Muntah Setelah Makan? Waspadai Sindrom Ruminasi

Sindrom ruminasi menyebabkan penderita bisa muntah setelah makan, lalu dikunyah dan ditelan atau dimuntahkan kembali. Kondisi ini dapat menyebakan malnutrisi jika diabaikan terlalu lama (Foto: Parboabo/Felix)

PARBOABOA, Jakarta - Kamu pasti pernah mengalami muntah setelah selesai makan. Apabila benar, maka besar kemungkinan kita menderita penyakit sindrom Ruminasi. Sindrom ruminasi menyebabkan penderita bisa muntah setelah makan, lalu dikunyah dan ditelan atau dimuntahkan kembali. Kondisi ini dapat menyebakan malnutrisi jika diabaikan terlalu lama.

Lantas seperti apa itu Sindrom Ruminasi? Yuk simak gejala dan cara mengatasinya melalui ulasan di bawah ini.

Apa itu Sindrom Ruminasi?

Sindrom ruminasi adalah gangguan makanan yang menyebabkan penderitanya secara berulang memuntahkan makanan ke mulut baik disengaja atau tidak sengaja (regurgitasi), kemudin mengunyahnya dan menelan atau memuntahkannya lagi.

Kondisi ini bisa terjadi tidak lama setelah makan ditelan dan sering berlangsung hingga berkali-kali setiap kali makan. Penderita sindrom ruminasi menjelaskan, bahwa rasa makanan yang mereka konsumsi masih normal karena belum terlalu lama di dalam perut sehingga tidak dicerna oleh asam lambung.

Diketahui, sindrom ruminasi umumnya terjadi pada anak-anak, namun semua kalangan usia bisa juga mengalaminya. Gangguan ini biasanya ditangani lewat terapi perilaku dan pemberian obat-obatan tertentu.

Gejala Sindrom Ruminasi

Gejala utama gangguan makan ini adalah regurgitasi makanan yang sering dan mudah terjadi. Sindrom ruminasi dapat terjadi 15 hingga 30 menit, setelah makan.

Berikut ini beberapa gejala dari sindrom ruminasi, diantaranya:

1. Muntah tanpa paksaan, biasanya terjadi dalam waktu 10 menit setelah makan

2. Gangguan pencernaan

3. Sakit perut atau tekanan pada perut akan berkurang setelah regurgitasi

3. Perut terasa penuh

Bau mulut

4. Bibir pecah-pecah

5. Dapat disertai mual atau tidak

6. Penurunan berat badan tanpa sengaja

Jika terus diabaikan, sindrom ruminasi bisa menyebabkan rusaknya saluran antara mulut dan perut (esofagus) Sindrom ini juga dapat mengakibatkan malnutrisi, erosi gigi, hingga perasaan malu dan membatasi kegiatan sosial.

Cara Mengatasi Sindrom Ruminasi

Berikut ini beberapa cara mengatasi sindrom ruminasi yang perlu kita ketahui:

1. Perawatan Dokter

Untuk bisa mengatasi sindrom ruminasi, maka kita perlu melakukan perawatan yang benar. Namun, dokter akan memeriksa diagonis terlebih dahulu.

Berikut ini beberapa hal yang mungkin dokter lakukan yakni memeriksa gejala-gejala yang Anda alami, memeriksa riwayat kesehatan pribadi dan keluarga dan melakukan pengamatan perilaku untuk mendiagnosis sindrom ruminasi.

Bukan hanya itu, kita bisa melakukan Tes otot esofagus (manometri) untuk mengukur tekanan di perut dan memberikan gambaran untuk digunakan dalam terapi perilaku, lalu Esophagogastroduodenoscopy adalah pemeriksaan kondisi kerongkongan, lambung, dan bagian atas usus halus (duodenum) kemudian biopsi merupakan pengambilan sampel jaringan kecil untuk pemeriksaan lebih lanjut.

Pengosongan lambung dilakukan untuk mengetahui berapa lama waktu yang dibutuhkan makanan untuk dikosongkan dari perut.

Setelah memeriksa diagnosis dilakukan, maka jenis perawatan yang diberikan akan bergantung pada adanya gangguan lain yaitu usia dan kemampuan kognitif.

2. Terapi Perilaku

Kegiatan terapi perilaku untuk mengubah kebiasaan bisa digunakan dalam mengobati penyakit sindrom ruminasi pada pasien tanpa gangguan perkembangan. Terapi tersebut dapat membantu agar dapat mengenali saat regurgitasi akan terjadi dan belajar bernapas dengan menggunakan pernapasan diafragma (otot perut). Pernapasan diafragma bisa mencegah kontraksi perut dan regurgitasi.

Salah satu bagian dari terapi perilaku untuk sindrom ruminasi yakni biofeedback. Teknik itu dapat digunakan agar mengontrol beberapa fungsi tubuh. Pencitraan pada biofeedback bisa membantu mempelajari cara melakukan pernapasan diafragma untuk mengontrol regurgitasi.

Untuk bayi dengan sindrom ruminasi, pengobatan biasanya berfokus pada perubahan lingkungan perilaku bayi yang dilakukan dengan bantuan orangtua atau pengasuhnya.

2. Obat-obatan

Dokter bisa meresepkan obat penghambat pompa proton (PPI), seperti esomeprazole atau omeprazole jika sindrom ruminasi telah menyebabkan kerusakan di kerongkongan. Obat PPI berfungsi melindungi lapisan esofagus dan bisa digunakan hingga frekuensi dan tingkat keparajan regurgitasi berkurang.

Bukan hanya obat PPI, obat-obatan lain juga dapat menstabilkan perut setelah makan juga bisa bermanfaat untuk mengurangi tekanan di lambung. Itulah penjelasan apa itu sindrom ruminasi, gejala, penyebab dan cara mengatasinya, semoga bermanfaat!

Editor: -
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS