PARBOABOA, Jakarta – Kasus peredaran obat keras Daftar G terus meningkat di wilayah Jabodetabek.
Berdasarkan pengungkapan Polda Metro Jaya sejak Januari hingga Agustus 2023, sebanyak 26 tersangka berhasil diamankan terkait kasus tersebut.
Direktur Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, Kombes Ade S. Simanjuntak, menerangkan sejumlah kasus berawal dari maraknya aksi tawuran dan premanisme.
Setelah ditelusuri, pihak Polda kemudian mengetahui bahwa pelaku-pelaku tersebut kerap mengonsumsi obat Daftar G.
Pengungkapan dilakukan di sejumlah lokasi, antara lain 5 toko obat di Jakarta Timur, 1 toko obat di Jakarta Selatan, 3 toko obat di Kabupaten Bekasi, serta 3 toko obat di Kota Bekasi.
Selain itu, pengungkapan juga terjadi di 3 apotek di Jakarta Pusat, 1 apotek di Jakarta Selatan, 1 apotek di Jakarta Timur, 1 klinik di Depok, serta beberapa pedagang di wilayah Jakarta dan Bekasi.
“Kami menemukan praktik penjualan sediaan farmasi yang tidak sesuai aturan, baik itu di toko obat, apotek, maupun klinik,” ujar Kombes Ade.
Dalam operasinya, pihak kepolisian menyita sekitar 231.662 butir obat keras, uang tunai senilai Rp 26 juta, 14 unit ponsel, 5.000 butir kapsul kosong, 1 unit mobil, dan 2 alat press obat.
Obat-obatan yang disita termasuk tramadol, hexymer, alprazolam, dan jenis lain yang dilarang peredarannya tanpa resep dokter.
Secara terpisah, Badan Narkotika Nasional (BNN) juga mengamankan 1,7 juta butir obat keras selama periode Oktober-Desember 2023.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 02396/A/SK/VIII/1989, obat Daftar G termasuk kategori obat keras yang hanya dapat digunakan dengan resep dokter.
Ciri khas yang menjadi penanda obat keras ini adalah lingkaran merah dengan huruf "K" yang menyentuh garis tepi lingkaran.
Obat-obatan tersebut termasuk dalam golongan Psikotropika, yang dapat mempengaruhi fungsi otak dan merangsang sistem saraf pusat.
Akibatnya, pengguna bisa mengalami halusinasi, ilusi, gangguan cara berpikir, hingga perubahan perasaan mendadak.
Obat-obatan yang termasuk dalam golongan daftar G antara lain antibiotik seperti tetrasiklin dan penisilin, serta obat-obatan yang mengandung hormon, seperti obat diabetes dan obat penenang.
BNN menyatakan bahwa obat daftar G berpotensi dikembangkan menjadi narkotika jenis baru (New Psychoactive Substances/NPS), yang kerap dimanfaatkan sindikat untuk menghindari jeratan hukum narkotika.
Orang Dalam
Fenomena peredaran obat Daftar G menarik perhatian karena telah berubah menjadi komoditas ilegal.
Dalam beberapa kasus, ditemukan keterlibatan tenaga kesehatan, seperti asisten dokter dan apoteker, yang menjadi bagian dari rantai distribusi obat keras ini.
Salah satu kasus yang terjadi di wilayah Jabodetabek pada Januari hingga Agustus 2023, menunjukkan adanya keterlibatan oknum tenaga kesehatan.
Kasubdit Indag Ditreskrimsus Polda Metro Jaya, AKBP Victor Inkiriwang, menjelaskan bahwa para tersangka bertindak dengan memberikan obat keras kepada pembeli tanpa resep dokter.
"Asisten dokter dan apoteker yang membantu dalam pemeriksaan pasien serta pembuatan resep juga kami tetapkan sebagai tersangka," ujarnya pada Agustus 2023 lalu.
Victor mengungkapkan bahwa resep yang dikeluarkan oknum tenaga kesehatan tersebut dijual dengan harga bervariasi, "mulai dari ratusan ribu hingga jutaan rupiah, tergantung jumlah dan jenis obat."
Lebih jauh, para pelaku juga menggunakan berbagai modus lainnya, seperti mengedarkan obat tanpa izin edar hingga memalsukan tanggal kadaluarsa obat yang sudah lewat masa pakai.
Laporan terbaru PARBOABOA pada Senin (09/09/2024) bahkan menemukan indikasi keterlibatan pihak keamanan yang bermain dalam rantai pasok obat keras ilegal.
Udin, sebut saja demikian, dalam wawancara dengan PARBOABOA menerangkan, dirinya pernah bekerja dengan seorang perwira menengah TNI dalam menjual belikan obat Daftar G sejak medio 2020.
Sebagai penjaga toko, Udin kerap berjumpa dengan bawahan bosnya yang membawa stok obat keras ilegal. Mereka datang mengenakan 'seragam lengkap'.
Udin diketahui menerima pasokan sekitar 80 kotak obat-obatan golongan G dari oknum perwira TNI.
Jenis obatnya bermacam-macam, mulai dari tramadol, excimer, double-Y, zolam, dan dextro.
Dari perkenalannya dengan sang perwira, Udin mengetahui bahwa obat-obatan tersebut bersumber dari hasil sitaan terhadap sejumlah distributor obat ilegal.
Hasil sitaan tersebut, pungkas Udin, ada yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Pelakunya pun bisa berasal dari dua wilayah teritorial yang berbeda.
Pengalaman Udin, sepintas menunjukkan bahwa bisnis obat keras ilegal sesungguhnya diperankan oleh 'orang dalam'.
Para aktor yang bermain di belakangnya justru merupakan orang-orang yang memiliki izin menindak pelanggaran serupa. Jejaring seperti itu tampak sulit dijebol, apalagi oleh pihak mereka sendiri.
Identifikasi Jenis
BNN telah merilis sebuah laporan resmi terkait ciri beberapa obat Daftar G guna menghimbau masyarakat akan bahaya pemakaian obat-obatan tersebut.
Pertama , pada kemasan dan etiket obat Daftar G terdapat tanda khusus yang menandakan obat keras. Hal ini sesuai dengan Pasal 2 Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 02396/A/SK/VIII/1989.
Kedua , kemasan obat wajib mencantumkan tulisan "harus dengan resep dokter", sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan No. 197/A/SK/1977.
Tanda khusus tersebut dapat ditemukan pada kemasan seperti blister, strip aluminium, vial, ampul, tube, atau bentuk kemasan lainnya, tulis BNN dalam laporannya.
Ketiga , tanda khusus obat keras adalah lingkaran merah dengan garis tepi hitam dan huruf K yang menyentuh garis tersebut, sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 02396/A/SK/VIII/1989.
Mengutip buku Mohammad Anief (1999), obat-obatan yang masuk dalam Daftar G meliputi obat injeksi, antibiotik (Amoksisilin, Kloramfenikol, Penisilin, Tetrasiklin, Ampisilin).
Obat anti bakteri (Sulfadiazin, Elkosin, Trisulfa), obat antasthamin (Antistin), obat amphetaminum (OKT), dan obat penenang seperti Diazepam dan Meprobamatum juga termasuk obat keras.
Selain itu, obat-obatan lain yang termasuk dalam kategori Daftar G adalah obat jantung (Digitoxin, Lanatosid C, Nitroglycerinum), anti epilepsi (Hydantoinum), anti hipertensi (Reserpinum), serta obat anti pendarahan seperti vitamin K dan afrodisiak (Yohimbin).
Beberapa obat rematik seperti Indomethacinum, obat anti mual seperti Metoklopramid HCL, obat pencahar seperti bisacodil, obat asma seperti aminofilin dan salbutamol, serta obat penghilang nyeri dan rematik seperti ibuprofen, asam mefenamat, dan piroksikam, juga masuk dalam kategori obat keras.
Obat antihistamin (dimenhidrinat, Dexchlorphynramine maleat), obat anti jamur (Nistatin, mekonazol), obat pemutih kulit (hidroquinon), obat kortikosteroid (dexamethasone, prednisone), serta obat lambung (cimetidine, ranitidine) dan anti diabetes (glibenclamid, metformin) juga termasuk dalam Daftar G.
Pengenalan terhadap ciri-ciri dan jenis obat G diharapkan membantu masyarakat untuk selalu mawas dan melaporkan kepada pihak yang berwenang apabila terjadi rujukan di lapangan.
Editor: Defri Ngo