Jembatan Kaca Banyumas Pecah Tewaskan Wisatawan, Pengamat: Bukti Kegagalan Pemerintah

Jembatan Kaca The Geong Hutan Pinus Limpakuwus, Kecamatan Sumbang, Kabupaten Banyumas pecah tewaskan seorang wisatawan. (Foto: kemenparekraf)

PARBOABOA, Jakarta - Pariwisata identik dengan kebahagiaan namun tidak seperti peristiwa di Banyumas, Jawa Tengah. 

Wahana Jembatan Kaca The Geong Hutan Pinus Limpakuwus, Kecamatan Sumbang, Kabupaten Banyumas, menelan korban jiwa pada Rabu (25/10/2023) dan membuat geger dunia pariwisata Indonesia. 

Seorang wisatawan tewas setelah kaca yang menjadi alas jembatan tersebut pecah. 

Dia pun terjun bebas dari ketinggian 15 meter dan meninggal dalam perjalanan ke RS Margono Soekarjo, Purwokerto.

Sementara wisatawan lain yang juga sempat terjatuh dalam insiden itu berhasil selamat namun mengalami luka serius. 

Dari hasil penyelidikan, ada 1 lembar kaca dengan ketebalan 1 cm pecah. 

Panjang kaca mencapai 243 cm dan lebarnya 118 cm. Jenis kaca yang digunakan yakni tipe 1000. 

Kasat Reskrim Polresta Banyumas, Kompol Agus Supriyadi sempat mengatakan, pihaknya berkoordinasi dengan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Banyumas setelah insiden terjadi. 

Hasilnya, wahana jembatan kaca The Geong tersebut tidak mengantongi izin.

Selain ilegal, jembatan kaca The Geong juga tidak dirawat secara khusus oleh pemilik. Wahana itu bahkan tidak pernah menjalani uji kelayakan.

Atas insiden di tempat wisata ini, pakar kebijakan publik, Achmad Nur Hidayat mengatakan, pemerintah sontak disorot tajam khususnya dalam hal pengawasan dan regulasi tempat-tempat wisata.

Padahal, pemerintah memiliki peran vital dalam memastikan tempat-tempat wisata mematuhi standar keselamatan yang ketat.

"Peristiwa ini menunjukkan kegagalan pemerintah dalam melindungi keselamatan warga negara dan wisatawan yang mengunjungi tempat-tempat wisata," katanya kepada PARBOABOA, Rabu (27/10/2023).

Insiden itu memunculkan isu terkait ketebalan kaca pada jembatan yang jauh dari standar keamanan. 

Kaca yang dipakai di jembatan tersebut hanya setebal 1,2 sentimeter. 

Angka ini jelas jauh dari standar pijakan kaca aman yang biasanya mencapai 5 sentimeter. 

Jembatan kaca The Geong juga tidak dilengkapi dengan jaring pengaman bagi pengunjung. 

"Ini menunjukkan kurangnya perhatian terhadap keselamatan pengunjung," katanya

Hasil penyelidikan yang mengatakan jembatan kaca The Geong tidak pernah menerima perawatan khusus dan tidak pernah diuji kelayakan, kata Achmad, jelas juga merupakan kegagalan pengawasan yang mencolok. 

Kesalahan Pemilik dan Pengelola

Hasil penyelidikan polisi menyebutkan, pemilik wahana hanya sekali memberikan arahan pada karyawan tentang jembatan tersebut. 

Itu pun dilakukan pada saat pembukaan wahana jembatan kaca.

Setelah itu, tidak ada lagi arahan hingga standar operasional prosedur (SOP) yang ditetapkan.

Akibatnya kesalahan ini, penjaga pintu masuk wahana atau tiket tidak mengetahui SOP terkait keamanan dan keselamatan pengunjung saat masuk. 

"Wawasan ini seharusnya dimiliki oleh petugas di destinasi pariwisata sebagai bukti tanggung jawab," katanya.

Isu kritis lain yang mencuat yakni pentingnya pelatihan dan pengetahuan petugas di tempat-tempat wisata.

Ini adalah ketidaksesuaian serius yang mempertaruhkan nyawa orang-orang yang mengunjungi wahana ini.

Pemerintah harus mengawasi dengan ketat agar tempat-tempat wisata mematuhi standar keselamatan yang mencakup perlindungan fisik pengunjung.

"Tragedi jembatan kaca di The Geong telah memperlihatkan ketidaksiapan Indonesia dalam meniru negara maju, terutama dalam hal penggunaan bahan-bahan dan standar keselamatan<" katanya. 

Hal itu tampak dari pemilihan jenis kaca yang digunakan pada jembatan tersebut yang diduga tidak sesuai dengan standar keselamatan yang telah ditetapkan oleh negara maju lainnya.

Atas insiden ini, pemerintah dinilai perlu segera mengambil langkah-langkah tegas untuk memastikan tempat-tempat wisata di seluruh negeri memenuhi standar keselamatan yang ketat.

Dengan demikian, pengunjung dapat berlibur dengan rasa aman. Keselamatan warga dan wisatawan harus selalu menjadi prioritas utama pemerintah dalam industri pariwisata.

Selain itu, pemerintah juga harus segera memperhatikan dan mengambil tindakan tegas terhadap situasi di mana kebijakan dan praktik-praktik seperti uji kelayakan dan standar izin diabaikan hingga akhirnya makan korban jiwa. 

Pemerintah harus mampu mendesak pengelola wahana-wahana pariwisata untuk mematuhi standar keselamatan yang ketat, menjalani uji kelayakan yang rutin, dan memperoleh izin yang diperlukan sebelum beroperasi. 

"Keselamatan dan kesejahteraan warga negara dan wisatawan harus selalu menjadi prioritas utama, dan tindakan proaktif dalam mengatasi masalah ini adalah suatu keharusan," katanya.

Editor: Umaya khusniah
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS