Kisah Joki Tugas Akhir: Aku Hanya Mencari Celah Dari Bobroknya Sistem Pendidikan

Ilustrasi seorang joki tugas akhir yang sedang membimbing mahasiwa untuk tugas akhir. (Foto: PARBOABOA/Fika)

PARBOABOA, Medan – Fenomena joki tugas menjadi perbincangan hangat di media sosial. Bahkan, joki tugas sudah mempromosikan usaha mereka melalui media sosial dan mendapatkan sambutan hangat.

Pengerjaan tugas yang dikerjakan para joki ini mulai dari sekolah sampai tesis. Padahal, para joki tugas ini setidaknya hanya kuliah sampai di level Strata 1 atau sarjana.

Secara eksklusif, seorang Joki tugas berhasil diwawancarai oleh PARBOABOA. Pemuda berinisial RG (nama tidak disebutkan atas permintaan narasumber) mengaku sudah mengerjakan tugas sejak tahun 2020.

Saat itu, ia bahkan masih duduk di semester empat bangku perkuliahan salah satu universitas swasta di Medan. Ia mulai bisnis joki tugas ini dari kawan-kawan kampusnya.

Mulai dari pengerjaan makalah mata kuliah, sampai akhirnya kini RG bisa mengerjakan skripsi atau tesis.

Berawal dari kenakalan remaja yang tidak punya uang dan ingin menikmati hidup bersama kawan-kawan kuliahnya. Seorang senior kemudian menawarkan RG menjadi joki tugas.

Kemudian ia mulai mengerjakan makalah atau proposal dengan harga Rp35 ribu sampai Rp50 ribu. Lama kelamaan, penghasilannya lumayan bertambah. Kemudian ia melanjutkan dengan membuat skripsi.

RG yang saat itu masih duduk di semester empat langsung mengerjakan analisis data BAB 4 dan 5 dari sebuah skripsi.

Setelah beberapa pekerjaan mampu diselesaikannya, ia merambat menjadi asisten disertasi. “Asisten disertasi itu bukan joki full, karena kita hanya membantu si joki itu,” ucapnya kepada PARBOABOA, Sabtu (27/07/2024).

Perlahan tapi pasti, RG mulai direkomendasikan oleh senior dan mantan kliennya. Hal ini diakui RG menjadi salah satu teknik marketing yang baik.

RG menceritakan, ada juga joki tugas akhir yang bekerjasama dengan dosen. Misalnya seorang dosen akan merekomendasikan joki tugas akhir kepada mahasiswanya yang tidak bisa mengerjakan skripsi. Kemudian hasilnya akan dibagi antara si joki dengan dosen yang bersangkutan.

Empat tahun lamanya RG menjalani profesi sebagai joki tugas. Lebih dari 500 tugas akhir S1 sampai S3 yang sudah dikerjakannya.

Kliennya bukan lagi dari kampus di mana ia berkuliah. Namun, beberapa mahasiswa dari kampus ternama di Indonesia pernah menjadi kliennya.

Bahkan, mahasiswa dari kampus yang terkenal sebagai universitas internasional di Jakarta juga menjadi klien RG.

“Kampus Top 10 ada juga. Bukan soal kampusnya, memang mahasiswanya butuh joki untuk tugas akhirnya kan,” katanya.

RG merupakan sarjana Ilmu Manajemen. Akan tetapi, tugas dari jurusan kuliah kesehatan sekalipun sudah pernah disikatnya.

RG memaparkan bagaimana ia bisa mengerjakan tesis sementara ia hanya lulusan sarjana. Semuanya dikerjakan secara otodidak. Ia mencari-cari di platform Youtube bagaimana caranya mengerjakan tesis dari beberapa jurusan perkuliahan.

“Semuanya proses belajar lah, buka jurnal, buka tesis bagaimana konsep penulisan tesis dan lain-lain. Akhirnya coba-coba terima tesis ya Puji Tuhan langsung ada yang di acc (terima),” jelasnya.

