PARBOABOA, Jakarta - Pusat Bantuan Hukum (PBH) Jakarta Pusat dan seorang akademisi mengajukan Amicus Curiae ke Mahkamah Agung melalui Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan terkait vonis 3,5 tahun terhadap anak AG di kasus penganiayaan David Ozora.
Amicus Curiae umumnya merujuk pada seseorang atau kelompok yang bukan merupakan pihak dalam suatu perkara, tapi memiliki kepentingan kuat terhadap masalah tersebut. Amicus Curiae biasanya bisa mempengaruhi keputusan pengadilan.
Menurut Ketua Pusat Bantuan Hukum (PBH) Jakarta Pusat, Christopher Simanjuntak, ada beberapa fakta yang dikesampingkan atau tidak dipertimbangkan secara matang oleh majelis hakim. Pengajuan ini juga setelah memperhatikan dan mempelajari putusan hingga banding di kasus anak AG.
"Jadi di tingkat putusan peradilan pertama itu ada hal-hal terkait CCTV yang tidak dipertimbangkan, sehingga kami harus memberi pendapat terhadap hakim yang menyidangkan tapi tidak dipertimbangkan," tegas Christopher, Selasa (24/5/2023).
Ia juga menilai putusan yang ditetapkan hakim dinilai terburu-buru, sehingga PBH Jakpus berupaya memenuhi hak-hak AG sebagai anak.
"Pada saat banding kami juga mempelajari bahwa hakim itu baru ditunjuk tanggal 26 April, kemudian putusannya hanya satu hari saja," ujarnya.
Christopher melanjutkan, PBH Jakpus juga berupaya agar pengadilan lebih mempertimbangkan dan memenuhi hak-hak anak, sehingga peradilan berjalan dengan adil.
"Jadi kami tidak masuk materi pokok perkara. Tapi hanya ingin pengadilan lebih mempertimbangkan hak-hak anak, terutama dalam mengedepankan hak-hak anak," ungkapnya.
Pihak lain yang mengajukan Amicus Curiae yaitu dosen ilmu hukum dari Sekolah Tinggi Ilmu Hukum di IBLAM, Chitto Chumbhadrika. Alasannya, kasus anak AG dilihat dari sisi penelitian kemasyarakatan.
"Melihat keputusan dari majelis hakim saya rasa tidak tepat," katanya.
Menurutnya, keputusan tersebut menyebutkan anak AG terbukti secara aktif ikut serta dalam tindakan yang direncanakan.
"Dan dari apa yang sudah saya teliti juga melihat kondisi faktual di masyarakat memang hal tersebut tidak tepat menurut saya," ungkapnya.
Oleh karena itu, Chitto mengaku tergerak hati memberikan Amicus Curiae ke Mahkamah Agung dalam memutus perkara ini.
"Secara fakta anak AG tidak aktif dalam melakukan perbuatan ini, jadi memang beban anak AG ini terlalu berat putusannya," katanya.
Chitto juga menilai, putusan juga tidak sesuai karena harus melihat kondisi psikologis anak AG serta kondisi lainnya.
"Itu yang harus dipertimbangkan, sangat disayangkan majelis hakim tidak mempertimbangkan hal tersebut," pungkasnya.