PARBOABOA, Jakarta - Kasus demam berdarah dengue (DBD) di Indonesia terus meningkat, terutama seiring dengan perubahan iklim.
Wakil Menteri Kesehatan, Dante Saksono Harbuwono mengatakan bahwa puncak kasus DBD biasanya terjadi pada Februari. Hal ini dipengaruhi oleh suhu panas yang dibawa oleh El Nino..
Kasus itu dibuktikan berdasarkan Oceanic Nino Index (ONI), yakni terjadinya pemanasan permukaan laut di atas plus 0,5. Sementara saat La Nina turun di bawah 0,5 kasus.
Artinya, usai El Nino maka musim kemarau. Sesudah itu bakal diikuti hujan.
Selain itu, telur nyamuk dapat bertahan berbulan-bulan di tempat kering, suhu tetap memengaruhi kelangsungan hidupnya.
Namun, begitu terkena air, dalam hitungan hari, telur tersebut cepat berubah menjadi nyamuk dewasa.
Menurut Dante, hingga saat ini Indonesia telah menjadi salah satu dari 30 negara endemik dengan kasus tertinggi DBD.
Adapun kondisi DBD di Indonesia menunjukkan peningkatan sampai 2 kali lipat pada 2022. Pada 2023 kemarin mencapai dangue hingga 98 ribu kasus morbidity.
"Bahkan, angka mortalitas atau kematian pada 2023, terdapat 764 pasien meninggal karena dangue," ujar Dante dalam diskusi 'Publik Peran Masyarakat dalam Perlindungan Keluarga dalam Ancaman Dangue', Sabtu (20/1/2024).
Lebih lanjut, Data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menunjukkan bahwa sebagian besar kabupaten/kota memiliki tingkat kejadian (incidence rate) DBD yang signifikan.
Sebagian besar kabupaten/kota mempunyai incidence rate >10/100.000. Tetapi ada 26 kabupaten/kota yang sudah mencapai incidence rate >10/100.000.
Antisipasi Pencegahan DBD
Untuk mengatasi masalah ini, Kemenkes telah merumuskan strategi nasional penanggulangan DBD 2021-2025.
Strategi ini melibatkan manajemen vektor, surveilans, tatalaksana, partisipasi masyarakat, komitmen pemerintah, dan kajian.
Selain itu, salah satu program efektif yang telah diimplementasikan ialah program 3M Plus.
Meskipun masih efektif, tentu masih diperlukan upaya inovatif lebih lanjut, seperti pengembangan teknologi nyamuk ber-Wolbachia dan vaksin.
Untuk itu, pemerintah mendukung inovasi melalui vaksin dan berkomitmen menjalin kerja sama untuk mencapai target utama ‘Indonesia Nol Kematian Akibat Dengue 2030’.
Ketua dan Pendiri Farid Nila Moeloek (FNM) Society, Nila Djuwita, menekankan bahwa aktivasi peran masyarakat di tingkat keluarga merupakan langkah awal dalam pencegahan DBD sebelum melibatkan langkah nasional.
Diskusi bersama pemangku kepentingan juga bertujuan untuk mencari solusi dalam pencegahan penyakit DBD.
Sebab, penanganan DBD yang terlambat dapat berakibat fatal, terutama pada anak-anak.
Oleh karena itu, dengan pemahaman bersama dan partisipasi aktif, masyarakat diharapkan dapat menjadi garda terdepan dalam menjaga keluarga dan mencegah penyebaran DBD di Indonesia.
Editor: Wenti Ayu