PARBOABOA, Medan - Hubungan antara Israel dan Iran yang semakin memanas seiring serangan udara Israel terhadap kompleks diplomatik Iran di Suriah, Damaskus beberapa waktu lalu.
Serangan udara ini menewaskan dua jenderal besar iran yaitu Brigadir Jenderal Mohammad Reza Zahedi dan Mohammad Hadi Haji Rahimi serta lima pejabat tinggi militer lainnya.
Hubungan yang semakin tidak harmonis antara Israel dan Iran ini akan memicu sekutu dari kedua negara ini untuk mengambil tindakan. Misalnya Amerika Serikat yang sudah mulai mengirimkan peringatan kepada Iran agar tidak menyerang aset mereka.
Memanasnya hubungan kedua negara ini, ditambah dengan respon negara sekutunya masing-masing akan memberikan dampak terhadap Indonesia. Di mana Indonesia merupakan populasi muslim terbesar di dunia, diharapkan tidak akan mengalami dampak politik.
Walaupun keterlibatan Indonesia dengan berbagai konflik yang terjadi di Timur Tengah. Akan tetapi, Indonesia harus mengantisipasi perubahan harga minyak sebagai akibat dari konflik ini, karena dapat mempengaruhi ekonomi makro nasional.
Pengamat Ekonomi Sumatera Utara, Gunawan Benjamin sebelumnya mengatakan bahwa meningkatnya tensi geopolitik telah mendorong kenaikan permintaan untuk emas. Bank Sentral AS merupakan salah satu pembeli terbesar emas.
Pembelian emas dari Bank Sentral AS ini biasanya akan membuat harga emas mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Ditambah lagi posisi IHSG dan Rupiah yang semakin menurun dalam beberapa hari belakangan.
Dilansir dari The Conversation, Sabtu (06/04/2024), politik Timur Tengah diwarnai oleh konflik terus menerus antara Arab Saudi dan Iran. Kebanyakan orang melihat konflik ini hanya karena persoalan agama.
Iran mewakili kelompok Muslim Syiah, sedangkan Arab Saudi mewakili kelompok Muslim Sunni. Namun, ternyata konflik yang terjadi antara kedua negara ini lebih dari itu. Konflik Iran dan Arab dikarenakan sikap politik mereka yang berbeda terhadap AS dan pengaruh barat di wilayah Timur Tengah.
Diketahui, Amerika Serikat datang ke Timur Tengah untuk minyak bumi. Sebelum Revolusi Iran pada 1979, Iran dan Arab Saudi adalah dua negara yang memiliki hubungan baik dengan Amerika. Bahkan, AS menyediakan fasilitas keamanan nasional untuk kedua negara ini. Namun setelah revolusi, posisi Iran berubah menjadi oposisi melawan AS.
Revolusi yang terjadi di Iran juga merupakan respon atas kesenjangan ekonomi di bawah pemerintahan Syah Mohammad Reza Pahlavi yang terkenal dengan pola pikir baratnya.
Sedangkan Arab Saudi, justru memperkuat hubungannya dengan beberapa negara barat khususnya Amerika Serikat. Hal ini bisa dilihat dari keberpihakan Arab Saudi saat Perang Teluk I dan Perang Saudara Suriah.
Sedangkan Indonesia di tengah konflik dan persaingan politik di Timur Tengah selalu mempertahankan posisi netral. Sampai saat ini, Indonesia berhasil menghindari konfrontasi besar dan bermain di zona aman di antara negara-negara Timur Tengah yang sedang berkonflik.
Misalnya setelah kunjungan Raja Salman dari Arab Saudi ke Indonesia pada tahun 2016 lalu, sebagai bagian dari tur Raja Salman ke negara Asia untuk mempromosikan investasi Arab Saudi.
Setelahnya, Presiden Joko Widodo mengunjungi Teheran Iran pada tahun yang sama sebagai upaya untuk tetap netral di tengah konflik Iran-Arab.
Minimnya keterlibatan Indonesia di politik Timur Tengah mengikuti kebijakan luar negeri yang bebas aktif. Di bawah kebijakan ini, biasanya negara kepulauan selalu memprioritaskan isu-isu domestik sambil secara aktif mempromosikan perdamaian kepada dunia.
Indonesia merupakan negara yang menjadi bagian dari Penjaga Perdamaian Internasional untuk terus menjaga perdamaian dunia.
Kebijakan luar negeri Indonesia selalu mengutamakan pendekatan diplomasi yang mendukung perdamaian. Hal ini bisa dilihat pada sikap Indonesia terhadap ekspansi Israel di wilayah Tepi Barat.
Indonesia telah menunjukkan solidaritas kepada negara Muslim dengan mendukung rancangan resolusi dan gencatan senjata dan mengutuk tindakan Israel. Akan tetapi, Indonesia tidak mengerahkan pasukan bersenjata.
Melihat politik luar negeri Indonesia yang sudah berjalan sampai saat ini, diperkirakan dalam konflik sekarang Indonesia juga akan menjauh dari hubungan Israel dan Iran yang kian memanas.
Mencampuri konflik negara lain tidak ada dalam prioritas kebijakan luar negeri Indonesia 2020. Apabila Indonesia memutuskan untuk ikut campur dalam isu internasional, biasanya didorong untuk melindungi kepentingan dalam negeri.
Hal ini bisa dilihat dari beberapa pidato Presiden Joko Widodo di forum internasional. Di mana isinya hanya berupa retorika untuk menarik investasi asing dan tidak menunjukkan sikap tegas.
Misalnya untuk beberapa isu seperti krisis Laut Cina Selatan atau penindasan terhadap etnis rohingya di Myanmar.
Namun, satu hal perlu disiapkan oleh Indonesia terkait konflik Israel-Iran. Yaitu kemungkinan meningkatnya harga minyak. Diperhatikan ketika konflik muncul di wilayah Timur Tengah, negara-negara penghasil minyak di kawasan itu akan menurunkan produksinya karena fasilitas pengolahan yang terganggu.
Contohnya pada 8 Januari 2020 lalu, setelah serangan rudal Iran terjadi. Harga minyak mengalami peningkatan sebesar 14% menjadi US$69.21 atau sekitar Rp 946.349 per barel. Jika harga ini terus meningkat, maka Indonesia dinilai perlu merevisi anggaran tahunan.
Peningkatan harga minyak ini pastinya juga akan mempengaruhi nilai tukar mata uang Indonesia. Mengingat Dollar digunakan untuk bertransaksi minyak mentah.
Semakin melemahnya nilai Rupiah, kemudian akan berdampak pada pengeluaran nasional. Walaupun Indonesia tidak terlibat dalam konflik Timur Tengah yang sedang terjadi. Indonesia tetap harus mengantisipasi dampaknya terhadap ekonomi makro.
Tindakan yang pastinya harus dilakukan adalah dengan tidak mencampuri konflik antara Iran dan Israel. Maka Indonesia sudah berada di jalur yang tepat dalam mewujudkan stabilitas keamanan di wilayahnya.
Editor: Fika