Sampai saat ini, RG tidak hanya menerima tugas akhir untuk jurusan perkuliahan manajemen saja seperti latar belakang pendidikannya. Bahkan, ia pernah menyelesaikan tugas akhir dari jurusan kesehatan, teknik, teknik elektro dan banyak lagi.

Tidak ada batasan untuk wilayah pengerjaan tugas akhir. RG juga menerima klien mulai dari Aceh, Medan, Kalimantan, Jakarta bahkan Bali.

Terkait harga yang ditawarkan, RG mengaku setiap jurnal, skripsi atau tesis memiliki harga yang berbeda-beda.

Semua itu tergantung judul, asal kampus dan seberapa sulitnya mengerjakan skripsi atau tesis yang diminta.

“Kalau judulnya gampang bisa dua jutaan. Kalau skripsinya agak ribet bisa kena sampai empat juta. Sedangkan kalau tesis delapan sampai 12 juta yang pernah aku terima,” jelasnya.

RG memaparkan, judul dan kredibilitas kampus menjadi faktor utama harga sebuah tugas akhir. Misalnya, ia pernah menerima pekerjaan tugas akhir dari mahasiswa di sebuah kampus ternama di Yogyakarta.

Akhirnya, ia mematok harga hingga 15 juta untuk pengerjaan tesis. Walaupun harganya cukup tinggi, mahasiswa yang menjadi kliennya itu tetap bersedia membayar.

“Jadi kalau kita bicara soal kampus itu kan, sudah tahu semua kredibilitasnya tinggi dan agak ribet. Jadi kita kasih harga 15 juta dan dia oke aja. Ya main lah,” ujarnya yang saat ini sedang berada di Bali untuk melakukan pekerjaan joki tugas akhir.

Meskipun tarif yang dipasangnya terbilang tinggi, RG mengaku tidak hanya sekadar mengerjakan tugas akhir. Namun, ia akan menjadi pembimbing pribadi agar mahasiswa itu bisa memahami sepenuhnya tugas akhir yang akan dipresentasikan di sidang nantinya.

Biasanya, seorang joki tugas akhir hanya akan mengerjakan sampai dengan selesai. Tidak ada pendampingan. Berbeda dengan RG, ia akan berada sedekat mungkin dengan klien dan menggelar pra sidang sebelum mahasiswa itu berhadapan dengan dosen di kampusnya.

“Aku bimbing dari awal sampai akhir, judul, analisis data sampai bagaimana sidang. Semua dilakukan di depan aku, udah kayak dosen pembimbing lah,” katanya.

Menurut RG, pekerjaan joki tugas akhir ini hadir karena adanya celah dalam sistem pendidikan di Indonesia yang bobrok.

Sudah menjadi rahasia umum, seorang mahasiswa yang akan menyelesaikan kuliahnya harus membuat tugas akhir yang membingungkan serta menghadapi dosen pembimbing dengan berbagai karakter.

Kebanyakan, dosen pembimbing ini menyulitkan mahasiswanya dalam bimbingan tugas akhir. Seperti susah dihubungi dan susah memberikan asistensi. Disitulah joki tugas akhir seperti RG muncul.

“Mereka hilang arah, jadi kami lah sebagai rumah tempat orang itu balik untuk belajar. Melihat kelemahan sistem pendidikan di Indonesia tentunya itu menjadi keuntungan bagi kami,” tuturnya.

Menurutnya pekerjaan sebagai joki tugas akhir bukanlah yang utama. RG masih memiliki niat untuk beralih profesi.

Ia ingin menjadi seorang peneliti sambil menamatkan kuliah S2 nya. RG menaruh harapan kepada pemerintah agar dapat memperbaiki sistem pendidikan.

“Seharusnya kami ini tidak ada. Kami ada karena sistem pendidikan yang sudah puluhan tahun ini bobrok,” ujarnya.

RG sendiri mengakui masih akan menerima beberapa tugas akhir. Namun, ia akan beralih menjadi pembimbing penuh tanpa ada penulisan atau lainnya.

“Jadi kalau ada dosen yang bodo amat sama mahasiswanya, yang kurang ajar atau segala macam, ya kamilah orang dari luar sistem yang bisa membantu mahasiswa,” tandasnya.

Editor: Fika
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS