kebahagiaan dengan cara memberikan makanan melalui penyembelihan hewan kambing yang nantinya akan dinikmati oleh semua orang.
Agar kamu lebih memahami apa itu aqiqah, berikut akan dijelaskan secara detail. Yuk, simak ulasan selengkapnya pada artikel di bawah ini, ya!
Pengertian Aqiqah
Menurut bahasa aqiqah memiliki arti “memotong” yang berasal dari bahasa arab “al-qath’u”.
Dalam Islam, aqiqah adalah tindakan penyembelihan hewan yang dilakukan sebagai tanda rasa syukur kepada Allah SWT atas anugerah-Nya yang diberikan berupa kelahiran anak.
Tindakan ini dilakukan dengan niat dan mematuhi syarat-syarat tertentu, serta melibatkan pemotongan rambut bayi.
Biasanya, aqiqah dilakukan pada hari ketujuh setelah kelahiran anak. Namun, ada juga yang mengaqiqahkan anak mereka pada hari ke-14 atau ke-20 setelah kelahiran.
Tradisi aqiqah sebenarnya telah dikenal dalam masyarakat Arab jauh sebelum masa kenabian Rasulullah Muhammad SAW.
Masyarakat Arab melakukan praktik ini, terutama untuk anak laki-laki, dengan cara menyembelih kambing ketika anak lahir.
Darah dari kambing yang disembelih kemudian diambil dan dioleskan ke kepala bayi.
Tindakan ini diceritakan dalam sebuah hadis yang menyatakan, "Dulu, pada masa jahiliyah, ketika seseorang dari kami memiliki seorang anak, dia akan menyembelih kambing dan mengoleskan darah kambing itu ke kepala bayi. Namun, setelah datangnya Islam, kami menyembelih kambing, mencukur kepala bayi, dan mengolesinya dengan minyak wangi" (HR Abu Dawud dari Buraidah).
Hukum Aqiqah
Mengutip dari buku berjudul Ringkasan Fikih Sunnah Sayyid Sabiq karya Syaikh Sulaiman Ahmad Yahya Al-Faifi (2020), hukum aqiqah adalah sunnah muakkad artinya apabila seorang umat muslim mampu melaksanakannya (karena mempunyai harta yang cukup), maka dianjurkan untuk melakukan aqiqah bagi anaknya ketika hari ketujuh kelahiran ketika anak masih bayi.
Namun, bagi yang tidak mampu, hukum melaksanakan aqiqah adalah boleh ditinggalkan tanpa berdosa.
Tujuan Aqiqah
Tujuan aqiqah adalah membebaskan bayi dari segala rintangan yang menghambatnya. Adapun tujuan dari aqiqah adalah sebagai berikut:
- Aqiqah adalah bentuk qurban kepada Allah, yang bertujuan untuk mendekatkan diri kepada-Nya.
- Aqiqah juga dapat dianggap sebagai tebusan untuk anak, mirip dengan bagaimana Allah mengorbankan seekor kambing sebagai pengganti Nabi Ismail.
- Aqiqah adalah suatu perayaan syukuran untuk menjaga keselamatan anak, sehingga mereka dapat tumbuh dan berkembang dengan baik tanpa terganggu oleh gangguan setan.
- Ketika kita membagikan makanan dari aqiqah kepada fakir miskin, saudara, dan tetangga sebagai tanda syukur atas berkah yang diberikan kepada kita, itu juga dianggap sebagai bentuk sedekah yang akan mendatangkan banyak pahala.
Waktu yang Paling Utama untuk Melaksanakan Aqiqah
Menurut Irsyad, aqiqah artinya perayaan syukur yang biasanya dilakukan pada hari ketujuh setelah kelahiran bayi, sesuai dengan ajaran hadis Rasulullah SAW.
Dalam sebuah riwayat yang diceritakan oleh Samurah bin Jundub RA, Rasulullah SAW menyatakan:
"Setiap bayi digadaikan oleh akikahnya yang disembelih untuknya pada hari ketujuh, lalu dicukur dan diberi nama" (HR. An-Nasa'i).
Oleh karena itu, menurut hadis sahih ini, disarankan untuk melaksanakan aqiqah pada hari ketujuh setelah kelahiran anak.
Perlu diketahui batas umur aqiqah anak laki-laki adalah 15 tahun, sementara perempuan berusia 12 tahun.
Cara menghitung hari ketujuh adalah dengan memperhitungkan hari kelahiran anak.
Misalnya, jika bayi lahir pada hari Senin, maka aqiqah dapat dilakukan pada hari Minggu berikutnya.
Namun, bagaimana jika tidak memungkinkan melaksanakan aqikah pada hari ketujuh? Apakah dapat dilakukan pada hari lain?
Menurut hadits lain, pelaksanaan aqiqah di hari ke-7,14 dan 21 berdasarkan pada hadis yang diriwayatkan oleh Al-Hasan dari Sammuroh radhiyallahu 'anhu.
Hadist ini dianggap sahih oleh beberapa ulama. "Jika tidak memungkinkan untuk melakukannya pada hari ketujuh karena alasan kelelahan atau keterbatasan waktu, aqiqah dapat dilakukan pada hari ke-14 atau ke-21.
Akan tetapi, aqiqah juga dapat dilakukan ketika memiliki kemampuan untuk melaksanakannya, bahkan hingga anak sudah dewasa.
Rasulullah sendiri menjalankan aqiqah untuk dirinya sendiri setelah diutus menjadi seorang Nabi.
Syarat Aqiqah
Dalam pelaksanaannya seorang muslim wajib mengikuti ketentuan aqiqah adalah sebagai berikut:
1. Jumlah Hewan
Pemilihan jumlah hewan aqiqah berbeda antara laki-laki dan perempuan.
Untuk laki-laki, disarankan untuk menyembelih dua ekor kambing atau domba, sementara perempuan cukup dengan satu ekor.
Namun, jika situasi keuangan tidak memungkinkan untuk menyembelih dua ekor hewan aqiqah untuk anak laki-laki, dapat diadaptasi dengan hanya menyembelih satu ekor.
2. Kondisi Hewan Aqiqah yang Harus Dipenuhi
Syarat penting dalam pelaksanaan aqiqah adalah memeriksa kondisi hewan sebelum disembelih.
Hewan yang akan digunakan harus dalam keadaan sehat, cukup umur (biasanya sekitar satu tahun, baik jantan maupun betina), tidak memiliki cacat fisik, dan harus memiliki berat badan yang memadai.
3. Penyajian Hewan Aqiqah
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah melakukan aqiqah untuk Hasan dan Husain radhiyallahu 'anhuma.
Pelaksanaan aqiqah adalah memberikan kebebasan untuk memilih apakah hewan tersebut akan dibagikan dalam bentuk daging mentah kepada kerabat, teman, atau dimasak dan diundang untuk dinikmati bersama.
4. Aqiqah saat Anak Sudah Dewasa
Menurut ulama, jika orang tua pada saat kelahiran anak tidak mampu untuk melaksanakan aqiqah, maka mereka tidak memiliki kewajiban apa pun.
Hal ini serupa dengan kondisi seseorang yang miskin pada saat wajib membayar zakat.
Di mana mereka tidak diwajibkan membayar zakat meskipun keadaan finansial mereka membaik setelahnya.
Namun, jika orang tua memiliki kemampuan sejak kelahiran anak tetapi menunda pelaksanaan aqiqah hingga anak dewasa, maka anak tersebut masih harus menjalani aqiqah meskipun telah dewasa.
Hal ini juga sesuai dengan hadits yang mengatakan bahwa jika seorang anak tidak menjalani aqiqah, dia tidak akan dapat memberikan syafaat kepada orang tuanya di hari kiamat.
Imam Asy-Syafi'i berpendapat bahwa meskipun aqiqah tetap dianjurkan, sebaiknya tidak diakhirkan hingga anak mencapai usia baligh.
Jika aqiqah ditunda hingga saat anak sudah baligh, maka kewajiban orang tua untuk menjalankan aqiqah menjadi gugur. Namun, pada saat itu, anak memiliki pilihan apakah akan menjalankan aqiqah sendiri atau tidak.
Hikmah Melaksanakan Aqiqah
Nabi SAW menyatakan bahwa melaksanakan aqiqah memiliki hikmah tersendiri, sebagaimana hadits yang diriwayatkan dari Samurah bin Jundub, ia berkata bahwa Rasulullah bersabda:
كلّ٠مولود٠رَهينةٌ بعَقيقتÙه٠تÙذبَØ٠عنه٠يومَ سابÙعÙÙ‡ ويÙØلَق٠ويÙسمَّى
Artinya: "Setiap anak yang dilahirkan tergantung pada aqiqahnya yang disembelih untuknya pada hari ketujuhnya, sementara dia dicukur dan diberi nama." (HR Abu Dawud)
Hadits di atas bermaksud bahwa pertumbuhan dan perlindungan yang baik pada anak tergantung makna aqiqah yang dimaksud.
Sehingga alangkah baiknya untuk menyegerakan aqiqah dengan mengharap doa kebaikan dan ridha Allah.
Adapun hikmah melaksanakan aqiqah adalah dari Salman bin Amir adh-Dhabbi, Nabi SAW bersabda,
مع الغلام٠عقيقتÙÙ‡ ØŒ ÙأهرÙيقوا عنه دمًا وأميطوا عنه الأذَ
Artinya: "Anak lahir bersama aqiqahnya. Maka, tumpahkanlah darah untuknya dan hilangkanlah gangguan darinya." (HR Bukhari).
Maksudnya, menumpahkan darah di sini adalah menyembelih hewan aqiqah adalah bagi anak yang dilahirkan punya makna menghilangkan kotoran dan najis lahir serta batin.
Tata Cara Melaksanakan Aqiqah
Tata cara melaksanakan aqiqah sesuai dengan ajaran Rasulullah untuk anak laki-laki dan perempuan sebenarnya sama.
Hanya terdapat perbedaan dalam jumlah kambing yang harus dikurbankan untuk aqiqah.
1. Penyembelihan Kambing
Proses aqiqah dimulai dengan menyembelih kambing. Jumlah kambing yang akan dikurbankan berbeda antara anak laki-laki dan perempuan.
Untuk aqiqah anak perempuan, orang tua akan mengurbankan satu ekor kambing, sedangkan untuk anak laki-laki, dua ekor kambing.
Syarat aqiqah berkaitan dengan kambing yang dikurbankan sama dengan hewan kurban, yaitu kambing harus berkualitas baik dari jenis hingga usia, dan bebas dari cacat serta penyakit.
Sebelum menyembelih kambing untuk aqiqah, dianjurkan untuk membaca doa sebagai berikut:
"Bismillahi wa billahi, allahumma 'aqiqatun 'an fulan bin fulan, lahmuha bilahmihi si azhmihi, allahummaj'alha wiqaan liali muhammadin 'alaihi wa alihis salam."
Artinya: "Dengan menyebut nama Allah, Aqiqah ini atas nama fulan bin fulan, dagingnya dengan dagingnya, tulangnya dengan tulangnya. Ya Allah, jadikan aqiqah ini sebagai tanda kesetiaan kepada keluarga Muhammad SAW."
Meskipun tradisi aqiqah melibatkan penyembelihan kambing, saat ini banyak yang memilih untuk membeli daging kambing yang sudah siap digunakan untuk acara aqiqah anak.
2. Memasak Daging Aqiqah
Mayoritas ulama menyarankan untuk memasak daging aqiqah terlebih dahulu sebelum membagikannya kepada orang-orang. Hal ini diungkapkan dalam kitab Atahzib yang ditulis oleh Imam Al-Baghawi:
"Dianjurkan untuk tidak membagikan daging hewan aqiqah dalam keadaan mentah, melainkan harus dimasak terlebih dahulu dan kemudian disedekahkan kepada orang-orang fakir." (Imam Al-Baghawi dalam kitab Atahzib)
Pendapat serupa juga terdapat dalam kitab Al-Musfashshal fi Ahkamil Aqiqah:
"Kebanyakan ahlul ilmi menganjurkan agar daging hewan aqiqah tidak dibagikan dalam keadaan mentah, melainkan harus dimasak terlebih dahulu dan kemudian disedekahkan kepada orang-orang fakir."
3. Memakan Daging Aqiqah
Menurut hadist yang diriwayatkan oleh al-Bayhaqi, daging aqiqah sebaiknya dimasak terlebih dahulu dan sebagian dari daging tersebut dimakan oleh keluarga sebelum dibagikan kepada orang lain.
Hal ini sesuai dengan hadis yang menyatakan:
Aisyah r.a berkata, "Sunnahnya dua ekor kambing untuk anak laki-laki dan satu ekor kambing untuk anak perempuan.
Dagingnya dimasak tanpa mematahkan tulangnya, lalu dimakan oleh keluarganya, dan sisanya disedekahkan pada hari ketujuh." (HR al-Bayhaqi)
4. Mencukur Rambut dan Memberikan Nama
Langkah berikutnya dalam pelaksanaan aqiqah sesuai sunah Rasul adalah mencukur rambut bayi yang baru lahir dan memberikan nama kepadanya.
Ketika memberikan nama, orang tua sebaiknya memilih nama yang baik yang mencerminkan karakter dan iman yang diharapkan untuk anak tersebut.
Mencukur rambut bayi saat aqiqah adalah tindakan yang dianggap sunah oleh mayoritas ulama.
5. Berdoa untuk Bayi
Berikut adalah doa yang sebaiknya dibacakan saat proses aqiqah anak:
"U'iidzuka bi kalimaatillaahit tammaati min kulli syaithooni wa haammah. Wa min kulli 'ainin laammah."
Artinya: "Kami melindungi dirimu dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari segala gangguan syaitan dan marabahaya. Dan dari segala pandangan yang bermusuhan."
Perbedaan Kurban dan Aqiqah
Terdapat beberapa perbedaan qurban dan aqiqah adalah sebagai berikut:
1. Waktu Penyelenggaraan Kurban dan Aqiqah
Pelaksanaan kurban memiliki waktu yang telah ditentukan, seperti pada Hari Raya Idul Adha atau pada tanggal 10 Dzulhijah dan tiga hari berikutnya, yaitu tanggal 11, 12, dan 13 Zulhijah.
Sebaliknya, tidak ada batasan waktu khusus untuk mengadakan aqiqah.
Namun, sesuai dengan pedoman yang diberikan oleh Nabi Muhammad SAW, waktu yang paling utama untuk melaksanakan aqiqah adalah pada hari ketujuh setelah kelahiran anak.
2. Aturan Pembagian Daging Kurban dan Aqiqah
Mengutip dari buku berjudul "Taudhihul Adillah 6" karya KH. M. Syafi'i Hadzami (2013), hasil penyembelihan hewan kurban, sebagian dagingnya wajib dibagikan kepada fakir miskin di antara umat muslim.
Namun, ada juga pandangan yang menyatakan bahwa ada aturan khusus untuk pembagian daging dalam qurban sunnah.
Misalnya, 1/3 dari dagingnya untuk yang melakukan kurban dan keluarganya, 1/3 lainnya untuk fakir miskin, dan sisanya bisa disimpan atau disedekahkan kapan saja sesuai kebutuhan.
Sementara itu, tidak ada kewajiban untuk membagikan daging hasil aqiqah kepada orang lain. Pembagiannya kepada sesama muslim lebih bersifat sebagai sunnah.
3. Tujuan Kurban dan Aqiqah
Penyembelihan hewan kurban dilakukan untuk memperingati pengorbanan Nabi Ismail oleh ayahnya, Nabi Ibrahim AS. Sedangkan aqiqah dilakukan sebagai ungkapan syukur kepada Allah atas kelahiran seorang anak.
Itulah informasi seputar pengertian aqiqah, lengkap dengan waktu, hukum, syarat, tujuan, hikmah dan perbedaannya. Semoga bermanfaat.